Cina Melarang Muslim Uighur Gelar Sunatan, Pengamat: Cermin Kebencian Rezim Komunis Terhadap Islam
Mediaumat.news – Menanggapi ditangkapnya Muslim Uighur yang menggelar acara sunatan, Pengamat Politik Internasional Umar Syarifudin mengatakan itu sebagai cermin kebencian rezim komunis Cina terhadap Islam.
“Sungguh, tindakan-tindakan permusuhan terhadap kaum Muslim di Turkistan Timur yang diduduki oleh Cina mencerminkan sejauh mana kebencian rezim komunis terhadap Islam, juga merupakan ketakutan dari negara Cina akan pengaruh Islam yang besar pada masyarakat Cina, yang tidak memiliki ideologi apa pun yang dianutnya setelah jatuhnya ideologi komunis di dunia,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Rabu (03/02/2021).
Ia menyebut, pemerintah Cina tidak cukup hanya menduduki Turkistan Timur dan menggabungkannya menjadi bagian dari Cina dengan mengganti namanya menjadi Xinjiang, tetapi juga mengubah bentuk penjajahannya menjadi penjajahan kependudukan dengan memindahkan sekitar delapan juta bangsa Cina dari keturunan Han yang merupakan suku terbesar di Cina ke Turkistan Timur. Selanjutnya mereka diberi jabatan tinggi dan kekuasaan penuh. Sementara penduduk asli dijadikan penduduk kelas dua yang dipekerjakan sebagai pegawai rendahan, dan pekerja kasar untuk memperoleh penghidupannya.
Sesungguhnya, kata Umar, yang melakukan kejahatan terhadap warga Uighur sekarang bukan hanya pemerintah dan aparatnya yang bertindak represif, namun juga orang-orang Cina keturunan Han yang banyak melakukan berbagai bentuk permusuhan dan pelecehan terhadap penduduk asli. “Penduduk asli diperlakukan seperti suku Indian di Amerika,” tegasnya.
Menurut Umar, apa yang dilakukan Cina di Turkistan Timur sama persis dengan apa yang dilakukan Israel di Palestina. Yaitu menduduki, membangun pemukiman, membunuh, menghancurkan, mengusir dan memblokade kaum Muslim.
Umar menilai ada dua hal yang harus dilakukan kaum Muslim didunia untuk membebaskan saudaranya dari penindasan dan penjajahan tersebut.
Pertama, kaum Muslim melakukan aktivitas bersama dengan menekan pemerintah negeri-negeri Islam untuk mengambil tindakan aktif terhadap Cina, seperti menghentikan impor dari Cina, serta memutuskan hubungan perdagangan, ekonomi dan politik dengan Cina.
Tetapi, bebernya, kemungkinan pemerintah negeri-negeri Islam tidak akan melakukan itu, sebab mereka bagai musuh dari saudaranya sendiri. Namun, tekanan ini akan menciptakan gerakan politik yang sangat membantu untuk mobilitas dalam menghilangkan ketidakadilan dari warga Uighur dengan cara apa pun.
Kedua, melakukan tindakan politik untuk mengganti pemerintah sekuler yang hanya bungkam terhadap penderitaan umat Islam. Umat Islam harus bersatu menegakkan kembali kekuatan politik Islam yang akan membebaskan Turkistan Timur.
“Sesungguhnya reaksi dari pemerintah dunia Islam yang mandul dan lemah terhadap kejahatan dan kekejaman Cina adalah benar-benar menjadi bukti baru pengkhianatan pemerintah dan pengabaiannya terhadap hak-hak umat Islam. Sehingga ini menjadi pembenaran di samping pembenaran-pembenaran yang sudah ada untuk segera mewujudkan sistem Islam,” jelasnya.
Seperti diberitakan Radio Free Asia (RFA) pada 29 Januari dan dikutip arrahmah.com tiga hari kemudian, seorang aparat di kota Suydung, Qorghas, Ili Kazakh (Yili Hasake) mengatakan salah satu perintah yang dia dan rekan-rekannya berikan pada warga adalah bahwa warga tidak boleh ambil bagian dalam praktik sunat agama.
“Anda seharusnya melakukannya di rumah sakit yang direstui pemerintah. Dilarang melakukan ritual (sunat) di rumah dengan ritual keagamaan,” ujarnya kepada RFA.[] Agung Sumartono