Begini Toleransi Khilafah Islam kepada Umat Beragama Lain
Mediaumat.id – Dalam perjalanan napak tilas sejarah, dari Menara Galata (bangunan bersejarah di Istambul) Narator Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) Akhmad Adiasta mengisahkan toleransi Khilafah terhadap umat beragama lain.
“Dari sini kita bisa belajar bagaimana Khalifah dulu memberikan perlindungan, bertoleransi. Bukan hanya bertoleransi tapi juga memberikan perlindungan yang pertama kepada umat beragama lain,” kisahnya dalam program Ramadhan Berkah dengan Syariah Kaffah dalam Cerita JKDN, di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Ahad (10/4/2022).
Salah satunya, lanjut Ahmad, adalah sebuah kisah pada saat Andalusia ini jatuh ke tangan Ferdinand dan Ratu Isabella, kaum Yahudi Ortodoks pada saat itu juga terusir dari Andalusia.
Dan luar biasanya, Muhammad Al-Fatih memberikan sebuah perlindungan kepada mereka dengan memberikan lokasi di salah satu tempat di distrik Fatih, Istanbul Turki. Hingga hari ini di distrik Fatih masih sebagai pemukiman Yahudi Ortodoks secara turun temurun, yang dulu mereka terusir dari Andalusia.
“Jadi, di Andalusia ketika terjadi penaklukan oleh Ferdinand itu orang-orang lain terusir. Ketika orang-orang Yahudi ini terusir maka mereka mencari suaka. Dan yang menerima suaka mereka adalah Sultan Mehmed II atau Sultan Muhammad al-Fatih,” jelasnya.
Ahmad menilai, ini adalah kondisi luar biasa, harusnya generasi masa kini banyak belajar dari peristiwa itu bahwasanya perlindungan Khalifah, perlindungan yang diberikan oleh Daulah Islamiyah bukan hanya kepada orang Islam tetapi juga kepada Yahudi.
“Jadi salah kalau ada yang mengatakan kalau nanti Daulah Islam ada, kemudian semua orang harus masuk Islam, tentu tidak seperti itu. Makanya harus banyak membaca literatur harus banyak ngaji supaya kita paham dengan agama kita,” ajaknya.
Ahmad prihatin, bicara soal toleransi yang hari ini digaungkan secara masif sampai kebablasan ikut mencampuri urusan agama orang lain, beribadah seperti agama lain, beribadah di rumah ibadah agama lain yang sebenarnya Islam tidak mengajarkan seperti itu.
“Kita sama-sama belajar agama dan juga belajar sejarahnya. Mendatangi tempat-tempat sejarah lebih baik, punya buku-buku sejarah juga harus. Kita bisa tahu apa yang terjadi di masa lalu sehingga kalau di sana ada kesalahan ada kekurangan kita enggak terjerumus di lubang yang sama dua kali,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun