[Buletin Kaffah no. 40, 25 Sya’ban 1439 H – 11 Mei 2018 M]
Ramadhan sebentar lagi. Kedatangannya tinggal menghitung hari. Setiap Muslim tentu harus mempersiapkan diri secara optimal agar bisa meraih sukses pada bulan penuh berkah ini.
Berdasarkan nas-nas syariah, sukses Ramadhan bagi seorang Muslim bisa dilihat dalam beberapa aspek. Pertama: Sukses meraih ampunan Allah SWT. Rasul saw. bersabda:
« رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَىَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ »
Sungguh rugi seseorang yang ketika (nama)-ku disebut di sisinya, dia tidak bershalawat atasku. Sungguh rugi seseorang yang bertemu dengan Ramadhan, lalu Ramadhan berlalu darinya sebelum dosa-dosanya diampuni. Sungguh rugi seseorang yang mendapati kedua orangtuanya dalam keadaan renta, tetapi keduanya tidak (menjadi sebab yang) memasukkan dia ke dalam surga (HR at-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim).
Kedua: Sukses meraih kebaikan Lailatul Qadar. Rasul saw. bersabda:
«إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ»
Sungguh bulan (Ramadhan) ini telah datang kepada kalian. Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang tidak mendapatkan (kebaikan)-nya maka dia tidak mendapat kebaikan seluruhnya. Tidak ada yang diharamkan dari kebaikannya kecuali orang yang bernasib buruk (HR Ibnu Majah).
Ketiga: Sukses meraih secara maksimal keutamaan pahala amal salih yang dilipatgandakan seperti yang Allah SWT janjikan. Jika kesempatan terbatas itu terlewatkan, tentu itu merupakan kerugian. Karena itu sudah seharusnya setiap Muslim memperbanyak amal shalih selama Ramadhan. Bentuknya bisa berupa: tadarus al-Quran; memperbanyak shalat sunnah; membayar zakat dan meningkatkan sedekah; iktikaf, qiyamul lail, amar makruf nahi mungkar; dan amal-amal taqarrub lainnya. Namun demikian, amal shalih yang paling utama di sisi Allah SWT adalah apa saja yang Dia wajibkan. Dalam sebuah hadis Qudsi Allah SWT berfirman:
مَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِمِثْلِ مَا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
Tidaklah hamba-Ku bertaqarub kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih utama daripada apa yang Aku fardhukan atas dirinya. Hamba-Ku terus bertaqarrub kepada-Ku dengan amal-amal nawafil hingga Aku mencintai dirinya (HR al-Bukhari, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).
Karena itu amal-amal fardhu tentu harus diprioritaskan sebelum amal-amal sunnah. Ibn Hajar al-‘Ashqalani menyatakan di dalam Fath al-Bari, sebagian ulama besar mengatakan, “Siapa saja yang fardhunya lebih menyibukkan dia dari nafilah-nya maka dia dimaafkan. Sebaliknya, siapa yang nafilah-nya menyibukkan dia dari amal fardhunya maka dia telah tertipu.”
Keempat: Sukses dalam merealisasi hikmah pensyariatan puasa, yakni mewujudkan ketakwaan, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 183).
Kunci Sukses Ramadhan
Sukses Ramadhan harus ditempuh melalui dua pendekatan. Pertama, meninggalkan segala perkara yang haram atau sia-sia. Tentu yang pertama harus ditinggalkan adalah apa saja yang membatalkan puasa dan apa saja yang bisa menggagalkan pahala puasa. Rasul saw. bersabda:
«الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِى الصِّيَامُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا»
Puasa itu perisai. Karena itu janganlah seseorang berkata keji dan jahil. Jika ada seseorang yang menyerang atau mencaci, katakanlah, “Sungguh aku sedang berpuasa,” sebanyak dua kali. Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, bau mulut orang berpuasa lebih baik di sisi Allah ketimbang wangi kesturi; ia meninggalkan makanannya, minumannya dan syahwatnya demi Diri-Ku. Puasa itu milik-Ku. Akulah Yang lansung akan membalasnya. Kebaikan (selama bulan puasa) dilipatgandakan sepuluh kali dari yang semisalnya (HR al-Bukhari).
Kedua, menunaikan perkara-perkara wajib maupun sunnah. Yang utama tentu menunaikan puasa, kemudian qiyamul lail dengan dilandasi keimanan dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT. Rasul saw. bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa saja yang berpuasa Ramadhan dan menghidupkan Ramadhan dengan dilandasi keimanan dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. Siapa saja yang menghidupkan Lailatul Qadar dengan dilandasi keimanan dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT niscaya diampuni dosanya yang telah lalu (HR at-Tirmidzi).
Hadis ini sekaligus menunjukkan cara sukses meraih kebaikan Lailatul Qadar, yaitu menghidupkan malam tersebut dengan memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT.
Mewujudkan Takwa
Takwa bisa dimaknai sebagai kesadaran akal dan jiwa serta pemahaman syar’i atas kewajiban mengambil halal dan haram sebagai standar bagi seluruh aktivitas, yang diwujudkan secara praktis (‘amali) di dalam kehidupan. Menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, makna firman Allah SWT ”la’allakum tattaqun” yakni agar dengan puasa itu Allah mempersiapkan kalian untuk meraih takwa, yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya (Al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, I/80).
Hal senada dinyatakan oleh Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim.
Selain menjadi hikmah puasa yang mesti diraih oleh setiap individu Muslim, takwa juga harus terwujud di dalam keluarga dan masyarakat. Kunci mewujudkan ketakwaan individu, keluarga maupun masyarakat tidak lain dengan menerapkan syariah Islam secara formal dan menyeluruh (kaffah). Penerapan syariah Islam secara secara formal dan menyeluruh menjadi kunci mewujudkan keimanan dan ketakwaan penduduk negeri. Penduduk negeri yang beriman dan bertakwa adalah mereka yang secara bersama-sama melaksanakan seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan-Nya. Mereka secara bersama-sama menjadikan hukum-hukum Allah, yakni syariah Islam, untuk mengatur kehidupan mereka.
Dalam pandangan Islam, penerapan syariah secara formal dan menyeluruh jelas memerlukan institusi negara. Negaralah pihak yang menerapkan syariah secara formal dan menyeluruh di bawah pimpinan seorang imam atau khalifah yang dibaiat oleh umat. Keberadaan imam/khalifah yang dibaiat oleh umat ini merupakan perkara wajib berdasarkan sabda. Rasul saw.:
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa saja yang mati, sementara di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah/Imam), maka matinya adalah mati jahiliah (HR Muslim).
Hadis ini jelas menegaskan kewajiban mengangkat seorang khalifah. Dengan kata lain, hadis ini menegaskan kewajiban menegakkan Khilafah. Imam al-Qurthubi, ketika menafsirkan QS al-Baqarah ayat 30, menegaskan bahwa tidak ada perbedaan pendapat di kalangan umat, juga di kalangan para imam, atas kewajiban mengangkat imam atau khalifah ini.
Hal senada ditegaskan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haytami, “Ketahuilah, para Sahabat ra. telah berijmak bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah zaman kenabian berlalu adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan perkara tersebut sebagai kewajiban paling penting saat mereka lebih menyibukkan diri dengan itu seraya menunda penguburan jenazah Nabi saw.” (Al-Haytami, Ash-Shawa’iq al-Muhriqah, I/25).
Sebagai sebuah kewajiban, mengangkat khalifah atau menegakkan Khilafah yang menerapkan syariah Islam termasuk amal taqarrub yang paling agung atau paling utama (Ibnu Taimiyah, As-Siyasah asy-Syar’iyyah, hlm. 161).
Karena termasuk kewajiban yang paling agung dan paling penting, maka aktivitas dakwah dan perjuangan untuk mewujudkan seorang imam/khalifah yang dibaiat oleh umat, yakni menegakkan Khilafah, harusnya masuk dalam daftar amal paling utama yang harus dilakukan olah kaum Muslim pada bulan Ramadhan agar sukses Ramadhan benar-benar bisa diraih. WalLah a’lam bi ash-shawab. []
Hikmah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian hukum qishâsh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, budak dengan budak dan wanita dengan wanita. Siapa saja yang mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat/denda) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian adalah keringanan dan rahmat dari Tuhan kalian. Siapa saja yang melampaui batas sesudah itu maka bagi dia siksa yang sangat pedih (TQS al-Baqarah [2]: 178). []