Biden Sebut Putin ‘Keparat Gila’, Pengamat: Propagandis Kontrol Isu Nuklir

Mediaumat.info – Umpatan Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin ‘keparat gila’ terkait isu ancaman konflik nuklir yang belakangan mengemuka, dinilai bersifat propagandis dan pencegahan.

“Hingga kini, isu bom nuklir ini lebih bersifat propagandis dan deterrence (pencegahan),” ujar Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana kepada media-umat.info, Selasa (27/2/2024).

Menurutnya, Amerika Serikat (AS) sebagai adidaya saat ini bakal terus berupaya mengontrol keadaan dalam hal stabilitas konflik. Artinya jangan sampai konflik menguat dan mengganggu stabilitas internasional.

“Amerika Serikat selalu berupaya mengontrol keadaan, sehingga ancaman bom nuklir bisa dianggap serius atau bisa juga dianggap masih dalam kendali Amerika Serikat,” jelasnya.

Sebelumnya, umpatan tersebut terlontar saat menghadiri acara penggalangan dana publik di California, Rabu (21/2).

“Kita memiliki keparat gila seperti Putin dan lainnya,” kata Biden dalam pidato singkat di San Francisco yang dihadiri sekelompok kecil wartawan.

Untuk ditambahkan, sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, Biden yang secara AS mendukung Ukraina, berulang kali menyebut Putin dengan istilah-istilah negatif, salah satunya “penjahat perang” atau “tukang jagal”.

Terlebih, baru-baru ini Rusia dilaporkan tengah bersiap untuk mengerahkan senjata nuklir anti-satelit di ruang angkasa. Laporan itu dibocorkan oleh intelijen AS.

Kendati begitu, Putin membantah negaranya hendak mengerahkan senjata nuklir semacam itu. Dia menegaskan Rusia akan selalu mematuhi Traktat Luar Angkasa.

Namun terlepas semua itu, kata Budi lebih lanjut, isu bom nuklir muncul sejak masa Perang Dingin. Walau sempat memanas pada peristiwa invasi Teluk Babi 1961, tetapi setelah itu mereda.

“Pasca Perang Dingin, ketika konstelasi internasional berubah, isu bom nuklir menjadi tidak terlalu relevan, kecuali pada konflik-konflik yang melibatkan negara-negara yang memiliki nuklir, seperti India, Pakistan, Iran dan Korea Utara,” ulasnya.

Sehingga ketika muncul krisis Ukraina yang melibatkan Rusia di dalamnya, isu ancaman bom nuklir muncul kembali. Apalagi Negeri Beruang Merah ini masih memiliki bom nuklir dan berpotensi pula untuk menggunakannya.

Diragukan

Meski demikian, kata Budi memaparkan, dari sifat dan karakteristik bom nuklir yang rusak dan merusak secara masif, penggunaannya menjadi sesuatu yang diragukan.

Artinya, selain karena lima negara berdasarkan Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir boleh memiliki senjata pemusnah massal tersebut punya aturan tersendiri mengenai penggunaannya, hanya orang tidak normal dan ingin menghancurkan kemanusiaan secara global yang benar-benar menggunakan secara faktual.

“Tinggal masalahnya apakah Putin masih dianggap normal atau sudah ‘gila’ sebagaimana yang dituduhkan oleh Biden?” tandas Budi.

Penting pula diketahui, saat ini Rusia sudah dalam posisi yang tidak bisa setara lagi dengan AS untuk mengatur konstelasi internasional.

Namun demikian, kata Budi kembali memaparkan, AS tetap akan mencegah Rusia kembali menguat, atau konflik Ukrania mengeskalasi sehingga mencapai kondisi yang tidak bisa dikendalikan yang berpotensi mengubah konstelasi internasional.

Di saat yang sama, terhadap Rusia, Budi pun menyampaikan, negara ini perlu mengukur kapabilitas negaranya, agar konflik yang tidak kunjung usai ini jangan sampai menguras energi negara yang berujung kepada kehancuran.

Yang pasti, pungkas Budi, semua negara menunggu dan melihat dampak ikutan dari konflik tersebut, dengan melakukan tindakan-tindakan terkontrol demi mendapatkan keuntungan yang juga pragmatis. [] Zainul Krian

Share artikel ini: