Bermula Cawe-Cawe, Mobilisasi ASN Menangkan Paslon pun Tak Terelakkan

Mediaumat.info – Masifnya gerakan memobilisasi aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri untuk memenangkan salah satu pasangan calon (Paslon) di Pilpres 2024, dinilai berawal dari sikap kontroversi pimpinan tertingginya yang melakukan cawe-cawe (intervensi).

“Gejala itu dimulai dari pimpinan tertinggi,” ujar Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroki dalam Kabar Petang: Ada Mobilisasi ASN di Pilpres? Selasa (6/2/2024) di kanal YouTube Khilafah News.

Menurutnya, posisi seorang presiden bisa disebut sebagai panglima tertinggi, kepala negara, atau kepala pemerintahan. Bahkan di berbagai regulasi, presiden terkategori sebagai pejabat negara.

Artinya, apabila presiden mengatakan bakal cawe-cawe terkait penyelenggaraan pemilu, kata Wahyudi, sudah bisa dipastikan akan juga berefek tidak baik terhadap jajaran di bawahnya.

“Bawahannya itu kan ada menteri, ada kepala daerah, ada ASN, ada TNI, ada Polri. Jadi begitu dikategorikan cawe-cawe berarti netralitasnya sudah praktis terganggu,” terangnya.

Terlebih ketika terlontar pernyataan bahwa presiden boleh memihak dan kampanye, bisa dipastikan para bawahannya sulit untuk sekadar menghindari apa yang dikatakan sebagai sikap loyal kepada pimpinan.

Tak Bakal Bisa Adil

Wahyudi menambahkan, sikap cawe-cawe hingga memihak ini berpotensi memunculkan kebijakan publik yang tak adil. “Kalau ada istilah memihak itu pasti tidak akan adil,” tandasnya.

Dengan istilah lain, meski menyandarkan pada Pasal 299 UU No. 17 Tahun 2017 Tentang Pemilu, harus menyandarkan pula pada Pasal 282 dan 283.

“Mungkin tidak dijelaskan secara tuntas, bersandarnya Pasal 299. Sementara tidak dibaca kembali Pasal 282, Pasal 283, itu menurut saya jadi masalah besar,” ulasnya.

Untuk diketahui, Pasal 282 dan 283 UU No. 17 Tahun 2017 Tentang Pemilu, menyebut pejabat negara dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan, dan mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

Sedangkan definisi pejabat negara sendiri, seperti dipaparkan sebelumnya, adalah termasuk presiden di dalamnya.

Makanya, kalau pejabat negara dalam hal ini presiden sudah tidak adil karena sikap memihak atau tidak netral, para pejabat di bawahnya bakal bertindak sama yakni zalim, yang notabene lawan dari kata adil.

“Sebagai kebijakan pasti zalim, sebagai tindakan pasti tidak netral, sebagai tindakan pasti tidak akan adil,” pungkasnya. [] Zainul Krian

Share artikel ini: