Barat Tak Peduli dengan Umat Islam

Oleh: Agung Wisnuwardana (Indonesia Justice Monitor)

Serangan NATO pada Yugoslavia di tahun 1993 sering ditampilkan dunia barat sebagai akibat keras kepalanya rezim Yugoslavia untuk menerima rencana perdamaian – terutama pada penolakan Yugoslavia terhadap masuknya pasukan pemelihara perdamaian di Kosovo.

Intervensi barat yang berujung pada pemboman beruntun terhadap Yugoslavia oleh NATO selalu dijadikan bukti oleh NATO bahwa ‘Perang melawan Teror’ saat ini bukanlah perang melawan Islam. Sebab, dunia Barat menyatakan bahwa ia akan menyerang siapapun demi misi kemanusiaan, bahkan kalau perlu ‘menyelamatkan’ muslim Kosova dari kebengisan Yugoslavia di tahun 1993. Kenyataan geopolitik sebenarnya tidak seperti itu.

Ketidakstabilan Balkan di tahun 1990an sebenarnya dipicu oleh keinginan kuat oleh Amerika untuk mengurangi pengaruh Rusia, menaikkan ketergantungan eropa pada Amerika, dan memberikan legitimasi baru pada NATO, yang telah kehilangan fungsi sejak berakhirnya Perang Dingin (runtuhnya Uni Sovyet dan Pakta Warsawa).

Negeri Barat terutama AS dan Inggris berusaha keras untuk memecah Yugoslavia, yang terungkap oleh kata-kata dubes AS untuk Yugoslavia Warren Zimmerman pada bulan Januari 1992 sebelum pecahnya konflik sebagai ‘usaha kita untuk memecah Yugoslavia menjadi negeri-negeri kecil.”[2] Pada tanggal 18 Maret 1992, Uni Eropa mensponsori usaha perdamaian di Lisbon yang melibatkan Muslim Bosnia, Kroasia, dan Serbia untuk memecah Yugoslavia menjadi kantong-kantong negeri independen berbasis etnis atau agama, yang bersatu dalam bentuk semacam federasi.

Usaha perdamaian ini disabotase oleh AS dengan mendesak Presiden Alija Izetbegovic untuk mendeklarasikan kemerdekaan dengan dasar ‘referendum 1 Maret.’ Jose Cutileiro, sekjen Uni Eropa mengkonfirmasi bahwa ‘Presiden Alija Izethbegovic dan pembantunya memang telah disokong untuk menolak usaha perdamaian dan berjuang untuk untuk menyatukan Bosnia oleh diplomat Barat.” Inilah pemicu perang sipil Bosnia.

Kini, tidak kurang dari 11 ribu pasukan ditempatkan di Bosnia, Kosovo, dan Macedonia untuk menjaga perdamaian. Namun lebih dari itu, untuk menjaga kepentingan AS. Bekas wakil rakyat AS, Lee Hamilton berkomentar pada harian New York Times bahwa ‘kita telah mengontrol sepenuhnya daerah semenanjung Balkan. Pejabat AS telah mengambil alih kegiatan kenegaraan di wilayah bekas Yugoslavia. Kita berperan lebih dari sekedar diplomat.” Karen Talbot, ahli geopolitik mengkonfirmasi bahwa ‘kerja keras AS dan NATO untuk menduduki Kosovo dan praktisnya keseluruhan Yugoslavia dipicu oleh kekayaan sumber daya alam. Kosovo sendiri kaya dengan aneka tambang di belahan eropa bagian barat Rusia. Menurut New York Times, ‘daerah pertambangan Trepca, daerah terkaya di semenanjung Balkan, bernilai kurang lebih 5 bilyun dolar. Daerah tersebut kaya dengan emas, perak, timbal, zinc, kadmium yang menghasilkan keuntungan sebesar jutaan dolar per tahunnya. “Kosovo juga memiliki 17 bilyun ton cadangan batubara dan minyak bumi. Presiden Clinton, secara tidak sengaja, kelepasan berbicara,’kalau kita ingin posisi ekonomi yang kuat di dunia, Eropa adalah kuncinya, dan ini terletak di Kosovo sebagai sumber utamanya”.

Sejak berakhirnya pemboman, banyak sekali pangkalan militer AS di Balkan. Salah satunya terletak di Kosovo, yang diperkirakan sebagai terbesar sejak Perang Vietnam. Dominasi AS pada NATO berarti intervensi NATO di Balkan, yang akhirnya memperkuat pengaruh AS di wilayah tersebut. Bocoran dokumen Pentagon masa 1994-1999 menunjukkan laporan Rencana Pertahanan yang menyarankan agar AS ‘harus mencari jalan untuk menghalangi bangkitnya Eropa (pendirian pakta pertahanan yang hanya terdiri dari negeri2 eropa saja tanpa keanggotaan AS), yang bisa menihilkan peran NATO, maka sangat penting untuk mempertahankan eksistensi NATO sebagai satu-satunya sistem pertahanan dan keamanan di Eropa, dan juga berfungsi sebagai alat AS untuk memberikan pengaruh dan partisipasi dalam mencampuri urusan internal keamanan Eropa.”

Ini semua menunjukkan bahwa ancaman pengaruh Rusia, adanya cadangan minyak di laut Kaspia, dan revitalisasi NATO (untuk mempertahankan pengaruh AS) adalah tujuan-tujuan sebenarnya dari kebijakan geopolitik AS dan intervensi Barat umumnya. Bahwa ribuan jiwa harus melayang demi tercapainya tujuan tersebut adalah harga yang AS tidak akan pernah ragu untuk membayarnya demi kelanggengan dominasinya di Eropa.[]

Share artikel ini: