Bayi Baru Lahir Terlambat Daftar BPJS Dikenai Denda, Praktisi Kesehatan: Zalim!

Mediaumat.id – Menarik atau memungut biaya pelayanan kesehatan oleh negara dari rakyat saja dinilai sudah termasuk zalim, apalagi mengenakan denda atas bayi baru lahir yang terlambat didaftarkan ke BPJS Kesehatan.

“Adalah kezaliman, apalagi disertai denda keterlambatan mendaftarkan bayi yang baru lahir ke BPJS,” ujar Praktisi Kesehatan dr. Muhammad Amin, Sp.MK., M.Ked.Klin. kepada Mediaumat.id, Jumat (1/9/2023).

Menurutnya, BPJS Kesehatan sendiri adalah pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat berbasis asuransi.

Padahal, pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada dasarnya merupakan kewajiban negara yang diberikan secara cuma-cuma. “Hal ini dapat dirunut dari fakta hukum syariah Islam,” tegasnya.

Disebutkan dalam kebijakan di Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, bayi yang baru lahir dari peserta jaminan kesehatan, memiliki kewajiban untuk didaftarkan ke BPJS maksimal 28 hari setelah dilahirkan.

Terdapat informasi tambahan juga yang menegaskan jika setelah 28 hari tidak didaftarkan pihak keluarga akan dikenai denda.

Artinya, lanjut Amin, dalam sistem kapitalisme seperti yang diterapkan saat ini, kesehatan dijadikan sebagai komoditas yang distribusinya diserahkan kepada mekanisme pasar yang berslogan ‘ada uang ada pelayanan dan jasa’.

Sebaliknya, tanpa uang, masyarakat tidak akan memperoleh pelayanan dan jasa kesehatan.

Meski, imbuh Amin, secara teknis uangnya ada yang dibayarkan secara mandiri, dan ada juga yang dibantu oleh negara bagi peserta PBI (penerima bantuan iuran).

Tak ayal, hal ini dirasakan penting oleh para pengusaha besar di bidang kesehatan. “Mereka (para pengusaha) menyadari daya beli masyarakat yang rendah tidak akan mampu membiayai sendiri dana kesehatannya,” ulasnya, yang berarti menjadi ancaman tersendiri bagi industri yang mereka bangun.

Berikutnya, kata Amin, beda cerita jika orang yang sehat ikut membayar iuran untuk memastikan ketersediaan sejumlah dana.

Dengan dalih semacam subsidi silang, dana ini diharapkan dapat membantu pembiayaan kesehatan orang yang sakit. Dan tentunya di belakang itu para pengusaha dimaksud bakal mendapatkan keuntungan besar.

Pelayanan dalam Islam

Di sisi lain, Amin mengungkapkan, Rasulullah SAW telah menggratiskan pelayanan kesehatan buat warga negaranya. Yang selanjutnya diikuti oleh para khalifah setelah kepemimpinan beliau SAW.

Lantas, berkenaan dengan sumber pembiayaan, Amin pun menyampaikan, kekayaan alam berupa mineral dan batu bara, serta hutan dan air, dalam syariah Islam merupakan milik rakyat.

Maknanya, negara tak berhak memberikan hak kelola sumber daya alam kepada swasta baik lokal terlebih asing. “Negara akan mengelolanya, meskipun secara teknis harus membeli skill (keahlian) dan alat produksinya dari mana saja,” jelasnya.

Sementara secara hasil, kata Amin, tentu saja dipergunakan untuk melayani rakyat termasuk pelayanan di bidang kesehatan.

Untuk diketahui, sebagaimana dilansir dari Al-Infaq: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 13 No. 2, Tahun 2022, dengan pengelolaan versi syariah Islam, potensi pemasukan APBN dari kekayaan alam Indonesia mencapai Rp18.918 triliun per tahun.

Maka, jangankan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma. Dengan dana sebesar ini, kata Amin, negara akan mampu memberikan pelayanan terkait kebutuhan pokok seluruh rakyatnya, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, maupun keamanan seluruh masyarakat.

“Pelayanan ini tanpa diskriminasi kaya-miskin, Muslim-nonMuslim, penduduk desa-kota, dan lain-lain,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: