Mediaumat.news – Dengan dalih membela demokrasi, Amerika Serikat desak militer lepaskan kekuasaan usai kudeta di Myanmar, sikap sebaliknya ditunjukkan ketika terjadi kudeta militer di Mesir. “Ini menunjukkan standar ganda Amerika terkait dengan penegakan demokrasi,” tutur Pengamat Politik Internasional Farid Wadjdi kepada Mediaumat.news, Selasa (02/02/2021).
Menurutnya, standar ganda Amerika ini sebenarnya merupakan bukti bahwa demokrasi itu sekadar alat politik bagi Amerika. “Demokrasi akan mereka gunakan kalau itu dibutuhkan oleh Amerika terutama ini terkait dengan politik luar negeri. Dan akan mereka campakkan kalau mereka tidak merasa membutuhkan itu,” ujarnya.
Ia menilai Amerika mengusung isu-isu demokrasi untuk melegalisasi dan melegitimasi penjajahan mereka di Irak dan Afghanistan. “Tapi, di sisi lain Amerika tetap mendukung rezim Sisi yang represif dan mengambil alih pemerintahan Mursi yang demokratis dengan cara-cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi,” ungkapnya.
Bukti lainnya, menurut Farid, Amerika meskipun tahu bahwa Saudi jelas jauh dari nilai-nilai demokrasi tapi Amerika tetap menjalin hubungan baik dengan rezim Saudi. Jadi, bisa kita katakan isu politik demokrasi luar negeri Amerika itu sebagai alat politik yang mereka gunakan sesuai dengan kepentingan mereka,” tandasnya.
Melihat standar ganda Amerika yang menjadikan demokrasi sekadar alat politiknya, ia menyarankan agar umat Islam menolak mentah-mentah sistem demokrasi ini. “Sebagaimana pelajaran dari Arab Spring sepuluh tahun yang lalu. Kegagalannya itu juga tidak bisa dilepaskan dari intervensi politik dan ideologi dari Amerika,” ungkapnya.
Menurutnya, beberapa penguasa yang menang pemilu di Timur Tengah, sesungguhnya berlatar belakang Islam atau kelompok Islam, seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir dan An-Nahdah di Tunisia. Namun, mereka dalam kebijakannya cenderung berkompromi dengan mengadopsi nilai-nilai demokrasi.
“Justru, itu cara untuk menjadi celah bagi kepentingan Barat untuk menggeser mereka dan mengokohkan kepentingan Barat di Timur Tengah,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it