Cina Eksploitasi Google Sebarkan Propaganda Uighur, IMuNe: Islam Tak Boleh Jadi Objek Terus

 Cina Eksploitasi Google Sebarkan Propaganda Uighur, IMuNe: Islam Tak Boleh Jadi Objek Terus

Mediaumat.id – Terkait adanya eksploitasi mesin pencari Google oleh pemerintah Cina untuk menyebarkan propaganda Muslim Uighur, Direktur Institute Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara mengimbau agar umat Islam tidak boleh terus menjadi objek permainan mereka.

“Kaum Muslim harus punya agendanya sendiri, jangan terus ambil posisi menjadi penonton atau bahkan jadi objek yang bisa dipermainkan,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Rabu (1/6/2022).

Artinya, sambung Fika, agenda jangka panjang mewujudkan kekuatan politik global yang berdaulat dan menjadi perisai bagi kepentingan umat, harus senantiasa diusahakan. Termasuk dalam hal kedaulatan teknologi.

Pasalnya, upaya yang dilakukan Cina tersebut ia nilai sebagai kezaliman terhadap umat Islam. Bahkan bukan lagi level lokal satu negara saja, tetapi mengglobal. “Terbukti dari kolaborasi jahat antara Cina dan Google ini,” tandasnya.

Sebagaimana diberitakan, Cina menggandeng Google berikut alat-alat Barat serupa untuk memengaruhi pengguna di luar negeri.

Malah kata peneliti Brookings Jessica Brandt, dikutip CNet, Ahad (29/5), taktik pencarian Cina bertujuan untuk menegaskan dominasi naratif melalui propaganda eksternal yang ditujukan untuk audiens asing. Serta benar-benar memperhatikan kendala atau umpan balik audiens dengan jumlah besar tentang konspirasi yang ingin dicapainya.

Di antaranya, pemerintah Cina menempatkan unggahan yang diterbitkan negara tentang tersingkirnya Muslim Uighur dan virus asal-usul corona di bagian atas pencarian Google, YouTube, dan Bing.

Maka itu selain sebagai rezim pengintaian hibrid, Fika memandang upaya yang dilakukan Cina merupakan simbiosis mutualisme berupa kolaborasi antara kekuatan aktor negara dengan platform teknologi.

“Di era imperialisme 4.0 ini kapitalisme menjadikan teknologi sebagai alat surveilans (pengintaian) termasuk untuk menggiring dan memengaruhi opini publik,” terangnya.

Tidak Aneh

Upaya tersebut, kata Fika lebih lanjut, tidaklah aneh. Sebabnya, Cina berkeinginan untuk terus mempertahankan reputasi internasionalnya. “Google sendiri secara terbuka memang melayani permintaan penghapusan konten oleh banyak negara termasuk Indonesia,” ungkapnya.

Artinya, hubungan transaksional yang lazimnya terjadi dalam pola B2B (business to business), jenis usaha yang melibatkan dua entiti bisnis, kini menjadi B2G (business to government), yakni semacam e-commerce dengan konsumen suatu pemerintahan.

Lantaran itu setidaknya, menurut Fika, berita itu mampu memberikan pelajaran penting pada dua hal. Pertama, jangan terlalu bergantung dan lebih berhati-hati memanfaatkan platform teknologi yang ternyata dengan mudah bisa disetir oleh pemilik kuasa.

Kedua, rezim-rezim tiran seperti Cina, Amerika dan negara-negara Barat lainnya tidak segan menggunakan semua cara dan alat untuk mengamankan kekuasaannya, dalam hal ini penyebaran misinformasi.

Oleh karena itu, ia pun kembali mengajak umat untuk senantiasa menjadi pengguna yang punya literasi dengan tidak sekadar sebagai konsumen yang silau dengan brand atau jenis suatu produk bergengsi dari sebuah perusahaan di bawah nama tertentu.

“Kaum Muslim harus semakin cerdas memanfaatkan celah teknologi,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *