Catatan Aksi Umat 287

Oleh: KH Hafidz Abdurrahman
Subhanallah walhamdulillah wa la ilaha illa-Llah wa-Llahu akbar

Jum’at, 28 Juli 2017, umat Islam dari berbagai kalangan organisasi kembali berkumpul dalam Aksi Umat 287 untuk menolak Perpu 2/2017. Seperti biasanya, mereka berdatangan dari berbagai daerah karena panggilan iman.

Sebelumnya saya baca berita, bahwa aksi ini juga diikuti peserta dari Aceh. Ada juga dari Pangkalanbun, Samarinda, Malang, Surabaya, Bojonegoro, Banjar, dan sebagainya.

Suasana mulai terasa sejak dini hari. Meski Masjid Istiqlal baru dibuka sekitar pukul 06, sehingga mereka bisa masuk, dan membersihkan badan setelah perjalanan panjang. Saya sendiri datang ke Masjid terbesar di Asia Tenggara itu pukul 11.00 WIB.

Begitu sampai di depan pintu gerbang Masjid Istiqlal, beberapa peserta dari luar kota menghampiri saya. Mulai dari sekedar mengajak ngobrol hingga foto.

Yang membuat terharu, ketika shalat Jum’at selesai, Rayah dan Liwa’ raksasa sudah dibentangkan di lantai 2 Masjid. Diikuti gemuruh takbir. Saya terus terang tak kuasa menahan air mata. Karena merasa, bahwa ini bukan acara HTI, karena secara hukum HTI sudah dibubarkan penguasa. Tetapi umat begitu rupa membelanya

Tak lama setelah itu, saya turun bersama jamaah yang lain, dan ternyata sepanjang jalan Rayah dan Liwa’ memenuhi jalan-jalan, dibawa dan dikibarkan oleh peserta aksi. Yang membuat saya juga terharu, begitu keluar dari pintu gerbang Istiqlal, ibu-ibu telah siap membagikan makan siang dengan minuman air botol kemasan.

Tua, muda, pria dan wanita semua dalam satu gelombang. Mereka berjalan, berbaris rapi, sambil melantunkan istighfar, takbir dan tahlil. Jumlah mereka ada yang mengatakan ratusan ribu. Mereka semua berjalan menuju MK. Menuntut supaya Perpu Ormas yang zalim itu dicabut.

Rayah dan Liwa’ yang sebelumnya hendak dilarang, karena dianggap atribut HTI pun akhirnya berkibar. Begitu juga seruan Khilafah membahana, ketika Ustad Ismail Yusanto, menyampaikan orasinya. Pendek kata, Allah Maha Kuasa melakukan segalanya. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi. Begitulah jika Allah berkehendak.

Saya melihat simpati, dukungan dan pembelaan umat kepada HTI yang menjadi korban pertama rezim diktator ini begitu luar biasa. Mereka benar-benar tulus, mereka tergerak bukan karena dibayar, sebagaimana aksi pendukung Perpu, sehari sebelumnya.

Mereka merasa, bahwa HTI benar-benar telah dizalimi, dengan tuduhan dan vonis sepihak. Mereka benar-benar respek, simpati dan tulus membela HTI, karena selama ini HTI-lah yang peduli dan memperjuangkan nasib mereka. Saat BBM, TDL, dan semua beban hidup naik, HTI-lah yang berdiri terdepan membela hak-hak mereka.

Kini, setelah 19 Juli 2017 yang lalu, di saat berbagai masalah silih berganti menghampiri mereka, tak ada lagi yang menyuarakan masalah mereka. Tentu moment-moment seperti ini mengingatkan mereka kepada HTI, yang selama ini selalu membersamai mereka. Seolah tak ingin kehilangan HTI, kini mereka pun memberikan segalanya untuk membelanya.

Itulah yang membuat Menkopolhukam heran, “Mengapa HTI masih dibela, padahal sudah dibubarkan?” Hubungan umat dengan HTI tidak akan pernah dirasakan dan dipahami oleh sang Menteri. Hubungan yang dibangun dengan ikatan akidah, spiritual dan emosional.

Umat mengakui peran dan jasa-jasa HTI kepada mereka yang begitu luar biasa. Sesuatu yang dinafikan oleh sang Mentri. Bagaimana tidak, sekedar contoh, banyak orang yang puluhan tahun tidak shalat, dan tak tahu arti hidup, akhirnya menemukan semuanya melalui dakwah HTI. Ada juga yang terbebas dari narkoba, riba, dan kehidupan merusak lainnya, karena dakwah HTI. Pendek kata, HTI benar-benar di hati umat.

Begitulah, Allah Maha Kuasa, sanggup mengangkat dan memuliakan siapapun yang Dia kehendaki, dan menghinakan siapapun yang Dia kehendaki.

Wallahu a’lam.

Share artikel ini: