[Buleti Kaffah] Bersegera Taat Sebelum Menyesal di Akhirat
[Buletin Kaffah No. 21, 10 Rabiul Akhir 1439 H-29 Desember 2017 M]
Di antara ragam nikmat Allah SWT kepada umat manusia, ada dua macam nikmat yang kerap diabaikan oleh manusia, yakni kesehatan dan waktu luang. Nabi saw. bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُون فِيهِمَا كَثِير مِنْ النَّاس: الصِّحَّة وَالْفَرَاغ
Ada dua macam nikmat yang di dalamnya banyak manusia tertipu: kesehatan dan waktu luang (HR Muslim).
Berkaitan dengan hadis di atas, mengutip Ibnu Bathal, Imam Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari antara lain menjelaskan, “Siapa saja yang memiliki waktu luang dan kesehatan hendaklah tidak terpedaya dengan meninggalkan syukur kepada Allah yang telah melimpahkan kenikmatan kepada dirinya. Di antara bentuk syukur adalah mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Siapa saja yang lengah dalam ketaatan, ia telah terpedaya…”
Waktu Adalah Fana
Waktu atau kesempatan adalah nikmat Allah SWT yang bersifat fana. Ia akan habis dan tak bisa kembali. Sayang, sering orang menangguhkan amal shalih karena selalu berpikir akan ada esok hari; akan ada kesempatan kedua, ketiga, dst. Akhirnya, orang hanya bisa menyesali waktu yang telah berlalu dan membuang kesempatan yang seharusnya ia manfaatkan. Padahal Rasulullah saw. telah mengingatkan:
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum masa tuamu; sehatmu sebelum sakitmu; masa kayamu sebelum masa fakirmu; waktu luangmu sebelum waktu sibukmu; dan masa hidupmu sebelum kematianmu (HR al-Baihaqi).
Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam bukunya, Al-Waqtu fi Hayat al-Muslim, menulis: Al-Quran telah menjabarkan bahwa kelak manusia akan amat menyesali sikapnya yang menelantarkan waktu; membuang kesempatan untuk beriman, bertobat dan beramal shalih. Menurut beliau ada dua episode penyesalan manusia kelak: Pertama, saat sakaratul maut. Al-Quran mengabari kita bahwa banyak orang, ketika akan dijemput ajalnya, meratap dan menyesali umurnya yang dihabiskan secara sia-sia (Lihat: QS al-Munafiqun [63]: 9-10). Rasulullah saw. pun mengingatkan bahwa tidak ada orang yang mati melainkan mereka menyesali hidupnya:
« مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُوتُ إِلاَّ نَدِمَ ». قَالُوا وَمَا نَدَامَتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « إِنْ كَانَ مُحْسِنًا نَدِمَ أَنْ لاَ يَكُونَ ازْدَادَ وَإِنْ كَانَ مُسِيئًا نَدِمَ أَنْ لاَ يَكُونَ نَزَعَ »
“Tidaklah seseorang mati melainkan ia akan menyesal.” Orang-orang bertanya, “Ya Rasulullah, apa penyesalannya?” Beliau menjawab, “Jika ia orang baik, ia menyesal mengapa tidak bertambah (kebaikannya). Jika ia orang jahat, ia menyesal mengapa tidak meninggalkan (kejahatannya) (HR at-Tirmidzi).”
Kedua, penyesalan saat dibangkitkan pada Hari Kebangkitan. Beberapa ayat al-Quran mengabarkan penyesalan orang-orang yang telah disiapkan untuk mereka Neraka Jahanam karena kekufuran atau kefasikan mereka semasa hidup. Mereka tak bisa lagi mengelak atau membantah bahwa janji Allah—yang telah menyiapkan Hari Kebangkitan dan Hari Pembalasan serta azab di akhirat—adalah benar (Lihat: QS Fathir [35]: 36-37).
Persiapkan Diri
Manusia tak bisa menghentikan perputaran waktu. Waktu akan terus berjalan hingga ajal manusia tiba. Hal yang bisa dan harus dilakukan manusia adalah mempersiapkan diri dengan ketaatan untuk menghadapi Hari Esok. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dia perbuat untuk Hari Esok (Akhirat). Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Mahatahu atas apa yang kalian kerjakan (TQS al-Hasyr [59]: 18-19).
Seorang Muslim paham bahwa saat masa bergulir bukan berarti umurnya makin bertambah, justru semakin menandakan berkurangnya kesempatan untuk beramal, karena jatah usia yang Allah berikan kepada dirinya makin berkurang. Karena itu ia akan selalu meningkatkan ketakwaan di dunia untuk bekal di akhirat nanti. Mereka inilah orang-orang yang cerdik sebagaimana sabda Nabi saw.:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
Orang cerdik itu adalah orang yang biasa menghisab dirinya dan beramal untuk bekal setelah kematian. Orang bodoh adalah orang memperturutkan hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah (HR at-Tirmidzi).
Muslim yang paham hakikat perjalanan waktu tidak akan merasa tenang ketika menyadari banyak hukum-hukum Allah yang belum ia laksanakan. Ia akan mengejar ketertinggalan tersebut agar semua perintah-Nya terlaksana. Ketika ia sadar bahwa dirinya masih berada dalam kubangan dosa, sekuat tenaga ia meninggalkan dosa-dosanya tanpa menunda-nundanya lagi. Ia sadar, penyesalan di Hari Akhir sungguh tak berguna. Apalagi Allah SWT telah berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Bersegeralah kalian meraih ampunan Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (TQS Ali Imran [3]: 133).
Karena itu Ibnu Umar pernah berkata. “Bila engkau berada di sore hari, jangan menunggu datangnya pagi. Jika engkau di pagi hari, janganlah menunggu datangnya sore. Manfaatkan waktu sehatmu sebelum sakitmu dan waktu hidupmu sebelum matimu.”
Hasan Al-Bashri berwasiat, “Jangan sekali-kali menunda-nunda karena Anda adalah hari ini, bukan besok.”
Inilah sikap seorang Muslim: tak pernah merasa tenang sebelum tuntas mengerjakan perintah Allah SWT. Hukum-hukum Allah SWT adalah kewajiban yang harus dikerjakan sekuat tenaga dan sesegera mungkin, tak patut ditunda-tunda.
Tentu ironi jika seorang Muslim berani menunda-nunda untuk mengerjakan hukum-hukum Allah SWT, apalagi sampai mencoba menghilangkan hukum-hukum-Nya hanya demi keuntungan dunia yang tak seberapa dan fana. Padahal Allah SWT telah berfirman:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Janganlah kalian seperti orang-orang yang melupakan Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah kaum yang fasik (TQS al-Hasyr [59]: 19).
Seruan
Wahai kaum Muslim! Ingatlah bahwa suatu ketika Baginda Nabi saw. pernah begitu tergesa-gesa pulang ke biliknya usai shalat berjamaah hingga membuat para sahabat terheran-heran. Setelah kembali, beliau bersabda, Aku teringat ada beberapa keping emas di tangan kami. Aku tak suka terus memikirkannya sehingga kusuruh segera dibagikan saja kepada yang berhak.” (HR al-Bukhari).
Jika Rasulullah demikian tergesa-gesa karena merasa belum menunaikan hak rakyat berupa kepingan-kepingan emas, lalu bagaimana para penguasa Muslim hari ini bisa tenang padahal banyak hukum-hukum Allah yang belum dilaksanakan? Banyak hak umat yang ditelantarkan bahkan diambil secara tidak sah? Bagaimana bisa perilaku menjijikkan seperti LGBT terus didiamkan, padahal nyata itu adalah perbuatan keji yang diharamkan Allah SWT?
Ingatlah bagaimana Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ra. yang selalu takut akan beratnya tanggung jawab yang ia pikul di hadapan Allah SWT hingga ia pernah berkata, “Duhai, andai saja aku adalah sebuah pohon yang ditebang, kemudian dimakan.” Padahal ia adalah seorang sahabat dan khalifah yang amat berhati-hati menjaga amanah umat dan melaksanakan syariah Islam.
Lalu bagaimana pula umat bisa merasa tenang, sementara banyak perintah Allah yang terabaikan dan kemungkaran merebak di mana-mana? Bagaimana bisa kita merasa cukup bertakwa hanya dengan sekadar amal ibadah, lalu melalaikan hukum muamalah islami; mencampakkan hukum pidana, sistem sosial, politik dan pemerintahan Islam; kemudian kita berdalih tidak mampu, sementara kita belum berusaha sungguh-sungguh untuk mengerjakan perintah dan larangan Allah SWT? Padahal Allah SWT telah mengingatkan bahwa tak akan sama derajat orang-orang yang telah berjuang mengerahkan daya upaya menegakkan Allah SWT dengan orang yang duduk-duduk saja tanpa mengerahkan upaya:
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً …
Tidaklah sama Mukmin yang duduk-duduk saja (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka satu derajat atas orang-orang yang duduk-duduk saja… (TQS an-Nisa [4]: 95).
Karena itu bersegeralah mengerjakan amal shalih dan ketaatan kepada Allah SWT. Berusaha melaksanakan hukum-hukum Allah di muka bumi. Itulah amalan orang-orang cerdik yang meyakini adanya kehidupan setelah umur di dunia ini berakhir. Mereka mengharapkan balasan terbaik di sisi Allah SWT dengan menjadikan takwa sebagai bekal untuk mendapatkannya.
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (TQS al-Kahfi [18]: 46). []
Hikmah:
إِنَّا أَنْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا
Sungguh Kami telah memperingatkan kalian dengan azab yang amat dekat, yakni pada hari ketika seseorang memperhatikan apa yang telah ia perbuat, sementara orang kafir berkata, “Alangkah lebih baik andai aku dulu (saat di dunia) menjadi tanah saja!” (TQS an-Naba [78]: 40).