[Buletin Kaffah No. 175, 24 Jumada al-Ula 1442 H-8 Januari 2021 M]
Setiap perintah Allah SWT pasti membawa kebaikan dan kemanfaatan. Setiap larangan-Nya pasti membawa keburukan dan kemadaratan. Untuk memastikan hukum Allah SWT tegak, Islam memiliki perangkat berupa dakwah dan amar makruf nahi mungkar (menyerukan kebaikan dan melarang kemungkaran) yang wajib dijalankan.
Pelaku kemungkaran atau kezaliman bisa siapa saja. Individu, kelompok atau penguasa. Kemungkaran individu, menurut Imam al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, bermacam-macam dan berbagai tempat. Kemungkaran bisa terjadi di masjid, di pasar, di jalanan, dan sebagainya. Dalam konteks kekinian, tentu tempat kemungkaran itu semakin luas dan banyak. Bisa di tempat rekreasi, tempat hiburan, hotel, penginapan, salon, kafe, bioskop, kampus dan sebagainya.
Kemungkaran juga bisa dilakukan secara berkelompok, misalnya kemungkaran segerombolan perampok. Contoh lain adalah kelompok sekular yang menyebarluaskan ide, program atau langkah yang menyalahi Islam. Mereka juga mengadopsi ide liberal yang menafsirkan Islam agar tunduk pada kaidah-kaidah ideologi kapitalisme-sekular.
Kemungkaran bisa juga dilakukan oleh penguasa. Bahkan dengan kadar yang jauh lebih besar dan lebih luas. Misalnya, saat penguasa menjadikan sekularisme sebagai dasar kehidupan bernegara. Mereka menolak syariah Islam. Mereka menjalankan sistem demokrasi dalam bidang politik dan sistem kapitalisme dalam bidang ekonomi. Mereka pun melakukan kriminalisasi kepada ulama dan organisasi Islam dengan cap radikal.
Keutamaan Amar Makruf Nahi Mungkar
Amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban penting dalam Islam dan mengandung banyak keutamaan. Di antara keutamaannya, amar makruf nahi mungkar merupakan ciri khas kaum Mukmin sekaligus menjadi ciri umat terbaik. Allah SWT berfirman: