Mediaumat.id – Baru saja diangkat jadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Dudung Abdurachman dinilai langsung membuat kegaduhan dan seperti menebar teror kebencian.
“KSAD yang baru diangkat langsung membuat kegaduhan dan seperti menebar teror kebencian,” tutur Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam Gus Uwik kepada Mediaumat.id, Kamis (25/11/2021).
Melalui pernyataannya, ‘Saya bilang kalau ada informasi-informasi saya akan berlakukan seperti zaman pak Soeharto dulu. Para Babinsa itu harus tahu, jarum jatuh pun dia harus tahu’ secara tersirat Jenderal Dudung akan mengembalikan fungsi intelijen hingga level kampung, atau dengan bahasa lugasnya meminta para Babinsa ‘memata-matai’ siapa saja yang dianggap terpapar radikalisme.
Radikalisme seperti yang dimaksudkan Jenderal Dudung, menurut Gus Uwik, masih perlu dipertanyakan siapa yang dimaksud radikalisme itu? Apakah umat Islam dan ormasnya? atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Teroris Papua? “Jika melihat konteks dan waktu penyampaian statement tersebut, bisa dibaca narasinya akan menindak umat Islam dan ormasnya,” ungkap Gus Uwik.
Sebagaimana disampaikan Kiai Anwar Abbas bahwa yang ditangkap karena terorisme dan radikalisme semua beragama Islam atau ormas Islam. “Tidak ada dari agama lain,” tegasnya.
Meskipun, lanjutnya, ada fakta pendeta yang menyuplai senjata untuk KKB teroris. Namun tidak disebut sebagai teroris.
KSAD justru memberikan statement berbeda kepada KKB teroris Papua. Jenderal Dudung mengatakan, “Jangan sedikit pun berpikir untuk membunuh, kalian harus sayang masyarakat dan kalian harus tunjukkan rasa sayang kepada masyarakat Papua. Kamu harus baik pada masyarakat Papua, jangan menyakiti hati mereka,” kata Jenderal Dudung di Timika, Papua, seperti dilansir Antara, Rabu (24/11/2021).
Narasi tersebut pun dianggap aneh oleh Gus Uwik. Karena, kepada KKB teroris yang jelas-jelas melakukan makar, mengangkat senjata, memisahkan diri dari NKRI bahkan merusak fasilitas negara hingga membunuh aparat serta rakyat sipil Jenderal Dudung tidak menyatakan sikap tegas, justru minta disayangi. Namun, kepada umat Islam dan ormasnya berbeda.
“Padahal yang senantiasa dituduh radikal-radikul (umat Islam dan ormasnya) tidak ada yang memanggul senjata, merusak fasilitas negara, atau membunuh rakyat sipil dan aparat militer/kepolisian,” tegas Gus Uwik.
Ia mengingatkan, jangan pernah lupa dengan orde Baru yang begitu jumawa dengan over expose kekuatan via militer untuk menekan rakyat, bisa terjungkal dan jatuh dengan begitu tragis dan menyakitkan. “Apakah tidak menjadi pembelajaran dan hikmah yang nyata? Apakah ingin berakhir tragis seperti orde Baru?” pungkasnya.[] Ade Sunandar