Beda Isi Pidato di COP26 dengan Temuan Lapangan, Jokowi Kibuli Dunia?

 Beda Isi Pidato di COP26 dengan Temuan Lapangan, Jokowi Kibuli Dunia?

Mediaumat.id – Membandingkan isi pidato Presiden Jokowi di KTT Perubahan Iklim (COP26) dengan temuan lapangan oleh Greenpeace Indonesia yang menyebut luasan lahan deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,13 juta hektare (ha) atau setara dengan luas 3,5 kali luas Pulau Bali, Pengamat Kebijakan Publik Erwin Permana mengatakan bahwa Jokowi mengibuli dunia.

“Pada konferensi COP26 yang pesertanya dari berbagai belahan dunia, Jokowi mengucapkan sesuatu yang berbanding terbalik dengan realitas lapangan seperti temuan Greenpeace, maka kita harus katakan bahwa Jokowi kibuli dunia,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Jumat (12/11/2021).

Erwin melihat, sebagai pemimpin tentunya Jokowi mau dibilang baik dan berhasil. Sehingga Jokowi berusaha untuk mendapatkan kredit dari berbagai kesempatan.

Menurut Erwin, boleh saja Presiden mengambil kredit dari berbagai kesempatan, namun tentu harus dibarengi dengan kesesuaian antara ucapan dengan kenyataan. Sebab kalau tidak sesuai, bukan apresiasi yang didapatkan, tapi justru sebaliknya.

Akan tetapi kata Erwin, yang terbiasa berucap jujur itu hanya orang yang memang biasa jujur, jujur menjadi kebiasannya. Kalau sudah terbiasa ngibul dia akan ngibul terus baik di forum besar maupun kecil, dalam perkara besar maupun kecil.

Erwin menilai, kalau orang terbiasa tidak jujur, maka setiap kalimatnya tidak ada yang bisa dipegang.

Ia mengatakan, jika ada satu orang tidak jujur, maka yang lain perlu mengambil jarak sebab mendatangkan mudarat, apalagi kalau yang tidak jujur itu adalah seorang penguasa, maka mudaratnya jauh lebih besar.

Menurut Erwin, berbahaya bagi keselamatan seluruh rakyat yang dipimpin baik orang dekat maupun jauh, baik yang mendukung atau tidak mendukung. Sebagai pemimpin jujur itu mutlak, sebab hanya dengan kejujuran semua urusan menjadi baik.

Terus Bermunculan

Erwin membeberkan, penguasa model begini (tidak jujur) akan terus bermunculan dikarenakan sistem sekuler demokrasi. Sebab dalam demokrasi, politik itu memang tipu-tipu dan harus tipu-tipu.

“Saya kira semua orang setuju bahwa tidak ada satu pun politisi dalam demokrasi itu yang layak dipercaya 100%, semuanya selalu ada ngibulnya! Kalau menjadi politisi dalam demokrasi dan berperilaku jujur pasti akan dianggap lugu dan polos. Dalam demokrasi politisi yang ulung itu adalah yang paling jago ngibul,” ungkap Erwin.

Pertanyannya, ujar Erwin, bagaimana mungkin kehidupan akan menjadi baik dengan tatakelola semacam itu dan sampai kapan kaum Muslim rela diatur dengan model seperti itu? “Karena itu sistem demokrasi itu harus segera ditinggalkan. Ganti dengan sistem politik unggul yang berasal dari Allah yakni sistem politik Islam,” pungkas Erwin.[] Agung Sumartono

 

 

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *