[Buletin Kaffah No. 137, 23 Sya’ban 1441 H-17 April 2020 M]
PANDEMI Covid-19 masih terus menyelimuti dunia. Menurut laporan John Hopkins University pada 13 April, ada sekitar 1,8 juta lebih penduduk dunia terpapar virus Corona, dengan sekitar 114 ribu korban meninggal. Di Tanah Air, hingga 14 April jumlah korban terinfeksi mencapai 4.839 Positif, 426 sembuh dan 459 meninggal (Tirto.id, 14/4).
Wabah yang sudah menyebar ke 93 negara juga mengancam sektor ekonomi. Banyak keluarga kehilangan pendapatan. Aktivitas perekonomian terancam lumpuh. Sejumlah perusahaan menghentikan usahanya. Ada yang sementara waktu. Bahkan ada yang bangkrut.
Krisis Ekonomi
Pandemi Covid-19 memukul banyak sektor usaha manufakturing, wisata, restoran, perhotelan, transportasi, dll. Banyak perusahaan juga menghentikan usahanya karena khawatir penyebaran virus Corona. Mereka akhirnya merumahkan para pekerja. Bahkan banyak yang mem-PHK para karyawannya.
Di Tanah Air, Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan B Satrio Lelono mencatat jumlah pekerja yang terkena PHK dan dirumahkan mencapai 2,8 juta. Lonjakan PHK dan pekerja dirumahkan adalah dampak ekonomi akibat pandemi virus Corona.
Berdasarkan data Kemenaker, 212.394 pekerja dari sektor formal terkena PHK. Pekerja formal yang dirumahkan sebanyak 1.205.191 orang. Dari sektor nonformal, Kemenaker mencatat sekitar 282 ribu orang tak memiliki penghasilan.
Angka di atas bisa jadi lebih sedikit dibandingkan jumlah sebenarnya. Pasalnya, di Tanah Air banyak warga yang bekerja di sektor informal seperti pedagang kaki lima, pedagang keliling, dsb.
Pandemi Covid-19 memang membuat perekonomian warga terpukul jatuh. Masa pagebluk ini membuat banyak warga kesulitan mencari nafkah, terbelit utang, serta terancam kelaparan. Mereka yang semula punya mata pencaharian menjadi terjepit. Yang sudah sulit makin terbelit.
Sabar Itu Mulia
Kondisi yang tengah dihadapi umat hari ini persis sebagaimana yang diingatkan Allah SWT.:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Sungguh akan Kami uji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan serta kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Karena itu gembirakanlah orang-orang yang sabar (TQS al-Baqarah [2]: 155).
Dalam ayat tersebut Allah menggunakan lam dan nun tawkid pada frasa lanabluwannakum. Ini menunjukkan kepastian ujian bagi kaum Muslim. Allah SWT berkehendak menguji mereka dengan ragam musibah. Rasulullah saw. juga menegaskan:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ الزَّرْعِ لَا تَزَالُ الرِّيْحُ تُمِيْلُهُ، وَلَا يَزَالُ الْمُؤْمِنُ يُصِيْبُهُ الْبَلَاءُ
Perumpamaan seorang Mukmin bagaikan pohon yang selalu diterpa angin yang menggungcangkan dirinya. Seorang Mukmin akan senantiasa ditimpa dengan ujian (HR Muttafaq ‘alaih).
Imam Syarf ad-Din an-Nawawi memberikan penjelasan tentang maksud hadis di atas: Para ulama berkata, “Hadis itu bermakna bahwa orang Mukmin akan banyak mengalami kepedihan pada badannya, keluarganya ataupun hartanya. Namun, hal itu justru menjadi pelebur kesalahan-kesalahannya dan meninggikan derajatnya.” (An-Nawawi, Shahîh Muslim bi-Syarh al-Nawawî, 17/151).
Meski demikian, Allah SWT tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya didera ujian musibah tanpa tuntunan. Allah SWT mengajari hamba-Nya untuk senantiasa bersabar saat dihantam musibah. Orang-orang sabar akan mendapatkan petunjuk dan rahmat Allah SWT (QS al-Baqarah [2]: 157). Kesabaran adalah sebagian tanda ketakwaan hamba kepada Tuhannya (QS al-Baqarah [2]: 177).
Kesabaran menempati kedudukan yang agung di hadapan Allah SWT. Oleh karena itulah, Imam al-Hasan al-Bashri rahimahulLâh (31-110 H), berkata, “Kami telah mendapatkan ujian sebagaimana orang lain. Kami tidak melihat sesuatu pun yang lebih bermanfaat daripada sabar. Dengan sabar itu segala persoalan dapat diobati (dicarikan solusinya)…Tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih luas—kenikmatannya—daripada sabar.” (Abdul Majid bin Muhammad al-Khani an-Naqsabandi, Al-Hadâ’id al-Wardiyyah, hlm. 198).
Mereka yang tertimpa musibah Allah SWT perintahkan agar selalu mengingat-Nya dengan mengucapkan kalimat istirja’ sebagai tanda ridha atas hilangnya harta, keluarga, dll. Sebabnya, hakikatnya semua yang ada pada kita adalah milik Allah SWT. Nabi saw. bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
Tidaklah seorang Muslim ditimpa musibah, lalu mengucapkan kalimat seperti yang Allah perintahkan, “Inna lilLahi wa inna ilayhi raji’un’, ya Allah berilah aku pahala atas musibahku, dan beri pengganti untukku dengan sesuatu yang lebih baik darinya,” melainkan Allah akan memberi dia pengganti yang lebih baik.” (HR Muslim).
Empati dan Kasih Sayang
Musibah yang menimpa sebagian saudara seiman sepantasnya memunculkan rasa kasih sayang dan jiwa tolong-menolong pada sebagian Muslim yang lain. Demikianlah yang diperintahkan oleh Allah SWTdan Rasul-Nya. Itulah ciri setiap hamba yang ingin menjadi umat Muhammad saw. (QS Muhammad [47]: 48).
Begitu pentingnya kasih sayang kepada sesama Muslim Nabi saw. sampai mengingatkan bahwa tanpa kasih sayang maka tak sempurnalah keimanan seorang Mukmin.
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Tidaklah sempurna iman seseorang dari kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya (HR al-Bukhari).
Wujud kecintaan pada sesama Muslim adalah dengan memberikan perhatian, bantuan dan doa. Memberikan bantuan dan perhatian pada sesama Muslim memiliki kemuliaan amat besar di hadapan Allah SWT. Nabi saw. bersabda:
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ، وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا، وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا
Orang yang paling Allah cintai adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Amalan yang paling Allah cintai adalah membahagiakan orang Muslim, mengangkat kesusahan dari dirinya, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya lebih aku cintai daripada beritikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) selama sebulan penuh (HR ath-Thabarani).
Amal-amal yang disebutkan dalam hadis di atas adalah amal yang amat dinanti oleh banyak Muslim pada masa pagebluk ini. Betapa banyak Muslim yang berduka karena musibah ini. Mereka ditimpa kesusahan, kelaparan dan utang yang sulit dibayar karena mereka kehilangan pendapatan. Dalam kondisi semacam ini, kita diingatkan oleh sabda Nabi saw.:
مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَـرَ مُسْلِمًـا، سَتَـرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Siapa saja yang menghilangkan kesusahan dunia dari seorang Mukmin, pasti Allah menghilangkan dari dia kesusahan pada Hari Kiamat. Siapa saja yang memudahkan urusan orang yang kesulitan (khususnya dalam masalah hutang), pasti Allah ‘Azza wa Jalla memudahkan bagi dia (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menutupi aib seorang Muslim, pasti Allah menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya(HR Muslim).
Nabi saw. pun mengingatkan:
مَا آمَنَ بِي مَنْ بَاتَ شَبْعَانًا وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَهُوَ يَعْلَمُ بِهِ
Tidaklah beriman kepadaku orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan sampai ke lambungnya. Padahal ia (orang yang kenyang itu) tahu (HR ath-Thabarani).
Umat Muhammad saw. bukanlah umat yang egois, yang mementingkan diri sendiri tanpa peduli pada sesama. Hati seorang Muslim seharusnya tergerak untuk menolong saudaranya yang kesusahan.
Namun demikian, pihak yang paling bertanggung jawab atas kehidupan rakyat tentu adalah para pemimpin. Mereka harus bekerja keras bukan saja menanggulangi bencana wabah penyakit, tetapi juga menjamin kebutuhan hidup masyarakat. Negara harus mengutamakan keselamatan jiwa rakyat ketimbang berbagai program pembangunan, apalagi investasi asing. Inilah yang diingatkan Nabi saw.:
فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Pemimpin masyarakat adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR Muslim).
Semoga Allah SWT segera mengangkat wabah ini dari negeri-negeri kaum Muslim, menyelamatkan umat Muhammad saw., menghilangkan para pemimpin zalim serta bersegera mengganti mereka dengan para khalifah yang adil dan sungguh-sungguh berkhidmat mengurus umat dengan menerapkan syariah-Nya yang agung! []
Hikmah:
Allah SWT berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhan kalian. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Bumi Allah itu luas. Sungguh hanya orang-orang yang bersabarlah yang diberi pahala tanpa batas.”
(TQS az-Zumar [39]: 10). []