[Buletin Kaffah_066_15 Rabiul Awwal 1440 H — 23 November 2018 M]
Nabi Muhammad saw. diutus dengan membawa risalah Islam. Perumpamaan Nabi Muhammad saw. dengan para nabi sebelumnya disabdakan oleh beliau sendiri:
إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ، إِلاَّ مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ. فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ: هَلاَّ وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ. قَالَ: فَأَنَا اللَّبِنَةُ، وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ.
“Sungguh perumpamaanku dengan para nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah. Lalu dia memperbagus dan memperindah bagunan itu, kecuali tempat satu bata yang berada di pojok (rumah tersebut). Kemudian orang-orang mengelilingi bangunan itu dan terkagum-kagum dengannya sambil berkata, Alangkah baiknya jika batu bata ini diletakkan (di tempatnya).” Beliau bersabda, “Akulah batu-bata itu dan aku adalah penutup para nabi.” (HR al-Bukhari).
Dua Keutamaan Rasulullah saw.
Banyak keutamaan yang melekat pada pribadi Rasulullah saw. dan risalah Islam yang beliau bawa. Sebagai pribadi, Allah SWT dan para malaikat bershalawat untuk beliau:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepada dia (TQS al-Ahzab [33]: 56).
Maknanya, Allah SWT memberkahi Nabi saw., sementara para malaikat senantiasa memohon ampunan-Nya untuk beliau.
Allah SWT memberi Rasulullah saw. dua keistimewaan yang tidak Dia berikan kepada para nabi sebelumnya. Pertama: Agama Islam yang bersifat universal. Berlaku bagi semua umat manusia, tanpa kecuali. Allah SWT. berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada seluruh umat manusia, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak tahu (TQS Saba [34]: 28).
Nabi saw. pun bersabda:
كَانَ النَّبِىُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً
Nabi (sebelumku) diutus kepada kaumnya semata, sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia (HR al-Bukhari).
Dengan begitu segenap umat manusia wajib mengimani kenabian beliau. Mereka wajib memeluk Islam serta meninggalkan agama mereka. Nabi saw. bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
Demi Zat Yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah dari umat ini baik Yahudi atau Nasrani mendengar tentang aku, kemudian dia mati dan tidak mengimani apa saja yang dengan itulah aku diutus, kecuali ia termasuk ahli neraka (HR Muslim).
Kedua, risalah yang mengandung rahmat bagi seluruh alam semesta. Allah SWT. berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta (TQS al-Anbiya [21]: 107).
Menurut Imam ath-Thabari, rahmat ini berlaku tidak saja bagi kaum Muslim, namun juga bagi seluruh umat manusia.
Wajib Mengikuti Syariah Islam
Bagi kaum Muslim, kecintaan kepada Nabi saw. tidak hanya ditujukan pada pribadi beliau, tetapi juga pada risalah yang beliau bawa. Kesempurnaan iman seorang Muslim hanya bisa diraih dengan menundukkan hawa nafsunya pada syariah yang Rasulullah saw. bawa. Beliau bersabda:
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
Belum sempurna keimanan salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya tunduk pada apa yang aku bawa (Ibnu Bathah, Al-Ibânah al-Kubrâ, 1/298).
Suatu ketika Rasulullah saw. membagikan harta ghanîmah pasca Perang Hunain. Tiba-tiba ada seseorang yang menuduh beliau tidak adil. Ia kemudian berkata, “Berbuat adillah, wahai Muhammad!”— atau—“Bertakwalah engkau, wahai Muhammad!” Rasulullah saw. berkata kepada orang itu:
وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ؟ لَقَدْ خِبْتُ وَخَسِرْتُ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ
“Celaka kamu! Siapakah yang akan berbuat adil jika aku tidak berbuat adil?! Sungguh aku akan merugi jika aku tidak berbuat adil.” (HR al-Bukhari).
Menuduh Nabi saw. tidak adil tentu sebuah sikap lancang. Pasalnya, Allah SWT sendiri menegaskan bahwa segala ucapan dan tindakan Rasulullah saw. adalah wahyu, tidak berasal dari hawa nafsunya:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)
Tidaklah yang dia (Muhammad) ucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang Allah wahyukan (kepada dia) (TQS an-Najm [53]: 3-4).
Karena itu jika ada orang yang menuduh Nabi saw. tidak adil, sama saja dengan menuduh Allah SWT—yang menurunkan wahyu kepada beliau—tidak adil. Hal ini merupakan cacat besar dalam akidah seorang Mukmin.
Itulah mengapa sikap patuh pada semua hukum yang Rasulullah saw. bawa senantiasa tampak dalam kehidupan para sahabat. Mereka tidak pernah menyelisihi apa saja yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw. Imam Muslim meriwayatkan bahwa ketika orang-orang melihat Nabi saw. melepas sekaligus membuang cincin emas yang beliau pakai—karena ada ketetapan haram lelaki memakai cincin emas—para sahabat pun bersegera melepas dan membuang cincin emas mereka.
Para sahabat juga bersegera mengerjakan semua perintah Allah SWT dan Rasulullah saw. baik dalam masalah keharaman khamr, pembatasan jumlah istri hanya sampai empat, larangan menikah dengan wanita musyrik, kewajiban berjilbab bagi para Muslimah, dll. Kecintaan mereka kepada Nabi saw. ditunjukkan dengan ketaatan sepenuh hati pada syariah Islam.
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sungguh jawaban kaum Mukmin itu, jika diseru (untuk taat) kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum (mengadili) mereka, ialah ucapan. “Kami mendengar dan kami patuh”. Mereka itulah orang-orang yang beruntung (TQS an-Nur [24]: 51).
Menuding Syariah Islam
Karena itu setiap Muslim sudah sepantasnya marah kepada siapa saja yang menistakan hukum-hukum Islam. Belakangan, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie, menyatakan tekad partainya untuk tidak mendukung perda-perda syariah. Ia beranggapan perda syariah berpotensi meresahkan dan memecah-belah. “Karena Indonesia sejak awal beragam. Kalau kita enggak jadi payung dan menjaga keberagamannya ini maka nantinya kita bisa menjadi Suriah, Irak dan semuanya enggak untung,” lanjutnya. Ia merujuk pada busana Muslimah yang diwajiban di berbagai sekolah negeri yang bernuansa diskriminatif.
Tudingan seperti ini biasa dilontarkan kaum orientalis dan para pengikutnya yang membenci ajaran Islam. Ucapan mereka tertolak karena dua hal: Pertama, ajaran Islam justru bersifat universal dan memberikan perlindungan pada semua kalangan, termasuk non-Muslim. Syariah Islam melindungi akal, agama, kehormatan, harta, keturunan, keamanan, negara dan jiwa manusia.
Dalam syariah Islam, kalangan non-Muslim dipersilakan melaksanakan ibadah, makan-minum, berpakaian dan pernikahan sesuai dengan agama dan keyakinan mereka.
Mereka juga diperlakukan sama di hadapan hukum sebagaimana kaum Muslim. Terlarang bagi siapapun memaksa melepas agama mereka, merusak kehormatan, harta dan darah mereka. Nabi saw. bersabda:
مَنْ آذَى ذِمِيًّا فَأَنَا خَصْمُهُ وَ مَنْ كُنْتُ خَصْمُهُ خَصَمْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Siapa saja yang mencederai seorang kafir dzimmi, maka saya adalah musuhnya. Siapa saja yang memusuhi saya akan saya musuhi nanti pada Hari Kiamat.” (HR al-Khatib).
Kedua, secara historis hukum-hukum Islam justru terbukti mampu memelihara dan merawat kerukunan umat manusia hampir selama 14 abad. Pada saat hijrah pertama kali ke Madinah, kaum Muslim dan Rasulullah saw. hidup berdampingan bersama kaum musyrikin, Nasrani dan Yahudi.
Di Mesir kaum Kristen Koptik tetap terjaga pada saat pasukan Islam yang dipimpin Amr bin al-Ash menaklukkan Mesir. Terbukti keberadaan mereka masih eksis hingga hari ini.
Spanyol, pada saat dipimpin oleh kaum Muslim, dikenal dalam sejarah sebagai negara dengan tiga agama: Islam, Nasrani dan Yahudi. Spanyol baru mengalami masa diskriminasi dan berdarah-darah justru setelah jatuh ke tangan Ratu Isabela yang memaksa kaum Muslim dan bangsa Yahudi memeluk agama Kristen.
Seorang sejarahwan Barat, Will Durant, dengan baik mengambarkan kondisi ini. Di dalam bukunya, The Story of Civilization, secara jujur ia menyatakan: ”Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi siapapun yang memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka.”
Khatimah
Begitulah Islam dan syariahnya. Pasti akan selalu membawa berkah, bukan masalah. Oleh karena itu, mari tunjukkan kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menaati, membela dan memperjuangkan syariah-Nya. Hanya dengan itulah kita akan dimuliakan dan diberi rahmat-Nya. []
Hikmah:
Allah SWT berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
Orang-orang kafir itu, kecelakaanlah bagi mereka, dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian karena sungguh mereka membenci apa saja yang telah Allah turunkan (al-Qur-an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka (TQS Muhammad [47]: 8-9). []