[Buletin Kaffah] Cinta Kepada Nabi SAW: Tegakkan Keadilan, Lawan Kezaliman

[Buletin Kaffah No. 165 | 13 Rabiul Awwal 1442 H/ 30 Oktober 2020 M]

Dalam suasana bahagia memperingati kelahiran Nabi saw., sudah sepantasnya kaum Muslim mengingat bahwa beliau datang membawa risalah Islam ke tengah umat manusia untuk menegakkan keadilan dan menghilangkan kezaliman.

Sebelum kedatangan Islam, kezaliman begitu merajalela dan keadilan sulit dicari. Para raja, kaisar, bangsawan dan orang-orang kaya menguasai hukum di tengah-tengah masyarakat. Orang-orang miskin, kaum wanita, apalagi para budak kerap menjadi korban. Dalam kondisi macam itulah Allah SWT mengutus Nabi saw. sebagai sosok yang adil dan membawa keadilan Islam. Beliau datang untuk melawan berbagai kezaliman.

Di sinilah letak pentingnya memahami korelasi makna cinta kepada Nabi saw. dengan perjuangan menegakkan keadilan dan menentang kezaliman. Tak mungkin mencintai Nabi saw., tetapi merobohkan keadilan, lalu berperilaku zalim atau bersekutu dengan kezaliman. Seorang Muslim yang mencintai Nabi saw. pasti berperilaku adil dan mendukung keadilan serta menentang kezaliman.

Islam Agama Keadilan

Islam adalah agama keadilan. Islam memusuhi setiap kezaliman. Di dalam al-Quran secara berulang Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk menegakkan keadilan. Allah SWT, misalnya, berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ

Sungguh, Allah menyuruh kalian memberikan amanah kepada ahlinya, dan jika kalian mengadili manusia, hendaknya kalian menetapkan hukum dengan adil (TQS an-Nisa’ [4]: 58).

Allah SWT pun berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian penegak keadilan, sebagai para saksi Allah, walaupun terhadap diri kalian sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabat kalian (TQS an-Nisa’ [4]: 135).

Adil bukanlah menurut kapitalisme-liberalisme. Menurut ideologi ini, setiap orang diberi hak yang sama untuk melakukan apapun seperti berzina, menjadi LGBT, menghina agama; atau bebas menguasai harta apa saja, termasuk sumberdaya alam yang harusnya menjadi milik umum.

Keadilan juga bukan sama rata sama rasa sebagaimana pandangan ideologi sosialisme-komunisme yang menghilangkan berbagai bentuk kepemilikan.

Adil tentu harus menurut pandangan Allah SWT. Dalam Islam, adil adalah lawan dari zalim. Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya, Syifa’ al-‘Alil, menjelaskan bahwa makna adil adalah meletakkan sesuatu pada posisinya dan menempatkan sesuatu itu pada tempat selayaknya. Sebagaimana kezaliman itu adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dalam konteks Islam, adil adalah yang sesuai dengan hukum-hukum Islam.

Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa Allah SWT menyebut pemerintahan yang adil adalah pemerintahan yang kembali pada syariah agama (Syifâ’ al-‘Alil, hlm. 276).

Imam Abu Ja’far ath-Thabari menafsirkan firman Allah SWT di atas dengan menjelaskan, “Keadilan itu wajib atas kalian, wahai orang-orang beriman. Keadilan mendekatkan kalian pada takwa. Maknanya, sikap adil yang kalian praktikkan akan menjadikan kalian sebagai bagian dari kaum yang bertakwa di sisi Allah. Mereka adalah orang-orang yang takut kepada Allah dan menjaga diri dari (azab)-Nya dengan tidak menyelisihi perintah-Nya atau tidak membangkang kepada-Nya.”

Dengan demikian keadilan hakiki yang dituntut Allah SWT adalah menaati dan memberlakukan syariah Islam baik pada diri sendiri, keluarga maupun masyarakat di dalam negara. Inilah keadilan yang sebenarnya. Misalnya, Islam memberlakukan hukum qishâsh dalam kasus pembunuhan demi memberikan rasa keadilan kepada keluarga korban. Islam pun menjadikan ragam sumberdaya alam sebagai milik umum yang dikelola negara dan hasilnya diberikan kepada masyarakat. Bukan diserahkan kepada segelintir orang, pihak swasta apalagi asing. Inilah keadilan.

Ragam Kezaliman

Kezaliman adalah dosa besar. Kezaliman adalah musuh agama dan musuh umat. Bahkan Allah SWT telah mengharamkan kezaliman bagi Diri-Nya. Karena itu Allah pun mengharamkan kezaliman antar sesama hamba-Nya. Di dalam hadis qudsi Allah SWT berfirman:

يَا عِبَادِيْ، إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا، فَلاَ تَظَالَمُوْا

“Wahai hamba-hamba-Ku! Sungguh Aku mengharamkan kezaliman atas Diri-Ku. Aku pun mengharamkan kezaliman itu di antara kalian. Karena itu janganlah kalian saling menzalimi.” (HR Muslim).

Rasulullah saw. mengingatkan kaum Muslim akan besarnya bahaya kezaliman yang kelak akan dihadapi pelakunya pada Hari Kiamat:

الظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Kezaliman adalah kegelapan pada Hari Kiamat (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dari hadis ini para ulama menerangkan, begitu berat dosa akibat kezaliman hingga pelakunya tidak bisa lagi menentukan arah/jalan yang akan dituju pada Hari Kiamat; atau bisa juga  kezaliman menjadi sebab kesempitan dan kesulitan bagi pelakunya (Syarh Shahîh Muslim, 16/350; Tuhfah al-Ahwadzi, 5/115).

Kezaliman, menurut al-Quran dan as-Sunnah, beragam tingkatannya. Yang paling besar adalah mempersekutukan Allah SWT:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

(Ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya saat memberikan pelajaran kepada dia, ”Anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah. Sungguh mempersekutukan Allah itu benar-benar merupakan kezaliman yang besar (TQS Luqman [31]: 13).

Kezaliman yang juga termasuk dosa besar adalah tidak memberlakukan hukum-hukum Allah SWT seraya berkiblat pada hukum-hukum buatan manusia, sebagaimana dalam sistem demokrasi, sesuai ajaran Montesquieu. Allah SWT berfirman:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Siapa saja yang tidak berhukum dengan wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itulah orang-orang zalim (TQS al-Maidah [5]: 45).

Imam al-Baghawi dalam tafsirnya, Ma’âlim at-Tanzîl, mengutip Ikrimah, menjelaskan maksud ayat tersebut, “Siapa saja yang tidak memutuskan hukum menurut wahyu yang telah Allah turunkan karena mengingkarinya maka dia sungguh telah kafir. Siapa saja yang mengakui hukum Allah, namun tidak menjalankannya, maka dia zalim dan fasik.”

Kezaliman akibat mencampakkan hukum Allah telah menimbulkan ragam kezaliman yang lain kepada sesama manusia. Pengambilalihan sumberdaya alam, misalnya—seperti tambang migas, jalan raya, yang seharusnya menjadi milik umum—menjadi milik swasta/asing merupakan salah satu kezaliman yang menimpa umat. Ini adalah akibat hukum-hukum Islam tentang kepemilikan tidak diterapkan.

Demikian pula rusaknya kehormatan, hilangnya harta dan tumpahnya darah kaum Muslim tanpa ada peradilan yang adil dan sanksi hukum yang tegas. Ragam kezaliman ini adalah akibat hukum Islam terkait hudûd tidak dijalankan. Yang diberlakukan adalah hukum-hukum buatan manusia. Sudah begitu, diterapkan secara suka-suka. Hukum berlaku bak pisau yang tumpul ke atas, tetapi tajam ke bawah. Inilah yang diingatkan oleh Baginda Nabi saw.:

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Wahai manusia, sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah karena jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun, jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Ragam kezaliman tak hanya terjadi di negeri ini. Di luar negeri, hari ini kaum Muslim di Uyghur, Myanmar, Suriah, juga Palestina mengalami kezaliman yang luar biasa. Mereka tidak mendapat pembelaan yang sepantasnya dari para pemimpin kaum Muslim. Bahkan sekarang para pemimpin dunia Arab tengah berlomba-lomba menjalin perdamaian dengan Israel yang telah menjajah dan membunuhi rakyat Palestina. Padahal Nabi saw. bersabda:

اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ

Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Ia tidak boleh menzalimi, menelantarkan dan menghinakannya (HR Muslim).

Tegakkan Keadilan!

Demi cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, marilah kita tegakkan keadilan dan lawan kezaliman! Ingatlah, keadilan hanya bisa tegak dengan tegaknya hukum-hukum Allah SWT di muka bumi. Tak mungkin tercipta keadilan dengan meninggalkan syariah Islam. Terbukti, sistem hukum buatan manusia hanya menciptakan kezaliman demi kezaliman yang tak berujung.

Karena itu kecintaan kepada Nabi saw. semestinya terwujud antara lain dengan cara berjuang menegakkan syariah Islam. Hanya dengan tegaknya syariah Islam, keadilan bakal tercipta dan kezaliman bakal lenyap. []

——————————————

Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda:

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا، فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ: تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ.

“Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi!” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, jelas kami paham bagaimana menolong orang yang dizalimi. Lalu bagaimana kami harus menolong orang zalim?” Beliau bersabda, “Tahanlah tangannya  (agar berhenti berbuat zalim).” (HR al-Bukhari). []

Share artikel ini: