[Buletin Kaffah] Iman, Kepatuhan, dan Pembelaan Terhadap Dakwah

[Buletin Kaffah no. 08, 9 Muharram 1439 H/29 September 2017 M]

Ada tiga ideologi yang berkembang di dunia ini yakni: Islam, Komunisme-Sosialisme, Kapitalisme-Liberalisme. Ketiganya mencerminkan pertarungan antara kebenaran (al-haqq) dan kebatilan (al-bâthil). Ketiganya tegak di atas asas atau akidah yang bertentangan satu sama lain.

Islam tegak di atas asas akidah Islam. Akidah Islam tegak di atas keimanan tentang keberadaan Allah SWT dan keesaan-Nya. Dialah Al-Khâliq Yang Azali. Akidah Islam menuntut pemeluknya untuk mengesakan Allah SWT sebagai satu-satunya Zat Yang wajib disembah dan diibadahi.

Kapitalisme-Liberalisme tegak di atas asas akidah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Sekularisme mengakui keberadaan Tuhan (agama), namun menolak peran Tuhan (agama) dalam mengatur kehidupan. Dengan kata lain, agama diakui sebatas sebagai sebuah keyakinan, ritualitas dan moralitas belaka. Pandangan demikian juga berlaku untuk Islam. Dalam arti, oleh kaum sekular, Islam pun diperlakukan sama dengan agama-agama lain; sebatas sebagai sebuah keyakinan, ritualitas dan moralitas belaka; bukan sebagai sebuah ideologi yang memiliki seperangkat aturan kehidupan.

Adapun Komunisme-Sosialisme tegak di atas asas materialisme (ateisme). Dalam praktiknya, Komunisme bukan hanya tidak mengakui keberadaan Tuhan (agama), tetapi bahkan anti Tuhan (anti agama). Dalam pandangan orang-orang komunis, agama adalah “candu” atau “minuman keras” spiritual yang tidak layak mempengaruhi dan memperdaya manusia. Jelas, pandangan materialisme (ateisme) demikian menyalahi fitrah dan akal manusia. Sungguh aneh ateisme (ketidakyakinan pada keberadaan Tuhan) bisa ada dalam benak orang-orang yang berakal. Padahal binatang, tumbuhan dan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi pun hakikatnya “bertuhan”. Semuanya bahkan bertasbih, sujud dan tunduk pada ketentuan Allah SWT, sang Pencipta. Allah SWT berfirman:

﴿أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ﴾

Tidakkah kamu tahu bahwa kepada Allahlah bersujud siapa saja yang ada di langit dan di bumi; juga matahari, bulan, bintang, gunung, pepohonan, binatang-binatang melata dan sebagian besar manusia? (TQS al-Hajj [22]: 18).

Allah SWT juga berfirman:

﴿تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا﴾

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji Dia, tetapi kalian tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun (TQS al-Isra’ [17]: 44).

Jika semua makhluk mengakui keberadaan Allah SWT bahkan bertasbih, tunduk dan sujud kepada-Nya, tentu aneh jika ada manusia yang ateis (tidak meyakini keberadaan-Nya). Apalagi secara fitrah setiap manusia memiliki gharizah tadayyun atau naluri beragama (religiusitas). Keberadaan naluri ini dibuktikan dengan kecenderungan setiap manusia untuk menyucikan dan mensakralkan sesuatu atau zat yang dianggap memiliki kemampuan dan kekuatan luar biasa yang mempengaruhi dan mengendalikan dirinya.

Apalagi setiap manusia dikaruniai akal untuk berpikir. Siapapun yang menggunakan akalnya pasti akan sampai pada kesimpulan bahwa seluruh jagad raya ini, termasuk manusia, dengan segala kesempurnaannya mustahil tidak ada Penciptanya. Pencipta semua yang ada tidak lain adalah Allah SWT. Zat Yang Wajib al-Wujud (Azali).

Alhasil, mengingkari keberadaan Tuhan (ateisme) yang dipraktikan oleh orang-orang komunis bertentangan dengan fitrah dan akal manusia. Allah SWT menilai sikap ateis sebagai kesesatan  bahkan lebih sesat dari binatang ternak. Allah SWT berfirman:

﴿…لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ﴾

Mereka mempunyai kalbu (akal), tetapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka mempunyai mata, tetapi tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Mereka mempunyai telinga, tetapi tidak digunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (TQS al-A’raf [7]: 179).

Ateisme jelas merupakan produk dari sikap manusia yang tidak mau menggunakan akal, mata dan telinga untuk memahami, menyaksikan dan mendengar ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah SWT. Sikap ini sangat buruk. Sikap ini sesat bahkan lebih sesat dari binatang ternak. Karena itulah, sebagaimana buruk dan sesatnya ideologi Kapitalisme-Liberalisme, sebagaimana dipraktikkan saat ini (termasuk di negeri ini), ideologi Komunisme yang dibangun di atas ateisme juga buruk dan menyesatkan. Kedua ideologi ini sama-sama berbahaya bagi kehidupan manusia. Yang satu menolak peran Tuhan (agama) dalam mengatur kehidupan. Satunya lagi menolak keberadaan Tuhan (agama) sama sekali, yang bahkan melahirkan kebencian terhadap agama dan para pemeluknya,  termasuk Islam dan kaum Muslim, yang ingin menjalani hidup dan mengatur kehidupan berdasarkan ketentuan Islam. Pembantaian atas ratusan ribu (bahkan ada yang mengatakan lebih dari satu juta) kaum Muslim pada masa lalu oleh Uni Soviet yang berideologi Komunisme hanyalah sebagian bukti.

Iman Mengharuskan Kepatuhan

Pengakuan akan keberadaan Allah SWT saja tidaklah cukup jika tidak disertai dengan kepatuhan dan ketundukan pada semua hukum dan ketentuan-Nya. Dengan kata lain, keimanan kepada Allah SWT mengharuskan keterikatan dengan seluruh syariah-Nya, dan sebaliknya, meninggalkan semua aturan selain aturan-Nya.

﴿أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ﴾

Apakah mereka mencari agama selain agama Allah? Padahal kepada Allahlah semua makhluk yang di langit dan di bumi menyerahkan diri, baik dengan suka ataupun  terpaksa, dan hanya kepada Dia, mereka dikembalikan (TQS Ali Imran [3]: 83).

Tegasnya, keimanan mengharuskan  kepatuhan dan keterikatan pada semua yang dibawa oleh Rasul saw. dan menjauhi semua yang beliau larang (QS al-Hasyr [59]: 7).  Keimanan mengharuskan untuk hanya berhukum dengan hukum-hukum Allah SWT dalam menyelesaikan segala persoalan di masyarakat (QS an-Nisa [4]: 65).

Iman Mengharuskan Pembelaan Terhadap Dakwah

Selain mengharuskan ketaatan total kepada Allah SWT dengan selalu terikat dengan syariah-Nya, keimanan pun meniscayakan dakwah, yakni mengajak umat manusia seluruhnya untuk masuk Islam, tanpa paksaan. Allah SWT memerintahkan kita untuk berdakwah, yakni mengajak manusia ke jalan-Nya (QS an-Nahl [16]: 125). Allah SWT  memerintahkan kita untuk menyeru manusia agar masuk Islam (QS asy-Syura [42]: 15). Allah SWT pun menyifati dakwah (mengajak manusia kepada Allah) sebagai sebaik-baik ucapan (QS Fushshilat [41]: 33).

Dakwah tentu memerlukan dukungan dan pembelaan dari semua yang mengaku mengimani Allah SWT dan Rasul-Nya. Sebaliknya, orang-orang yang beriman tidak selayaknya menelantarkan dakwah. Mereka wjib berdakwah dan membela dakwah. Tak pantas mereka menghalangi dakwah, apalagi memusuhi dakwah dan para pengembannya. Sikap menghalangi dakwah, yakni menghalangi manusia dari jalan Allah SWT, adalah sifat dan karakter setan (QS az-Zukhruf [43]: 37); perilaku orang-orang musyrik dan kafir (QS al-A’raf [7]: 45; Hud [11]: ); sikap orang yang angkuh lagi sombong (QS al-Anfal [8]: 47); serta sikap orang-orang yang lebih mencintai dunia daripada akhirat dan berada dalam kesesatan yang jauh (QS Ibrahim [14]: 3). Sikap menghalangi dakwah dan memusuhi para pengembannya juga merupakan sikap orang-orang munafik (QS an-Nisa’ [4]: 61).

Dengan demikian, jelas sekali keimanan kepada allah SWT dan Rasul-Nya juga mengharuskan untuk menentang apa saja yang menghalangi dan memberangus dakwah Islam, termasuk di antaranya menentang Perppu no. 2/2017 tentang Ormas. Pasalnya, Perppu itu telah nyata-nyata dijadikan alat kekuasaan untuk memberangus dakwah Islam yang menghendaki penerapan syariah Islam secara kâffah. Perppu ini sekaligus dijadikan alat untuk mengkriminalisasi para pengemban dakwah dan ormas-ormas Islam yang nyata-nyata menghendaki penerapan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh apek kehidupan.

Alhasil, orang beriman selayaknya menolak Perppu tersebut. Mereka harus menentang apa saja yang dapat menghalangi dakwah Islam dan menghalangi penerapan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []

Hikmah:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ (106) أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (107) قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (108)

Sebagian besar dari mereka tidak mengimani  Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan-Nya. Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka atau kedatangan Hari Kiamat kepada mereka secara mendadak, sedangkan mereka tidak menyadari hal itu? Katakanlah, “Inilah jalan (agama)-ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah. Aku tiada termasuk orang-orang musyrik.” (TQS Yusuf [12]: 106-108).

Share artikel ini: