Begini Modus Penempatan Pekerja Migran Ilegal di Luar Negeri

Mediaumat.news – Analis Senior PKAD Fajar Kurniawan mengungkap modus penempatan pekerja migran ilegal di luar negeri.

“Saya kira memang permasalahan terkait dengan pekerja migran ini permasalahan yang tak kunjung usai. Penempatan-penempatan pekerja migran ini khususnya pekerja-pekerja ilegal itu banyak sekali modusnya,” tuturnya dalam Kabar Petang: Kapitalisme Akar Eksploitasi Jutaan Pekerja Migran, Senin (11/10/2021) di kanal YouTube KC News.

Menurutnya, ada yang menggunakan modus perdagangan orang atau human trafficing, ada juga yang modusnya penyelundupan manusia atau people smuggling dan perbudakan modern atau modern slavery. “Dan tiga-tiganya cukup eksis hingga hari ini. Padahal jelas ini adalah extra ordinary crime (kejahatan yang luar biasa) yang tentu menjadi concern dari semua pihak, tapi yang terjadi bahwa penempatan-penempatan pekerja migran ilegal pada faktanya masih terus terjadi,” ujarnya.

Fajar menjelaskan, modus operandinya dimulai dari para cukong-cukong atau para bandar mendatangi kantong-kantong pekerja migran yang ada di Indonesia. “Mereka sudah tahu di daerah-daerah mana yang biasanya tertarik kerja di luar negeri. Biasanya di daerah-daerah minus seperti di Jawa Timur, di Jawa Barat, Lombok, NTB, Madura dan seterusnya. Kemudian mereka mencoba membujuk orang-orang ini agar mau menjadi pekerja migran dengan iming-iming gaji yang tinggi dan fasilitas yang fantastis,” ungkapnya.

Mereka, lanjut Fajar, mencoba meyakinkan atau membujuk pejabat baik dari tingkat desa, kecamatan, bahkan sampai kabupaten untuk mendapatkan dokumen-dokumen yang sebenarnya palsu atau tidak sesuai dengan kenyataannya. Ini yang menyebabkan permasalahan ini yang terus terjadi.

Ia menduga, proses pengiriman pekerja migran ini adalah bisnis yang cukup besar. “Karena dari satu orang saja pekerja organ yang dikirimkan itu ada potensi keuntungan sampai 40 juta sementara modal yang dikeluarkan hanya 20 juta. Inilah membuat menarik bagi para pemodal-pemodal besar itu,” ungkapnya.

Menurutnya, inilah yang melatarbelakangi munculnya tiga saluran seperti tersebut di atas. Apakah kemudian menjadi perdagangan orang, penyelundupan manusia atau perbudakan? “Ada memang sedikit perbedaaan dalam konteks ini. Kalau perdagangan orang, dia bisa dikirim ke tempat-tempat yang memang sebenarnya bukan sebagaimana janjinya. Sebagian besar dijadikan pekerja seks komersial atau mungkin dijadikan pekerja pekerja ilegal di negara-negara tertentu tanpa identitas,” bebernya.

Kalau penyelundupan manusia, kata Fajar, pekerja migran ilegal ini ditempatkan yang paling banyak di Malaysia. “Berapa puluh ribu atau bahkan ratusan ribu yang diselundupkan di perkebunan-perkebunan kelapa sawit. Upah mereka tentu lebih rendah jika dibandingkan dengan pekerja migran yang legal. Pekerja ilegal ini, dia bisa digaji berapa pun karena mereka tidak punya surat-surat dan posisi tawar mereka juga rendah sehingga majikan mereka di tempat itu bisa menggaji mereka dengan gaji yang sangat rendah,” terangnya.

Kemudian, lanjut Fajar, modern slavery yang paling banyak di sektor kelautan dan perikanan. Mereka bekerja di tengah laut atau bekerja di kapal-kapal perikanan dan seterusnya. “Mereka juga diperlakukan tidak manusiawi. Dan bahkan dalam beberapa kondisi sakit atau meninggal, mereka tinggal dibuang saja ke laut,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: