Mediaumat.info – Kebijakan bagi-bagi izin tambang ke organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan, dinilai sebagai umpan beracun dan intrik penguasa untuk mengamputasi peran ormas keagamaan.
“Kami menilai bagi-bagi izin tambang ini merupakan umpan beracun dan intrik penguasa untuk mengamputasi peran ormas keagamaan,” demikian pers rilis dari Back to Muslim Identity (BMI) Depok, yang diterima media-umat.info, Senin (5/8/2024).
Menurut mereka, ormas keagamaan yang notabene sarat dengan para ulama di dalamnya, baik struktural terlebih kultural, adalah salah satu instrumen negara ini yang seharusnya bertugas mendidik masyarakat, mengontrol, mengoreksi, mengkritisi, dan menasehati penguasa.
Rasulullah SAW telah mengingatkan bahwa golongan yang menjadi penyebab terbesar kerusakan umat adalah para ulama yang menjadi fasik. “Kerusakan umatku adalah oleh ulama yang jahat dan orang bodoh yang beribadah (tanpa ilmu). Seburuk-buruknya kejahatan adalah kejahatan ulama,” demikian bunyi HR Imam Ahmad.
Adalah Pasal 83A ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 25/2024 tentang Perubahan Atas PP No. 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara, menyebutkan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan.
Ketentuan itu ditetapkan dan diberlakukan Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024. Dan hingga berita ini ditulis, ada tiga ormas keagamaan yang sudah mengajukan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
NU melalui Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, dalam suatu kesempatan mengatakan organisasinya menerima tawaran pemerintah ihwal IUP karena memang membutuhkan sumber pendanaan baru.
Pun Muhamadiyah yang juga menerima dengan mendasarkan keputusan Muktamar ke-47 di Makassar 2015 yang mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk memperkuat dakwah dalam bidang ekonomi selain dakwah dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, tabligh, dan bidang dakwah lainnya.
Menyusul keduanya, Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) Atip Latipulhayat beralasan bahwa Persis berkewajiban untuk ikut mengelola sumber daya alam agar sesuai dengan konstitusi, yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Persis juga harus berkontribusi dan memberi contoh pengelolaan sumber daya alam yang tidak merusak lingkungan.
Namun menurut BMI Depok, PP ini menjadikan adanya hubungan transaksional antara ormas dan penguasa, yang ujung-ujungnya independensi ormas dapat ‘dibeli’ oleh penguasa, dalam hal ini kasus di Indonesia yang disebut sebagai penguasa adalah para oligarki.
Tak ayal, penerbitannya pun mendulang berbagai kekecewaan, penolakan, kritik dan perlawanan dari masyarakat termasuk aktivis dari BMI Depok.
Bahaya Privatisasi Tambang
“Sangat bahaya jika (barang tambang) ini diprivatisasi swasta baik oleh perusahaan maupun ormas keagamaan,” tegasnya.
Sebab, sebagaimana diketahui, barang tambang dan termasuk sumber daya alam lainnya yang berjumlah besar dimaksud bersifat inelastis sempurna, yang berarti permintaan memiliki angka koefisien yang sama dengan nol, atau perubahan harga tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap jumlah permintaan.
“Berapa pun harganya, barang tersebut akan tetap laku,” sebutnya, yang berarti batu bara dan mineral lainnya dinilai sebagai harta milik umum atau milkiyah ‘ammah.
Menurut BMI Depok, setidaknya, ada tiga bahaya yang mengancam akibat privatisasi barang tambang oleh ormas keagamaan. Pertama, rawan terjadi konflik sosial. Kedua, timbul ketimpangan, sebab kepemilikan barang tambang seharusnya adalah umum, bukan individu maupun kelompok ormas tertentu.
Ketiga, sangat mungkin terjadi kerusakan alam akibat dari banyaknya pihak yang mengurus tambang, seperti longsor, pencemaran lingkungan, limbah, dsb.
Karenanya, jelas BMI Depok, agar karut-marut tata kelola tambang di tengah pemberlakuan sistem ekonomi kapitalis ini tak berlanjut, penting menekankan untuk mengganti dengan sistem ekonomi Islam berikut perangkat hukum terkait hak kepemilikan harta.
Maknanya di dalam Islam, jelasnya, pengelolaan harta telah jelas diatur sesuai syariat karena Allah SWT pemilik sumber daya alam yang memberi izin kepada pihak yang berhak mengelolanya.
Dengan demikian, lanjutnya, berkenaan kepemilikan umum, negara hanya memiliki kewajiban dalam pengelolaannya, kemudian keuntungannya diberikan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Oleh karena itu pula, beber BMI Depok, pengaturan negara dalam seluruh bidang kehidupan di bawah syariat Islam harus segera diwujudkan. Sebab, di saat yang sama Allah SWT jelas memerintahkan seluruh Muslim baik individu, ormas, terlebih penguasa, untuk mengamalkan syariat Islam secara menyeluruh/kaffah di setiap aspek kehidupan.
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh (kaffah) dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” pungkasnya, mengutip QS Al-Baqarah: 208. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat