[Buletin Kaffah No. 23, 24 Rabiul Akhir 1439 H-12 Januari 2018 M]
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi mengatakan, lembaganya akan turut berperan membasmi hoax yang banyak bertebaran di media sosial. Hal ini disampaikan Djoko usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/1/2018).
“Tentu hoax ini kita lihat, ada yang positif dan negatif. Saya imbau kepada kawan-kawan, putra-putri bangsa Indonesia ini, mari sebenarnya kalau hoax itu hoax membangun ya silakan saja,” kata Djoko (Kompas.com, 03/01/2018).
Djoko berjanji akan menindak tegas orang-orang yang terus membuat dan menyebarkan hoax di dunia maya. BSSN akan bekerjasama dengan lembaga terkait mulai dari BIN, Kemenkominfo dan Polri. “Akan ada tindakan, jadi nanti kita ingatkan supaya berhenti, tidak dilanjutkan. Tapi, kalau nanti dia (menyebarkan hoax) semakin menjadi-jadi, ya nanti ada aturannya,” ucapnya (Gatra.com, Rabu 03 Januari 2018).
Untuk menjalankan tugas, termasuk di antaranya memberantas hoax itu, Djoko berharap lembaganya memiliki kewenangan sendiri dalam hal penindakan dan penangkapan. Ia menilai, tanpa adanya kewenangan untuk melakukan penindakan, BSSN tak bisa bekerja secara optimal. Oleh karena itu, ia berharap wewenang penindakan ini diatur dalam undang-undang. “Nanti kita lihat undang-undangnya. Sedang disusun. Saya berharap sih bisa menindak. Karena kalau ada badan siber tidak bisa menindak juga percuma,” kata dia (Kompas.com, 03/01/2018, 22:32 WIB).
Jika ditelusur, BSSN sebenarnya bukan lembaga hukum dan tidak difokuskan untuk menangani hoax. Bahkan menangani hoax tidak secara tegas masuk dalam tugas BSSN sebagaimana yang diatur dalam peraturannya.
Ruby Alamsyah, pakar forensik digital, menyayangkan jika BSSN hanya dikaitkan atau difokuskan menangkal penyebaran berita-berita bohong (hoax) di dunia maya. “Penangkalan hoax tidak perlu membuat badan besar seperti BSSN. Mubazir. Seperti kebesaran senjata,” ucapnya (CNN Indonesia, 04/01/2018).
Menurut Plt. Ketua DPR Fadli Zon, BSSN dari awal dirancang bukan untuk mengurusi hoax atau berita bohong yang kerap merebak di media sosial. “Keberadaan BSSN ini telah dirancang sejak 2015. Desain awalnya bukanlah untuk mengurusi hoax atau konten negatif di internet,” kata Fadli lewat keterangan tertulisnya (CNN Indonesia, 09/01/2018).
Bahkan dalam Perpres 53/2017 maupun Perpres 133/2017 tidak disebut masalah penanganan, penindakan dan pemberantasan hoax. Menkominfo Rudiantara, sebagaimana dikutip oleh Antaranews.com, mengatakan bahwa tugas BSSN difokuskan untuk mendukung keamanan siber. “Kalau hoax masuk masalah konten. Jadi tugas BSSN tidak terkait hoax,” kata Rudiantara, di Jakarta, Rabu 3 Januari 2017 (AntaraNews.com, 4 Januari 2018 02).
Namun, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta BSSN melakukan pengamanan cyber hingga tingkat privat. Dengan begitu pengamanan tidak hanya ditujukan pada instansi Pemerintah dan BUMN. Menurut Kepala BSSN Djoko Setiadi, BSSN juga akan melakukan proteksi bagi wilayah siber pribadi masyarakat tanpa menabrak aturan yang ada. Hal ini merupakan titipan pekerjaan rumah dari Presiden Jokowi untuk BSSN (CNN Indonesia, 05/01/2018).
Faktanya, yang lebih diekspos, termasuk oleh Kepala BSSN sesaaat setelah pelantikannya, adalah pemberantasan hoax. Ia lalu menyatakan tentang kebolehan hoax yang membangun meski kemudian dia meminta maaf. Semua ini memberikan isyarat yang serius, yakni bahwa lembaga BSSN ini dalam pelaksanaannya rentan untuk ditarik untuk kepentingan rezim. Dengan penilaian “hoax membangun” yang tentu sifatnya subyektif oleh BSSN (rezim) maka perluasan tugas BSSN untuk menangani hoax berpotensi menjadi alat anti kritik dan menindak siapa yang bersikap oposisi terhadap rezim. Bahkan jika kontrol masyarakat lemah, hal itu berpotensi kebablasan: menjadi alat memata-matai rakyat.
Apa Itu Hoax?
Ahli Komunikasi dari Universitas Indonesia (UI), Profesor Muhammad Alwi Dahlan, menjelaskan bahwa hoax merupakan kabar bohong yang sudah direncanakan oleh penyebarnya. “Hoax merupakan manipulasi berita yang sengaja dilakukan dan bertujuan untuk memberikan pengakuan atau pemahaman yang salah,” ujar Alwi. Dia menjelaskan ada perbedaan antara hoax atau berita bohong biasa karena hoax direncanakan sebelumnya. “Berbeda antara hoax dan berita karena orang salah kutip. Pada hoax ada penyelewengan fakta sehingga menjadi menarik perhatian masyarakat.” Alwi menjelaskan bahwa hoax sengaja disebarkan untuk mengarahkan orang ke arah yang tidak benar (Antaranews.com, 11 Januari 2017).
UU ITE BAB VIII Perbuatan Yang Dilarang pada Pasal 28 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) menyatakan, “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Dari pasal ini bisa dipahami hoax menjadi perbuatan pidana jika memenuhi unsur: 1. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan. 2. Berita bohong (tidak sesuai dengan hal/keadaan yang sebenarnya) dan menyesatkan (menyebabkan seseorang berpandangan pemikiran salah/keliru). 3. Yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Jika memenuhi unsur-unsur itu maka—sesuai 45A UU no. 19/2016—pelakunya diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Hoax Haram!
Dalam Islam, kebohongan (al-kadzib) secara umum adalah haram. Berbohong, termasuk di dalamnya membuat berita bohong, merupakan perbuatan dosa dan haram hukumnya. Begitu pula menyebarkan berita bohong itu.
«وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا»
Sungguh kebohongan itu mengantarkan pada kejahatan dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka. Sungguh seorang laki-laki benar-benar berbohong sampai dia ditulis di sisi Allah sebagai pembohong (HR al-Bukhari dan Muslim).
Rasul saw. memerintah kita untuk menjauhi ucapan/tindakan bohong:
« … وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّهُ مَعَ الْفُجُورِ وَهُمَا فِى النَّارِ…»
…Tinggalkanlah kebohongan karena sungguh kebohongan itu bersama kekejian dan keduanya di neraka… (HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan ath-Thabarani).
Berbicara bohong juga dinyatakan sebagai salah satu karakter orang munafik. Hal itu menunjukkan bahwa berbohong merupakan dosa besar.
Semua bentuk berbohong dilarang untuk dilakukan oleh siapapun, kepada siapapun dan dengan maksud apapun. Berbohong hanya dibolehkan dalam tiga keadaan. Rasul saw. bersabda:
« …ِ كُلُّ الْكَذِبِ يُكْتَبُ عَلَى ابْنِ آدَمَ إِلاَّ ثَلاَثَ خِصَالٍ رَجُلٌ كَذَبَ عَلَى امْرَأَتِهِ لِيُرْضِيَهَا أَوْ رَجُلٌ كَذَبَ فِى خَدِيعَةِ حَرْبٍ أَوْ رَجُلٌ كَذَبَ بَيْنَ امْرَأَيْنِ مُسْلِمَيْنِ لِيُصْلِحَ بَيْنَهُمَا »
…Semua kebohongan ditulis atas anak Adam kecuali tiga macam: laki-laki yang berbohong kepada istrinya untuk menyenangkannya, laki-laki berbohong sebagai tipudaya dalam perang atau laki-laki yang berbohong kepada dua orang Muslim untuk mendamaikan keduanya (HR Ahmad).
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Ashqalani menyatakan dalam Fathu al-Bârî, “Mereka sepakat bahwa yang dimaksud kebohongan (yang dibolehkan) atas perempuan dan laki-laki itu tidak lain dalam apa yang tidak menggugurkan hak yang mesti ditunaikan kepada dirinya atau tidak mengambil apa yang menjadi haknya.”
Imam an-Nawawi dalam Syarhu Muslim menyatakan, “Yang dimaksud kebohongannya kepada istrinya atau sebaliknya adalah dalam menampakkan kecintaan dan janji dengan apa yang tidak mengikat dan semacamnya. Adapun tipudaya dalam menghalangi apa yang menjadi kewajibannya atau mengambil apa yang menjadi haknya adalah haram menurut ijmak kaum Muslim.”
Kebohongan, membuat berita bohong (hoax) dan menyebarkan kebohongan adalah dosa besar yang termasuk tindakan jarîmah (kriminal) dalam pandangan Islam. Namun demikian, Islam tidak menetapkan sanksinya secara spesifik. Jadi hal itu masuk dalam ta’zir. Artinya, jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada khalifah atau qâdhi. Tentu jika kebohongan atau hoax itu menyebabkan dharar atau kerugian, maka sanksi hukumnya tentu sebanding dengan besarnya dharar atau kerugian yang ditimbulkan itu.
Islam memerintahkan untuk menjauhi kebohongan atau hoax dan tidak menyebarkannya. Untuk itu, Islam mensyariatkan untuk melakukan tabayyun (QS al-Hujurat : 6).
Kata tabayyun bermakna klarifikasi. Itu menjadi kata kunci dalam menghadapi berita hoax. Imam ath-Thabari memaknai kata tabayyun dengan, “Endapkanlah dulu sampai kalian mengetahui kebenarannya. Jangan terburu-buru menerimanya.”
Syaikh al-Jazairi mengatakan, tabayyun berarti, “Telitilah kembali sebelum kalian berkata, berbuat atau memvonis.”
Karena itu dalam berbicara dan bermedia sosial, hendaknya kita tidak gampang men-share apa saja yang diterima. Rasul saw. mengingatkan:
« كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ »
Cukuplah orang dinilai pendusta jika dia biasa menceritakan semua yang dia dengar (HR Muslim).
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
Hikmah:
Rasul saw. bersabda:
« ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ »
Ada tiga golongan manusia yang pada Hari Kiamat kelak tidak diajak bicara dan tidak disucikan oleh Allah serta bagi mereka azab yang pedih: orang tua pezina, penguasa pendusta dan orang fakir yang sombong (HR Muslim).