Cina Perketat Pengawasan dan Penahanan Massal Muslim Uighur

 Cina Perketat Pengawasan dan Penahanan Massal Muslim Uighur

Mediaumat.info – Sejalan dengan upaya sinifikasi/cinaisasi yang digerakkan oleh Presiden Xi Jinping sejak 2016, terhadap semua minoritas etnis ke dalam budaya Han, pemerintahan Cina dinilai makin mengetatkan teknik pengawasan dan penahanan massal terhadap etnis Uighur.

Hal ini disampaikan Ruslan Yusupov, anggota Society for the Humanities di Cornell University yang mempelajari Islam di Cina, dalam sebuah artikel berjudul “Beijing’s Crackdown on Islam is Coming for Kids yang diterima media-umat.info, Jum’at (21/6/2024).

Menurutnya, kebijakan ini lebih menargetkan komunitas Muslim Hui di Yunnan, salah satu provinsi Cina bagian barat daya. Di sana, pemerintah lokal telah memantau anak-anak yang berpuasa selama Ramadhan dan tengah melarang aktivitas agama di sekolah-sekolah.

Maknanya, kebijakan ini menggambarkan betapa pengawasan dan represi yang meningkat terhadap anak-anak Muslim di Cina.

Masih berkenaan dengan asimilasi tersebut, tampak pula dari penghapusan simbol-simbol Islam seperti tulisan Arab pada tanda-tanda makanan halal dan modifikasi arsitektur masjid.

Tak hanya itu, larangan ini juga mencakup seputar pemakaian jilbab hingga penutupan sekolah-sekolah agama. “Langkah-langkah ini mencakup larangan mengenakan jilbab bagi pegawai negeri dan siswa, serta penutupan sekolah-sekolah agama,” ungkapnya.

Tak ayal, perkara ini memicu ketidakpuasan di kalangan komunitas Hui yang merasa bahwa pemisahan antara pendidikan dan agama hanyalah kedok untuk menghilangkan warisan budaya mereka.

Bertambah celaka, kebijakan serupa juga diterapkan di Tibet dan Mongolia Dalam. Di sana, ungkap Ruslan Yusupov, anak-anak dipisahkan dari keluarga mereka dan selanjutnya diajarkan dalam bahasa Mandarin di sekolah-sekolah asrama.

Ditambah teknologi canggih yang dikembangkan di Xinjiang, seperti pengenalan wajah dan analisis perilaku, mulai diterapkan di seluruh Cina, termasuk di universitas-universitas.

“Ini menunjukkan bahwa pemerintah semakin mengintegrasikan teknik kontrol sosial untuk menekan identitas etnis dan agama,” ucap Ruslan Yusupov.

Dengan kata lain, represi terhadap anak-anak Muslim di Cina merupakan bagian dari strategi lebih luas untuk mengasimilasi kelompok minoritas dan memastikan kesetiaan mereka kepada Partai Komunis Cina.

Namun di saat yang sama, kebijakan ini makin meningkatkan ketegangan dan rasa ketidakadilan di kalangan minoritas. “Langkah-langkah ini juga meningkatkan ketegangan dan rasa ketidakadilan di kalangan komunitas yang terkena dampak,” tandasnya.

Seperti dikutip dari berbagai sumber, konflik di Xinjiang berawal dari adanya keinginan merdeka etnis Uighur terhadap pemerintah Cina. Adanya kepentingan pemerintah Cina terhadap wilayah Xinjiang meliputi kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan politik, membuat Cina bersitegang untuk tetap mempertahankan Xinjiang sebagai daerah otonom Cina.

Akan tetapi di lain pihak, pemerintah Cina tetap memperlakukan etnis Uighur dengan perlakuan yang tidak adil, tak seperti perlakuan pemerintah terhadap etnis Han di Xinjiang. Maka, sebagai kelompok minoritas, Uighur menuntut keadilan dan hak-hak hidup mereka diakui termasuk hak dasar mereka yang berkaitan dengan adanya kebebasan beragama.

Tetapi, pemerintah Cina menolak dan justru melakukan tindakan represif dengan menggunakan pendekatan militer. Karena adanya diskriminasi yang dialami etnis Uighur di Xinjiang, etnis Uighur pun mengadakan berbagai bentuk perlawanan sebagai respons atas perlakuan maupun penindasan dari pemerintah yang dirasa sangat tidak adil serta merugikan etnis Uighur. [] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *