Bila Ingin Lindungi Perempuan, Mestinya Jepang Tutup Dulu Industri Pornografi

Mediaumat.id- Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menuturkan, apabila ingin melindungi kaum perempuan dari tindak kejahatan seksual, harusnya otoritas di Jepang menutup industri pornografi terlebih dahulu.

“Bila ingin melindungi kaum perempuan, maka harusnya tutup dulu industri pornografi,” serunya kepada Mediaumat.id, Ahad (18/6/2023).

Sebab, menurutnya, itulah yang menjadi pemicu perilaku kejahatan seksual dan seks bebas di sana. “Itu jadi pemicu perilaku kejahatan seksual dan seks bebas,” tandasnya.

Untuk diketahui, lanjut Iwan, budaya pornografi belakangan ini justru meruyak di tengah masyarakat Jepang. Sehingga peluang terjadinya tindak kejahatan seksual di sana bakal tetap tinggi. “Sepanjang pornografi masih dibolehkan, maka risiko kejahatan seksual tetap akan tinggi,” tegasnya.

“Jangan lupa, Jepang masuk negara industri pornografi yang besar di dunia,” tambahnya.

Dengan kata lain, langkah parlemen Jepang yang menyepakati penaikan usia persetujuan melakukan hubungan seksual dari 13 menjadi 16 tahun, dinilai tak bermakna apa-apa untuk melindungi kaum perempuan di sana dari tindak kejahatan seksual.

“Peraturan itu tidak bermakna apa-apa untuk melindungi kaum perempuan di Jepang, apalagi untuk mencegah tindak pemerkosaan,” tegasnya.

Terlebih, prinsip yang menjadi dasar kebolehan hubungan seksual di negeri tersebut adalah tetap persetujuan, saling suka, pun jika tak dilaporkan maka tak menjadi masalah, regulasi ini tak akan berdampak signifikan mengurangi tindak kejahatan seksual.

“Hubungan seks di Jepang ataupun negara-negara liberal lainnya prinsipnya adalah consent (persetujuan). Kalau sudah suka sama suka dan tidak dilaporkan maka tidak masalah,” ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) yang disepakati oleh parlemen Jepang pada Jumat (16/6) lalu tersebut, untuk mengatur kriminalisasi bagi pelaku voyeurisme atau kebiasaan mencari kepuasan dengan mengintip obyek seksual hingga perkosaan.

Pun, langkah itu muncul usai protes publik terkait serangkaian pembebasan pelaku pelecehan seksual di Jepang meningkat.

Selain itu, kasus orang yang mengambil foto dan video dengan maksud mengeksploitasi secara seksual tanpa persetujuan, termasuk rekaman remaja perempuan juga meningkat.[] Zainul Krian

Share artikel ini: