[Buletin Kaffah] Konsekuensi Tauhid

[Buletin Kaffah No. 10_23 Muharram 1439 H_13 Oktober 2017 M]

Tauhid diambil kata dalam bahasa Arab: wahhada-yuwahhidu-tawhid[an]; artinya mengesakan atau menunggalkan. Tauhid satu suku kata dengan kata wâhid (satu) atau kata ahad (esa). Dalam ajaran Islam tauhid berarti keyakinan akan keesaan Allah SWT. Kalimat tauhid ialah kalimat Lâ ilâha illalLâh yang berarti: Tidak ada Tuhan selain Allah. Demikian sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT sendiri dalam firman-Nya:

وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ

Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (TQS al-Baqarah [2]: 163).

Islam adalah satu-satunya agama tauhid. Artinya, tidak ada agama tahuid  selain Islam. Memang, agama Yahudi dan Nasrani sebelumnya juga merupakan agama tauhid. Namun, pada perkembangan selanjutnya, kedua agama ini menyimpang dari ajaran aslinya. Yahudi, misalnya, berpendapat bahwa Uzair adalah anak Allah SWT. Kristen pun berpendapat bahwa Isa al-Masih itu anak Allah SWT. Inilah yang dicela secara tegas oleh Allah SWT dalam al-Quran:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ

Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu anak Allah.” Orang-orang Nasrani berkata, “Al-Masih itu putra Allah.” Demikianlah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling? (TQS at-Taubah [9]: 30).

Dengan demikian agama Yahudi maupun Kristen telah mengalami distorsi (penyimpangan) luar biasa dalam tauhid. Wajarlah jika Allah SWT menegaskan bahwa para penganut agama Nasrani (Kristen) adalah kafir:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ

Sungguh telah kafirlah orang-orang yang berpendapat bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga. Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Maha Esa (TQS al-Maidah [5]: 73).

Berdasarkan ayat di atas, konsep trinitas dalam Kristen jelas menyalahi konsep tauhid dalam Islam.

Selain para penganut Kristen, Allah SWT pun memvonis kafir para penganut agama Yahudi maupun kaum musyrik.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ (6)

Sungguh orang-orang kafir itu—baik Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) maupun kaum musyrik—berada di Neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah manusia yang paling buruk (TQS al-Bayyinah [98]: 6).

Karena itu siapapun yang menganggap sama konsep trinitas—atau konsep-konsep dalam keyakinan agama lain—dengan konsep tauhid jelas telah menyimpang dari ketentuan Allah SWT dalam al-Quran. Padahal jangankan manusia secara umum, Rasulullah saw.—yang notabene kekasih Allah SWT—pun “diancam” dengan ancaman keras seandainya beliau memiliki pendapat yang menyimpang dengan apa yang telah Allah SWT gariskan dalam al-Quran.

وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ (44) لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ (45) ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ (46) فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ (47) وَإِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِينَ (48) وَإِنَّا لَنَعْلَمُ أَنَّ مِنْكُمْ مُكَذِّبِينَ (49)

Andai Muhammad mengada-adakan sebagian perkataan atas nama Kami, niscaya Kami benar-benar akan memegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami akan memotong urat tali jantungnya. Sekali-kali tidak ada seorang pun dari kalian yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu. Sungguh al-Quran itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. Sungguh kami benar-benar mengetahui bahwa di antara kalian ada orang yang mendustakan al-Quran (TQS al-Haqqah [69]: 41-48).

Konsekuensi Tauhid

Ada beberapa konsekuensi tauhid yang harus dipegang teguh oleh setiap Muslim antara lain. Pertama, setiap Muslim harus meyakini betul, tanpa ragu, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (Lâ ilâha illâlLâh); sekaligus mengingkari thâghût (segala sesuatu selain Allah SWT). Inilah yang Allah SWT tegaskan dalam al-Quran:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Siapa saja yang mengingkari thâghût dan mengimani Allah, ia berarti telah berpegang pada tali yang amat kuat, yang tidak akan terputus (TQS al-Baqarah [2]: 256).

Seorang Muslim haram menyekutukan Allah SWT atau mengadakan tandingan bagi Diri-Nya. Allah SWT berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ

Di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mereka mencintai Allah (TQS al-Baqarah [2]: 165).

Rasulullah saw. juga menegaskan:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَجْعَلُ لِلَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ

Siapa saja yang mati, sementara dia mengadakan tandingan bagi Allah, dia masuk neraka (HR Abu Dawud).

Kedua, setiap Muslim wajib mengikhlaskan setiap aktivitas atau amal ibadahnya semata-mata karena Allah SWT.

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus (TQS al-Bayyinah [98]: 5).

Ketiga, setiap Muslim dituntut hanya menyembah atau mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT saja seraya menjauhi thâghût. Dalam al-Quran Allah SWT berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Sungguh Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah thâghût itu.” (QS an-Nahl [16]: 36).

Ibadah tentu tidak hanya diwujudkan dalam kegiatan ritual seperti shalat, shaum, haji, membaca al-Quran, zikir atau doa semata. Ibadah juga wajib diwujudkan dalam bentuk ketaatan total pada seluruh aturan Allah SWT sebagai satu-satunya Zat yang diibadahi. Karena itu seorang Muslim tidak boleh berhukum pada selain hukum Allah SWT. Ketundukan dan ketaatan pada hukum-hukum atau aturan-aturan yang bertentangan dengan wahyu Allah SWT dianggap sebagai bentuk penyembahan (ibadah) kepada pembuat hukum-hukum atau aturan-aturan tersebut. Inilah yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Quran:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ

Mereka telah menjadikan para pendeta dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah (TQS at-Taubah [9]: 31).

Ketika Rasulullah saw. membaca ayat ini dan didengar oleh Adi bin Hatim (yang saat itu masih bergama Nasrani), Adi bin Hatim berkata, “Sungguh kami tidak pernah menyembah mereka (para pendeta kami).” Rasulullah saw. menanggapi, “Bukankah mereka itu telah mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, lalu kalian ikut mengharamkannya? Bukankah mereka itu telah menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, lalu kalian pun ikut menghalalkannya?” Adi menjawab, “Benar!” Beliau lalu bersabda, “Itulah wujud penyembahan (ibadah) mereka (para penganut Yahudi dan Nasrani) kepada para pendeta dan para rahib mereka!” (HR at-Tirmidzi).

Keempat, setiap Muslim hanya boleh berhukum dengan hukum Allah SWT; haram berhukum dengan selain hukum-Nya. Allah SWT berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Tidakkah patut bagi Mukmin laki-laki dan tidak pula bagi Mukmin perempuan, jika  Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (QS al-Ahzab [33]: 36).

Allah SWT pun berfirman:

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah (TQS Yusuf [10]: 40).

Terakhir, setiap Muslim dituntut untuk masuk Islam secara kâffah dengan menjalankan seluruh aturan dan hukumnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (208)

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara total, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).

Alhasil, konsekuensi tauhid adalah tunduk, patuh dan taat hanya kepada Allah SWT dengan menjalankan seluruh syariah-Nya secara total. Syariah Allah SWT hanya mungkin diterapkan secara total dalam sistem pemerintahan Islam, yakni: Khilafah ‘ala minhâj an-Nubuwwah. []

Hikmah:

Allah SWT berfiman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا (116)

Sungguh Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan akan mengampuni dosa selain syrik bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Siapa saja yang menyekutukan Allah, sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (TQS an-Nisa’ [4]: 116).

Abu Dzarr ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي فَبَشَّرَنِي أَنَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ

Sesungguhnya Jibril pernah datang kepadaku. Ia lalu menyampaikan kabar gembira bahwa siapa saja yang mati di kalangan umatku dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan apapun, ia masuk surga (Al-Baihaqi, As-Sunan al-Kubrâ, 10/319).

Share artikel ini: