Chaos, Sambel, Kecap

Oleh: Mahfud Abdullah (Indonesia Change)

Saat masyarakat mengeluh atas kebijakan penguasa demokrasi, dari tahun ke tahun suara kerinduan akan tegaknya syariah Islam ini semakin keras dan keras meski media sekuler sangat minim dalam peliputan.” Ungkap pengamat politik internasional, Umar Syarifudin.

Pernyataan di atas menemukan realitasnya pada Reuni Aksi 212 yang memang minim peliputan oleh media massa arus utama, meski aksi-aksi umat Islam dituding (oleh pihak-pihak yang dengki) akan berpotensi timbulkan chaos – toh faktanya selalu terbalik. Aksi-aksi jutaan umat Islam seperti Reuni 212 selalu menemukan momentum berbeda namun substansinya sama, yaitu menuntut keadilan terhadap penista Islam. dan penistaan agama itu tidak berhenti sampai di situ.

Aksi Reuni 212 tahun 2018 menemukan momentum mengutuk pembakaran bendera tauhid yang sampai sekarang pun belum ada pengakuan bahwa ini adalah bendera tauhid. Publik menilai hukuman pada pelaku pembakaran tersebut adalah  penghinaan baru karena tidak pernah diakuinya pelaku melakukan pembakaran. Apalah artinya hukuman sepuluh hari dengan denda sepuluh ribu dan itu menurut kita adalah penghinaan baru bahwa tindakan itu seolah-olah tidak masalah karna tidak pernah diakui mereka melakukan pembakaran terhadap bendera tauhid, jadi mereka disalahkan karena kegaduhan, andai mereka tidak gaduh maka ia tidak salah.

Kita memang terus diuji dengan serangkaian tuduhan keji pada umat Islam oleh pembenci Islam. Namun kita patut ingat beberapa hal positif pada umat Islam adalah meningkatnya kesadaran umat, bahwa umat Islam Indonesia bisa satu suara untuk kepentingan agamanya. Sebuah kemajuan luar biasa ketika umat yang beragam ini bisa satu komando di bawah pekikan takbir dan kibaran panji Islam.

Nilai positif dan kemajuan ini bukanlah sesuatu yang kecil. Ia adalah capaian luar biasa di tengah derasnya pelemahan terhadap umat Islam oleh musuh-musuhnya. Kesatuan ini pasti akan bisa menjadi lebih hebat tatkala umat semakin kuat dengan formalisasi syariah Islam.

Meningkatnya publik yang menginginkan syariah Islam dijadikan aturan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti yang ditunjukkan dalam survei, harus dinilai sebagai sesuatu yang sangat positif. Syariah Islam itu berasal dari Allah SWT.  Artinya, kalau umat Islam menjalankan ini pasti akan memberikan kebaikan kepada umat Islam termasuk kepada negeri ini. Syariah jangan dianggap sebagai monster yang seolah-olah akan menghancurkan negeri ini.

Mengapa demikian? Sebab sejatinya segala problematika yang dihadapi oleh umat Islam saat ini, termasuk potensi dikuasainya umat oleh asing adalah akibat dari jauhnya umat dari syariah. Dan sudah jamak dipahami bersama bahwa Islam hanya akan jaya jika menjalankan syariat agamanya. Semakin jauh, semakin tak mengenal bagaimana pengaturan syariah menyelasaikan urusan kehidupan yang beraneka ragam.

Semakin dalam pula umat akan masuk pada aturan buatan manusia, yang mayoritas berasal dari Barat, yang kebanyakan berlawanan dengan ajaran syariat. Sehingga tidak salah jika dikatakan umat lemah tanpa syariat. Oleh karenanya, kesadaran umat akan pentingnya syariat inilah yang perlu terus disuarakan. Sadar bahwa sebenarnya kesatuan umat akan langgeng tatkala ikatan yang menyatukan mereka adalah ikatan aqidah. Aqidah yang sama-sama melahirkan kemauan kuat menjadikan Islam sebagai aturan formal. Menjadikan Islam dijalankan sebagai paket lengkap terlaksananya syariah.[]

Share artikel ini: