Butuh Pemimpin Adil, Bukan Pengkhianat
Oleh: Lukman Noerochim
Negeri ini ini butuh seorang pemimpin seperti Umar bin Abdul Aziz, dengan sistem pemerintahan yang juga mendukung untuk menghasilkan pemimpin semacam beliau. Sementara sistem demokrasi, yang memasung hak-hak Tuhan sebagai pengatur dan pencipta alam semesta beserta hukum-hukum yang terdapat di dalamnya.
Berikut adalah khutbah yang disampaikan oleh Umar bin Abdul Aziz tatkala dirinya dibai’at sebagai khalifah :
“Wahai hadirin sekalian, sesungguhnya tidak ada satu kitab suci apapun setelah Al-Qur’an, dan tidak akan ada Nabi setelah Muhammad. Ketahuilah bahwa saya bukan pembuat undang-undang. Saya hanyalah orang yang melaksanakan dan bukan pula orang yang membuat ajaran-ajaran baru (bid’ah), saya hanyalah sebagai pengikut. Saya bukan sebagai orang yang terbaik diantara kalian, justru saya adalah orang yang memikul beban demikian berat. Sesungguhnya seorang yang melarikan diri dari pemimpin yang zhalim, dia bukanlah orang yang zhalim. Ketahuilah, bahwa tidak ada ketaatan kepada makhluk apabila dia berada dalam maksiat.”
Kita semua merindukan sosok seperti Umar bin Abdul Aziz, guna mengatur urusan umat ini menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Bukan pemimpin yang hadir lewat pencitraan, atau pemimpin yang hanya datang bila ada kepentingan.
Rasulullah saw. bersabda:
Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menipu mereka, kecuali Allah mengharamkan surga untuknya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Penipuan tersebut antara lain bisa berwujud pengabaian terhadap hak-hak umat. Setiap penguasa yang melakukan hal ini dipandang telah menipu dan berkhianat kepada umat (Lihat: Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim).
Ancaman terhadap para penguasa dan pemimpin yang khianat tentu wajar belaka. Pasalnya, kekuasaan adalah amanah. Amanah adalah taklif hukum dari Allah SWT. Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “Pada dasarnya, amanah adalah taklif (syariah Islam) yang harus dijalankan dengan sepenuh hati…Jika ia melaksanakan taklif tersebut maka ia akan mendapatkan pahala di sisi Allah. Sebaliknya, jika ia melanggar taklif tersebut maka ia akan memperoleh siksa.” (Ibnu Katsir, Tafsîr Ibnu Katsîr, III/522).
Rasulullah saw. telah memperingatkan umatnya sejak 16 abad lalu, bahwa akan datang masa ketika umatnya akan dipimpin oleh orang-orang egois. Mereka adalah orang-orang yang mementingkan diri sendiri. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya akan muncul sepeninggalku sifat egois (pemimpin yang mengutamakan kepentingan diri sendiri) dan beberapa perkara yang tidak kamu sukai.” (HR Muslim).
Para pemimpin yang demikian boleh jadi mulutnya manis menebar pesona ketika berbicara di depan rakyatnya. Namun, hati dan kelakuan mereka busuk-sebusuknya laksana bangkai. Mereka sesungguhnya tidak lain adalah para pencuri harta rakyat. Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang sesudahku para penguasa yang memerintah kalian. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijak. Namun, setelah turun dari mimbar, mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai.” (HR ath-Thabrani).
Apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw. sekian abad yang lalu, kenyataannya banyak kita lihat di negeri ini. Kita bisa menyaksikan hal itu di jajaran eksekutif maupun legislatif pada semua tingkatan. Betapa banyak di antara pemimpin itu yang ramai-ramai mempertontonkan egoisme secara telanjang. Mulut mereka manis saat merayu rakyat agar dipilih sebagai pemimpin. Begitu berkuasa, tampaklah “belang” mereka. Mereka lebih mementingkan kepentingan diri sendiri, yaitu berusaha mempertahankan kekuasaan dan menumpuk-numpuk kekayaan. Adapun rakyat hanya digunakan sebagai ‘komoditi’ untuk mengejar dan mempertahankan jabatan.[]