Mediaumat.id – Menanggapi pertanyaan yang meragukan sebagian masyarakat Indonesia terkait, ‘Benarkah Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun?’ Sejarawan Nur Fajarudin memberikan tanggapannya.
“Narasi ini unik ya. Narasi ini justru muncul dari pemimpin-pemimpin kita di awal-awal kemerdekaan. Supaya akan muncul semangat yang tinggi melawan Belanda. Ada yang mengatakan seperti itu. Ada juga yang bilang bahwa narasi ini memang muncul dari pihak Belanda untuk melebih-lebihkan penjajahan Belanda,” tuturnya dalam rangkaian acara Ekspo Rajab 1443 H, Diskusi JKDN: Membongkar Strategi Penjajah dalam Membelokkan Sejarah Islam di Nusantara, Jumat (25/2/2022) secara daring.
Menurutnya, 350 tahun itu terhitung sejak masa kedatangan Cornelis de Houtman ke Banten. “Kita tahu Cornelis de Houtman itu hanya membawa 3-4 kapal. Dia enggak bawa pasukan. Bahkan Cornelis de Houtman sendiri kan tewas di tangan Laksamana Malahayati di perairan Aceh. Ini kan aneh? Orang datang hanya niatnya kulakan (mau beli) cengkeh sama pala (kok dibilang menjajah),” ujarnya.
Fajar mengatakan, Cornelis de Houtman ini orangnya agak songong, bikin banyak kerusuhan di pelabuhan-pelabuhan di Banten, Sedayu, Tuban, Madura. “Banyak bikin huru-hara dia. Ini kan enggak mungkin dikatakan ini babak awal penjajahan Belanda. Itu suatu narasi sejarah yang luar biasa bengkok sebenarnya,” ungkapnya.
“Kalau kita perhatikan di masa itu hingga tahun 1870 masih banyak wilayah-wilayah di kepulauan Nusantara yang berdaulat. Bahkan tahun 1900-an awal itu, Kesultanan Aceh itu masih melakukan peperangan dengan Belanda. Ada dua kesultanan di Sumatera yang sangat memegang peran vital itu masih berkonfrontasi dengan Belanda dan mereka dikatakan masih merdeka yaitu Kesultanan Aceh yang merupakan pintu gerbangnya Selat Malaka dan Kesultanan Riau Lingga yang letaknya itu tepat di jalur selat Malaka yang nanti dikooptasi oleh Belanda tahun 1911,” bebernya.
Menurutnya, perlawanan itu masih ada. “Kesultanan-kesultanan itu masih ada dan masih juga banyak kesultanan-kesultanan lain yang merdeka dalam artian mereka itu hanya ‘tunduk’ dalam kekuasaan Belanda. Ini adalah fakta. Bisa dikatakan Belanda itu benar-benar menyatakan dirinya sebagai penguasa legal atas seluruh wilayah yang kita kenal dengan wilayah Indonesia sekarang, itu baru tahun 1920-an. Itu setelah Perang Dunia I. Tapi itu perlawanan masih terus ada. Perlawanan-perlawanan dari kaum Muslim,” jelasnya.
Fajar menuturkan, di satu sisi perlawanan bersenjata di Aceh mulai mereda walaupun masih ada perang gerilya tapi di Jawa sudah mulai meledak perlawanan melalui politik yakni munculnya Syarikat Islam, Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, gerakan-gerakan nasionalis dan gerakan-gerakan komunis itu muncul di Jawa. “Yang nanti efeknya merapuhkan. Belanda itu sebenarnya kewalahan. Maka sebenarnya kita itu bukan dijajah 350 tahun, tetapi 350 tahun berjihad fi sabilillah melawan Belanda,” tegasnya.
Bahkan, kata Fajar, lebih dari 350 tahun kalau dihitung dengan perlawanan dengan Spanyol, Portugis, ada Inggris, Perancis, era Jepang ditambah perang kemerdekaan. “Kita itu satu bangsa yang jihadnya paling panjang. Walaupun jihadnya itu bukan ofensif tapi defensif. Kita itu menorehkan juga. Kita ini bangsa yang paling banyak berjihad. Kita itu setara dengan Turki Utsmani. Walaupun Turki Utsmani itu ofensif, sedangkan kita defensif,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it