Mediaumat.id – Berbeda dengan anggaran pendapatan dan belanja negara yang islami, APBN dalam sistem kapitalisik mayoritas pendapatannya dari pajak.
“Metode pembiayaan anggaran belanja negara dalam sistem kapitalistik memang mayoritas dari pajak,” ungkap Cendekiawan Muslim Dr. Muhammad Rahmat Kurnia, Kamis (2/3/2023) di acara Bincang Perubahan: Di Balik Pajak, Korupsi dan Hedonisme melalui kanal YouTube Bincang Perubahan.
Rahmat lalu membandingkan dengan sumber pendapatan APBN dalam Islam. “Kalau dalam Islam sumber-sumber APBN itu harus dari sumber daya yang dimiliki oleh negara dan kepemilikan umum. Di situ ada energi, ada tambang batu bara, tambang emas, hutan dan lain-lain. Harusnya pembiayaannya dari situ,” tukasnya.
Yang menjadi persoalan, ucap Rahmat, sumber daya alam itu justru mayoritas diberikan kepada oligarki sehingga wajar kalau pembiayaan negara memungut dari pajak.
Ia menyayangkan, setelah rakyat membayar pajak ternyata dikorupsi. “Sudahlah dikorupsi ditambah prilaku hedonis yang bukan hanya dilakukan oleh pelaku korupsi tapi juga oleh keluarganya. Ini sangat menghentak!” sesalnya.
Pemerintahan yang gemar memungut pajak ini disebut Rahmat sebagai pemerintahan yang jibayah (pemalak) padahal seharusnya pemerintahan yang baik itu pemerintahan yang ri’ayah (melayani). “Harusnya pemerintahan yang baik itu yang ri’ayah bukan jibayah,” tegasnya.
Ia membenarkan gambaran yang diberikan Rasulullah SAW bahwa ciri masyarakat yang buruk itu ketika kebanyakan ulamanya syu’ (buruk), pemimpinnya tidak adil, pengusahanya curang, masyarakatnya tidak disiplin. “Jadilah masyarakat seperti itu berlaku hukum rimba, yang kuat yang menang,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun