Berbahaya, Proyeksi Menkeu Soal Resesi Sangat Terlambat

Mediaumat.news – Menteri Keuangan Sri Mulyani kemarin menyatakan ekonomi nasional resmi resesi pada kuartal III-2020. Hal itu menyusul revisi proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan beberapa hari lalu. Menanggapi hal itu,

Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Muhammad Ishak Razak menilai proyeksi yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani sangat terlambat karena baru menyatakan resesi pada kuartal III-2020 di penghujung kuartal tersebut.

“Proyeksi Kementerian Keuangan bahwa Indonesia akan resesi sangat terlambat dibandingkan dengan proyeksi lembaga-lembaga lain. Ini sangat berbahaya karena sekelas kementerian keuangan tidak mampu melakukan proyeksi secara cepat,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Rabu, (23/9/2020).

Akibatnya, lanjut Ishak, selain menimbulkan ketidakpastian bagi masyarakat dan pelaku bisnis, pemerintah tidak dapat melakukan antisipasi sejak dini.

Menurutnya, padahal indikator-indikator yang menunjukkan potensi resesi sejak awal kuartal ketiga sudah sangat nyata, seperti permintaan swasta, konsumsi pemerintah, dan investasi yang anjlok.

Diperburuk Respons Lambat 

Ishak melihat bahwa memang resesi terjadi pada dasarnya disebabkan oleh pandemi, tetapi diperburuk oleh respons pemerintah yang sangat lambat dan tidak jelas arahnya untuk menangani pandemi ini.

“Seandainya pemerintah sejak awal melakukan penanganan yang efektif, sebagaimana yang dilakukan Cina dan Vietnam, maka perlambatan ekonomi berpeluang hanya tumbuh negatif pada kuartal kedua saja,” ungkapnya.

Bahkan, lanjutnya Ishak, jika melihat respons pemerintah sejauh ini, hingga tahun depan ekonomi masih akan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi memerintah 5%.

Kemudian, Ishak juga menilai ada indikasi ketidakbecusan pemerintah menangani covid antara lain: anggaran untuk kesehatan jauh lebih rendah dibandingkan penanganan ekonomi, kemampuan pemerintah dalam menyerap anggaran kesehatan sangat lambat, jumlah dan kecepatan testing pemerintah sangat jauh dibandingkan dengan banyak negara lain di dunia. urutan Indonesia saat ini ke-158 dengan 11 ribu per satu juta.

Ishak menegaskan misalnya, kebijakan PSBB lanjutan di DKI yang ramai-ramai dikritik oleh menteri-menteri Jokowi dengan alasan mengganggu ekonomi, termasuk investasi di bursa saham. “Ini berarti mereka lebih peduli aspek ekonomi dibandingkan penyelamatan nyawa manusia,” pungkasnya.[] Ghifari Ramadhan

Share artikel ini: