Bergabung dengan Rezim Jokowi, Tumpulkan Kekritisan dan Bunuh Diri Politik

Mediaumat.news – Bergabungnya kelompok atau parpol oposisi pada Pemilu 2019 ke dalam kabinet yang baru dibentuk Presiden Jokowi dinilai akan menumpulkan kekritisan dan juga merupakan bunuh diri politik. Hal itu diungkapkan pengamat politik Farid Wadjdi dalam rilisnya kepada Mediaumat.news, Selasa (22/10/2019).

“Jadi, alih-alih sistem demokrasi melahirkan kelompok oposisi atau kelompok yang kritis terhadap pemerintahan, pada kenyataan demokrasi melahirkan oligarki politik. Sehingga kekuasaan dikendalikan oleh segelintir orang, terutama para pemilik modal. Padahal kelompok oposisi atau kelompok yang kritis ini sangat dibutuhkan. Kita bisa bayangkan kalau tidak ada kelompok yang kritis terhadap pemerintahan akan seperti apa,” ungkapnya.

Farid juga menegaskan keterlibatan kelompok atau elite politik mana pun ke dalam rezim yang sekarang itu merupakan bunuh diri secara politik. Karena rezim yang sekarang ini, yang akan berkuasa lagi selama lima tahun ke depan ini bisa dipastikan gagal.

Menurutnya, kegagalan itu bisa muncul dari personal yang tidak memiliki kapabilitas yang layak untuk mengurus negara ini seperti kepedulian terhadap rakyat yang lemah, sikap yang lebih mementingkan modal baik dari dalam negeri maupun luar negeri, tetapi juga bisa disebabkan oleh sistem kapitalisme liberal yang kini tengah diterapkan.

“Ke depan masih sistem itu yang akan diterapkan. Dan kita tahu sistem tersebut bukan hanya di Indonesia, tetapi secara global sedang menghadapi goncangan yang sangat kuat. Ada ancaman resesi global yang ini juga bisa menghantam Indonesia,” prediksinya.

Yang pasti pemerintahan yang akan datang, kalau gagal, akan dianggap berseberangan dengan rakyat. Dan partai apa pun yang sekarang ini bergabung ke dalam rezim gagal tersebut pasti dianggap sebagai partai yang berseberangan juga dengan rakyat.

“Maka bergabungnya elite politik, kelompok atau parpol apa pun ke dalam rezim yang sekarang ini sebenarnya secara politik merupakan bunuh diri,” tegasnya.

Sikap Politik Islam

Farid juga menegaskan bagaimana seharusnya sikap politik Islam dalam menghadapi masalah ini. Menurutnya, Islam memerintahkan kaum Muslimin untuk berseberangan bahkan menentang sistem yang zalim, represif, memiliki kecenderungan anti terhadap syariat Islam kaffah.

“Islam memerintahkan kita untuk melakukan mufaraqah (berlepas diri) terhadap sistem seperti itu. Tapi bukan berarti membenarkan adanya tindakan angkat senjata, terorisme dan tindakan fisik lainnya. Tetapi mufaraqah dimaksud adalah yang sifatnya politis. Dalam pengertian, kelompok Islam sudah seharusnya menentang sistem yang zalim, represif, anti Islam. Kemudian aktif melakukan perubahan. Jadi bukan mufaraqah yang sifatnya pasif atau tidak peduli,” tegasnya.

Ia juga menegaskan itu tugas pokok umat Islam dalam menghadapi rezim seperti apa pun, sistem seperti apa pun yang berseberangan dengan Islam adalah dengan amar makruf nahi mungkar.

“Menyerukan pada jalan yang makruf dan mencegah jalan yang mungkar. Inilah sikap yang seharusnya diambil oleh umat Islam bukan malah berkompromi atau bergabung dengan sistem atau elite-elite politik atau rezim yang jelas-jelas selama ini kecenderangan anti Islamnya itu sangat kuat,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo

 

Share artikel ini: