Buntut Liberalisasi Energi, UIY Paparkan Tiga Level Kesadaran Harus Dibangun Umat
Mediaumat.id – Berkenaan dengan upaya penyadaran umat atas dampak sistemik dari liberalisasi sumber daya alam, energi, di antaranya penaikan harga BBM dan terbaru rencana penghapusan daya listrik 450 Volt ampere (VA), Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) memaparkan tiga level kesadaran yang harus dibangun umat.
“Saya sering mengatakan bahwa setidaknya ada tiga level kesadaran yang harus dibangun,” tuturnya dalam Perspektif PKAD: Tragis!!! Kenaikan Daya Listrik Bersubsidi 450 VA di Tengah Kenaikan BBM, Rabu (14/9/2022) di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.
Pertama, kesadaran mendasar mengenai perspektif ekonomi. “Bahwa kenaikan BBM ini mengakibatkan kenaikan harga-harga, inflasi dan itu akan menambah susah rakyat, betul itu,” ucapnya, seraya mengatakan kenaikan harga dimaksud termasuk buntut penghapusan daya listrik 450 VA menjadi 950 VA yang otomatis tagihan bulanan bakal ikut membengkak.
Dan karenanya, tuntutan seputar batalkan kenaikan harga BBM dan turunkan harga, menurut UIY, juga sudah betul.
Namun ia mengimbau agar tidak berhenti sampai di situ. Pasalnya, andai benar harga BBM diturunkan kembali atau rencana penghapusan daya listrik 450 VA tidak jadi dilakukan, proses yang menjadi pangkal dari seluruh kebijakan yang dilakukan oleh rezim tetap tidak berubah, yakni liberalisasi itu sendiri.
Dan karenanya pula, sasaran ‘tembak’ pun harus mengarah ke kesadaran yang kedua. “Tolak liberalisasi energi atau tolak liberalisasi migas,” tegasnya.
Ketiga, kesadaran politik. “Bagaimanapun (pengelolaan sumber daya energi) tetap dikendalikan oleh para politisi, oleh pemimpin negara yang paling tinggi sekalipun,” katanya.
Dengan kata lain, umat memang harus turut mencermati sepak terjang para pemimpin politik dimaksud terutama dalam hal mengurus kepentingan rakyat.
Diinformasikan sebelumnya, Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menyampaikan dalam rapat panja pembahasan RUU tentang APBN tahun anggaran 2023, Senin (12/9/2022), bahwa pemerintah dan Banggar DPR menyepakati untuk menghapus golongan listrik 450 VA dan kemudian dinaikkan menjadi 900 VA.
Menurutnya, kebijakan meningkatkan golongan listrik orang miskin dan rentan miskin ke 900 VA, karena 450 VA sudah tidak relevan lagi saat ini.
“Kita tingkatkan saja kebijakannya itu, bahwa untuk yang miskin, di bawah garis kemiskinan, yang rentan itu minimal 900 Volt ampere. Sementara terhadap yang 900 Volt ampere naikkan saja ke 1.200 Volt ampere, kalau tidak seperti itu kebijakan afirmasi kita, maka tetap saja 450 Volt ampere padahal itu sudah enggak zaman lagi,” kata Said.
Makanya andai benar daya listrik 450 VA dihapus, menurut UIY, momentum ini bisa menjadi kesempatan untuk menumbuhkan kesadaran tersebut.
Meski ia melihat, isu liberalisasi agak sedikit tertutupi karena memang sudah sangat lama. “Ini kan dulu kencang sekali di seputaran tahun 2000 itu ketika Serikat Pekerja PLN juga ramai-ramai menggeruduk gedung parlemen bahkan sampai ke MK, tapi selepas itu seperti seolah-olah hilang terlupakan,” tandasnya.
“Padahal ini hari justru sedang berjalan itu proses liberalisasi,” imbuhnya.
Kebijakan Zalim
Lantaran itu, UIY pun menyebut, cara-cara yang dilakukan pemerintah tersebut kebijakan yang zalim. Sebab sudah tidak lagi memperhatikan kepentingan dan hak rakyat untuk bisa menikmati sumber kekayaan alam yang luar biasa.
Padahal sesungguhnya, di negeri ini hampir enggak ada masalah dengan listrik. “Sumbernya banyak sekali kok. Mulai dari pembangkit listrik tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga uap batu bara bahkan tenaga nuklir,” ujarnya.
Namun secara PLN, monopoli dari sektor hulu ke hilir (vertikal) maupun horizontal dalam hal ini perusahaan yang tidak boleh menguasai wilayah kerja lain, sudah tidak ada lagi.
“Monopoli hulu hilir, monopoli vertikal maupun horizontal sudah tidak ada lagi,” sebutnya, tentang penguasaan sumber daya listrik yang kini lebih ke arah privatisasi (unbundling).
“Untuk perusahaan swasta kita bisa pahami. Lah ini negara kok bisa-bisanya negara membiarkan lahirnya peraturan yang melarang negara melakukan sesuatu yang diperlukan untuk rakyatnya. Kan aneh,” lugasnya.
Artinya, tidak puas ada subsidi untuk daya listrik dengan ampere rendah, maka golongan 450 VA rencananya bakal dihapus.
“Itu kan sama seperti halnya menghapus premium. Anggap aja kalau listrik itu premiumnya itu ya 450 Volt ampere itu dihapus,” terangnya.
Apalagi secara batu bara, bisa ia pastikan mereka bakal mendapat cuan dua kali. “Satu, mereka itu mendapatkan keuntungan luar biasa dari batu baranya. Kemudian yang kedua, dari penjualan batu bara ke listrik yang kemudian jadi listrik dijual lagi kepada konsumen,” urainya.
Sebagaimana diketahui, ungkapnya, tak kurang dari 400 juta ton dari penambangan sekitar 600 juta ton per tahun, ternyata dikuasai lebih banyak perusahaan swasta.
“Dalam pengamatan saya, Bukit Asam sebagai BUMN itu hanya menguasai kurang dari lima persen,” sesalnya.
Artinya selama lima tahun terakhir, domestic market obligation (DMO) yang lima persen tak pernah tercapai. “Kenapa? Karena DMO itu dihargai US$72 per ton. Sementara harga di luar sana kan sudah sampai US$450,” jelasnya.
Makanya tak aneh, pada Januari 2022, pemadaman listrik sempat mengancam Indonesia hanya dikarenakan cadangan batu bara kala itu sekitar 10 juta ton dari angka minimal aman kira-kira 29 juta ton.
“Kenapa bisa begitu? Ya, liberalisasi,” lontarnya.
Bagaimana bisa, ungkap UIY, sebagai negeri penghasil batu bara terbesar ketiga dunia, setelah India dan Cina, lebih dari 50 persen penguasaan tambang dimiliki oleh swasta.
Sehingga ia mengatakan, tidak ada bisnis di negeri ini yang mampu memberikan cuan sangat besar lebih dari bisnis batu bara.
Itulah mengapa Undang-Undang Nomor 4 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) Tahun 2009 diganti dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.
Menurut UIY, undang-undang pengganti itu telah memberikan kepastian perpanjangan kontrak kepada tujuh pemilik Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKB2B) yang menguasai 52 persen produksi batubara nasional dengan potensi 380 ribu hektare.
Bahkan sebagaimana keterangan dari Kementerian ESDM RI saat menyampaikan siaran pers dengan No: 246.Pers/04/SJI/2021 tertanggal 26 Juli 2021 kala itu, cadangan batu bara masih 38,84 miliar ton. Itu pun dengan asumsi bila tidak ada temuan cadangan baru.
Sehingga sekali lagi, ia menekankan, andai benar nanti ada penghapusan daya listrik 450 VA, sama halnya dengan penaikan harga BBM belum lama ini, akan menjadi bukti kesekian betapa liberalisasi selalu ‘memakan’ masyarakat kalangan bawah.
“Memang per porsi pemakaian pertalite itu dia lebih kecil daripada yang golongan kaya, tetapi per pengeluaran total, mereka lebih besar untuk BBM ketimbang orang kaya itu,” terangnya, sembari menyebutkan hal serupa terkait rencana penghapusan daya listrik 450 VA yang juga bakal menambah penderitaan rakyat bawah.[] Zainul Krian