Cina Lakukan Genosida Identitas dan Deislamisasi Anak-anak Muslim Uighur?

 Cina Lakukan Genosida Identitas dan Deislamisasi Anak-anak Muslim Uighur?

Mediaumat.news – Terkait hasil penelitian Adrian Zenz yang menyatakan 880.500 anak etnis minoritas di Xinjiang tinggal di asrama sepanjang 2019 saat orang tua mereka ditahan di kamp pemerintah Cina, ahli Geostrategis dan juga Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara menyatakan ini adalah penjajahan yang mengarah genosida identitas dan deislamisasi.

“Jadi saya melihat ini pertama adalah memang penjajahan yang mengarah pada genosida dalam arti genosida identitas dan yang kedua adalah deislamisasi,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Kamis (22/10/2020).

Menurutnya, anak-anak Muslim Uighur ini sengaja dipisahkan secara sistematis dari orang tuanya kemudian dicuci otaknya, dipaksa berbahasa mandarin dan dipaksa mempraktikkan nilai-nilai budaya Cina yang notabene bukan nilai Islam.

“Indikasinya jelas bahwa mereka tidak menginginkan anak-anak muda Uighur itu memegang akidah Islam,” tegasnya.

Ia juga mengatakan, belenggu investasi ekonomi dari Cina telah membungkam para penguasa Muslim untuk bersikap terhadap masalah Uighur ini. Sehingga pembelaan terhadap Muslim Uighur yang merupakan saudaranya menjadi nomor sekian jauh di bawah kepentingan ekonomi kapitalistik.

Menurutnya, ini semakin menunjukkan wajah sebenarnya penguasa Muslim yang memang tidak pernah berdiri untuk membela saudaranya. “Tentu saja sikap ini sangat tercela dalam Islam,” pungkasnya.

Seperti dilansir cnnindonesia.com dari The Guardian, Sabtu (17/10), anak-anak etnis minoritas di Xinjiang yang orang tuanya ditahan biasanya dititipkan di panti asuhan atau sekolah asrama dengan tingkat pengamanan tinggi. Yakni sistem pengamanan berlapis yang tidak mudah ditembus, pagar sekolah yang dialiri listrik, serta sistem pengawasan dan patroli menyeluruh yang terkomputerisasi.

Menurut Adrian Zenz, mereka yang tinggal di asrama akan diawasi ketat dan dipaksa untuk menggunakan bahasa Mandarin setiap waktu ketimbang bahasa ibu mereka.

Secara keseluruhan, kata Adrian Zenz, ada sekitar 880.500 anak-anak etnis minoritas di Xinjiang yang harus tinggal di asrama sepanjang 2019 mulai dari yang berumur setahun. Jumlah itu meningkat 76 persen dari dua tahun sebelumnya setelah pemerintah Cina memutuskan memperluas kamp-kamp tersebut.[] Agung Sumartono

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *