Bencana Alam dan Kegagalan Sistem Sekuler Memberikan Solusi Komprehensif
Oleh: Achmad Fathoni (Direktur el-Harokah Research Center)
Indonesia memang bukan hanya negeri yang kaya dengan sumber daya alam, tetapi juga negeri dengan potensi bencana alam yang sangat banyak. Gempa bumi di Lombok belum hilang dalam ingatan kita, kini Donggala Palu Sulawesi Tengah diterjang Tsunami. Menurut Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS) BMKG pada 28 September 2018 pukul 17.07 WIB sedebelum Tsunami terjadi gempa 7,7 SR dengan kedalaman 10 km tengah terjadi di sana. Bahkan sebelumnya di berbagai wilayah juga terjadi berbagai musibah seperti banjir, tanah longsor, dan gunung meletus.
Tentu saja, bencana tersebut sangat menyedihkan umat Islam dan seluruh elemen bangsa ini, bahkan masyarakat dunia pun ikut berduka karena bencana tersebut. Pasalnya, setelah Lombok yang dijuluki pulau seribu masjid diluluhlantakkan gempa bumi yang belum terbenahi secara sempurnya, tak lama kemudian Donggala Palu Sulawesi Tengah dilanda Tsunami dan gempa yang teramat dahsyat. Menurut pemberitaan Republika 2/10/2018 dilaporkan korban meninggal mencapai 884 orang, hilang 90 orang, luka-luka 632 orang, dan 48.025 orang terpaksa mengungsi di 103 titik. Yang lebih menyedihkan penyikapan dan penanganan korban oleh pihak yang berwenang masih sangat jauh dari harapan.
Terkait dengan penyikapan dan penanganan atas bencana gempa dan Tsunami tersebut, ada beberapa catatan penting yang patut mendapat perhatian semua pihak, antara lain sebagai berikut.
Pertama, adanya penyikapan yang sekularistik oleh para pemimpin negeri ini terhadap bencana tersebut. Mereka hanya mengandalkan analisis dari segi ilmiah dan keilmuan semata. Sibuk menganalisis dan mengeluarkan pernyataan penyebab gempa dan Tsunami. Semua penyebab musibah itu tidak pernah mereka kaitkan dengan kelalaiannya untuk menaati hukum dan aturan Allah SWT dalam mengatur bangsa dan negara ini. Sikap yang demikian itu merupakan sikap yang patut disayangkan oleh publik, terutama oleh umat Islam yang merupakan penganut agama terbesar di negeri ini. Karena sikap seseorang pemimpin itu sangat dipengaruhi dan didominasi oleh pemahaman dan keyakinan seorang pemimpin yang ada di dalam dada dan pikirannya.
Padahal, dalam kitab suci Al-Qur’an banyak terdapat ayat yang mendokumentasikan kisah-kisah kehancuran kaum terdahulu, yang sejatinya untuk menjadi pelajaran para pemimpin negeri ini. Yang kebanyakan disebabkan penentangan mereka terhadap hukum dan syariat Allah SWT yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul saat itu. Sebagaimana kisah Raja Fir’aun, penentangannya terhadap syariat Allah, kesombongannya, dan kedzalimannya terhadap rakyat, telah menjadikan jalan menuju kehancuran bangsanya. Hal ini juga telah Allah SWT peringatkan dalam Al-Qur’an, ”Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir-balikkan bumi bersama kalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Ataukah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu? Kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? Sesungguhnya orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Alangkah hebatnya kemurkaan-Ku (TQS. al-Mulk [67]: 16 -18).
Kedua, patut disayangkan kebijakan yang dilakukan oleh para pemimpin negeri ini dalam penanganan korban pasca musibah. Sampai Rabu, 3 Oktober 2018, masyarakat korban dan tsunami di Palu, Sigi, dan Donggala dalam kondisi kesulitan makanan bahkan kelaparan. Padahal, musibah sudah masuk hari yang ke-6. Gerak pemerintah yang konon memiliki banyak sumber daya, namun tampak sangat lambat menolong rakyatnya (http://makassar.tribunnews.com/amp/2018/10/02/kekurangan-bantuan-makanan-korban-gempa-di-donggala-mulai-kelaparan).
Yang lebih memprihatinkan adalah di saat rakyat yang kelaparan dan meregang nyawa, justru para pemimpin negeri ini menjamu para tamu pertemuan IMF secara mewah dan bertolak belakang dalam menangani rakyatnya sendiri yang tertimpa musibah. Fakta menunjukkan bahwa dalam rangka menyambut para tamu IMF dan World Bank pada 8 sampai 18 Oktober 2018, pemerintah telah mempersiapkan secara matang segala sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pertemuan tersebut. Mulai dari Helikopter sebanyak 30 unit hingga kapal selam. Bahkan PT Pelindo III akan menghabiskan anggaran hingga Rp 700 milyar untuk pendalaman alur dan kolam di Pelabuhan Benoa Bali agar kapal pesiar raksasa MV Genting Dream bisa bersandar. Selain itu, pemerintah juga menganggarkan anggaran multiyears sebesar Rp 855,5 milyar (http://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4016915/rp-855-miliar-anggaran-pertemuan-imf-world-bank-di-bali). Itulah bukti yang kasat mata dari para pemimpin negeri ini, telah melakukan kedzaliman yang tiada tara terhadap rakyatnya.
Ketiga, sudah saatnya pemimpin negeri ini, yang merupakan negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia, menata dan mengelola negara dengan sistem yang adil dan sempurna yaitu sistem Islam, yang berasal dari Allah SWT yang maha adil dan maha sempurna. Termasuk di dalamnya penanganan bencana alam yang sedang marak menerpa negeri kita ini. Hentikan kesombongan kalian, yang telah kalian lakukan: memfitnah ajaran Islam (Khilafah Islam), mengkriminalisasi ulama’, mencabut legalitas ormas yang memperjuangkannya, menuduh penyeru Khilafah dengan lebel yang negatif, dan membubarkan acara dakwah. Teladanilah sistem Islam (Khilafah Islam) di masa lalu dalam mengurus dan mengelola negara dengan adil dan memanusiakan manusia.
Sebagai salah satu bukti otentik keunggulan sistem Islam, Khilafah Islamiyah di masa lalu dalam menyiapkan segala-sesuatunya dalam menghadapi bencana. Pada masa kekhilafahan Turki Utsmani, Sultan Ahmed, mempunyai seorang arsitek yang fenomenal (bernama Sinan), yang menerapkan kebijakan untuk menangkal gempa, seluruh warga negara harus membangun gedung-gedung tahan gempa. Termasuk membangun masjid “Sultan Ahmed” dengan konstruksi beton bertulang yang sangat kokoh serta pola-pola lengkung berjenjang yang dapat membagi dan menyalurkan beban secara merata. Semua masjid yang dibangunnya juga diletakkan pada tanah yang menurut penelitian saat itu cukup stabil. Gempa bumi berkekuatan di atas 8 Skala Richter yang terjadi di kemudian hari, terbukti tak membuat dampak sedikitpun pada masjid itu, sekalipun banyak gedung modern di Istambul yang justru roboh.
Oleh karena itu umat Islam tak lelah selalu mengingatkan penguasa di negeri ini untuk kembali kepada aturan Allah SWT, untuk menerapkan syariat Islam secara komprehensif dalam segala bidang. Sebagaimana peringatan Allah SWT, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (TQS. Al-A’raf : 96). Wahai Penguasa! Sadarlah dan perhatikanlah peringatan Allah SWT tersebut. Wallahu a’lam.