BNPT Gandeng MUI Tangani Radikalisme, Harusnya Fokus Penguatan Islam

Mediaumat.info – Menanggapi digandengnya MUI oleh BNPT untuk melakukan upaya melindungi perempuan dan anak dari pengaruh paham radikal terorisme, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menyatakan, seharusnya sebagai Muslimin fokus pada penguatan ajaran Islam.
“Harusnya saat ini umat Muslim fokus pada penguatan ajaran Islam,” ujar Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada media-umat.info, Selasa (18/2/2025).
Menurutnya, hal ini penting dilakukan mengingat kaum Muslim sebagai penduduk mayoritas di negeri ini. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pada semester I tahun 2024, 87,08% penduduk Indonesia beragama Islam.
Iwan menyampaikan, masih banyak persoalan yang mestinya dituntaskan dengan penguatan akidah Islam. Sebutlah kerusakan akhlak seperti pergaulan bebas, termasuk maraknya tindak pidana korupsi.
Dengan kata lain, umat jangan malah terseret pada kepentingan politik yang menjadi agenda asing, yang ujung-ujungnya menghambat dakwah Islam dan menjadi stempel kekuasaan yang makin korup.
Diberitakan, dengan berdalih akan memberikan perlindungan kepada kaum perempuan dan anak, yang dianggap sebagai kelompok rentan terhadap pengaruh paham radikal terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) baru-baru ini menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk berkolaborasi.
Diketahui, melalui komitmen bersama, BNPT berharap dukungan dari MUI dalam memberikan pembinaan terhadap perempuan dan anak agar mereka tidak menjadi korban maupun pelaku terorisme.
Persoalan Mendasar
Terkait hal ini, sebenarnya terdapat persoalan mendasar yakni dari terminologi radikalisme itu sendiri. “Ada persoalan yang amat mendasar ketika bicara soal radikalisme, (yaitu) soal terminologi,” sebut Iwan.
Ditambah, sebutan radikalisme selalu berlatar belakang politik terutama mengikuti benturan peradaban Barat dengan Islam.
Sebutlah ketika masih menjabat Perdana Menteri Britania Raya (1997-2007), Tony Blair menyebut pihak yang ingin menghancurkan entitas penjajah Yahudi di Palestina dan bercita-cita mendirikan khilafah, sebagai poros kejahatan (axis of evil).
Hal serupa juga dilakukan oleh negara-negara Barat lainnya dengan menyebut Hamas sebagai kelompok teroris. Sementara dengan standar gandanya, tidak pernah menyebut militer Zionis Yahudi sebagai pelaku teror.
Padahal nyata-nyata di depan mata, mereka telah dan hingga kini tengah membantai ribuan anak dan perempuan, melakukan pemerkosaan, serta penjualan organ tubuh mayat warga Palestina.
“Itu penafsiran yang politis dan standar ganda,” kembali Iwan menyinggung persoalan mendasar dari terminologi radikalisme.
Bahkan, Mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher maupun Presiden AS Ronald Reagan menuduh Nelson Mandela dan ANC sebagai komunis dan teroris pada tahun 1980-an. Meski kemudian pada 2008, AS meratifikasi penghapusan mantan Presiden Afrika Selatan tersebut dan Partai Kongres Nasional yang dipimpinnya dari daftar teroris.
Tetapi ketika itu para pemimpin AS dan Inggris menganggap rezim apartheid Afrika Selatan sebagai sekutu Perang Dingin, dan African National Congress (ANC) yang berseberangan sebagai musuh yang bertekad menyebarkan komunisme.
Tak hanya itu, Barat juga tak pernah menyebut invasi mereka ke Irak pada 20 Maret 2003, yang merupakan bagian dari Perang Irak yang berlangsung hingga 15 Desember 2011, yang telah menyebabkan kematian jutaan penduduknya, sebagai tindakan terorisme.
Pun demikian serangan Barat ke Afganistan yang merupakan bagian dari Perang Afganistan (2001-2021) dimulai setelah Serangan 11 September 2001. Kala itu AS memulai kampanye Perang Melawan Terorisme mereka di Afghanistan.
Sebaliknya, Barat menganggap serangan yang dilakukan sebagai tindakan demokratis dan kontra-terorisme. “Mereka malah menyebutnya sebagai tindakan demokratis dan kontra-terorisme,” pungkas Iwan.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat