Blunder Penggalakan Infrastruktur Era Jokowi

Jpeg

Mediaumat.news – Gencarnya proyek infrastruktur di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), ternyata dianggap blunder oleh pengamat ekonomi lulusan Universitas Birmingham, Inggris, Hidayatullah Muttaqin.

Setidaknya analisa ini ia sampaikan, saat memaparkan makalah berjudul Lampu Merah Ekonomi Indonesia pada Refleksi Akhir tahun 2018 oleh Forum Intelektual Muslim Banua, di Rumah Makan Sambal Acan Raja Banjar, Jalan Brigadir Jendral Hasan Basri, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, Sabtu (29/12/18).

Ia menegaskan, bahwa penggalakan pembangunan infrastruktur yang serampangan oleh pemerintahan saat ini, telah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Republik Indonesia, hingga defisit Rp 341 triliun pada 2014.

Parahnya menurut Muttaqin, pemerintah menutupi defisit tersebut dengan hutang, guna terus menggenjot proyek baru jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Sehingga membuat APBN semakin bergantung pada utang.

“Beban cicilan utang pemerintah (cicilan pokok dan bunga, termasuk buyback Surat Berharga Negara) semakin tinggi dari Rp 370 triliun di 2014, menjadi Rp 566 triliun di 2017, dan diperkirakan Rp 631 triliun di 2019,” rinci Muttaqin dalam rilisnya yang dibagikan kepada peserta diskusi.

Bahkan menurut Muttaqin, APBN semakin terbebani, dengan drastisnya pengeluaran pemerintah Jokowi, di tahun politik ini (2018-2019), untuk anggaran yang berkaitan dengan daya beli masyarakat, seperti subsidi, bantuan sosial, dan dana desa. Padahal di 3 tahun sebelumnya, anggaran tersebut sangat dihemat, kecuali dana desa yang undang-undangnya baru diterapkan tahun 2015.

“Jadi kebijakan kenaikan anggaran, subsidi, bantuan sosial, dana desa, itu bukan karena kepentingan masyarakat, itu dalam rangka pemilu 2019. Akibatnya apa, akibatnya APBN semakin terbebani, dan defisit semakin besar,” jelas Muttaqin.

Muttaqin menegaskan, bahwa penurunan laju ekonomi Indonesia, adalah akibat kebijakan salah arah yang diterapkan pemerintahan Jokowi, hingga menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, dan rendahnya pertumbuhan sektor industri. Hal ini tentunya berdampak terhadap sedikitnya penerimaan pajak negara, yang hingga saat ini sulit untuk dinaikkan kembali.

“Sistem ekonomi kapitalistik dan liberalisme yang diterapkan Pemerintah Republik Indonesia, harusnya ditinjau ulang, karena terbukti tidak menyejahterakan rakyat, dan mesti diganti dengan sistem Ekonomi Islam secara totalitas, yang dalam sejarahnya telah mampu menghadirkan rahmat bagi seluruh alam,” tutup Muttaqin saat mengakhiri sesi paparannya.[]

Share artikel ini: