Oleh: Ainun D.N. (Direktur Muslimah Care)
Sebagaimana diketahui, makin banyak kalangan menyadari bahwa saat ini umat Islam di seluruh dunia tengah menghadapi berbagai persoalan (penjajahan) baik ekonomi, politik, militer, hukum, sosial, budaya maupun pemikiran. Persoalan tersebut menjadikan umat Islam tidak lagi mampu menunjukkan dirinya sebagai khayru ummah.
Sebagai bagian dari komponen umat Islam, para pengemban dakwah, termasuk di dalamnya para mubaligh dan mubalighah, merupakan salah satu simpul umat. Mereka menjadi tempat bergantung dan rujukan umat atas berbagai persoalan keumatan. Mereka sekaligus menjadi penjaga kesatuan pemikiran dan perasaan umat. Dengan potensinya yang strategis ini, para pengemban dakwah, termasuk para mubalighah, selayaknya menjadi sosok terdepan dalam perubahan, mengajak dan memimpin umat untuk berjuang bersama meraih kemuliaan di dalam Islam. Para mubalighah adalah bagian dari para pengemban dakwah yang memiliki posisi yang mulia di hadapan Allah SWT karena memiliki peran strategis untuk mencerdaskan masyarakat (khususnya kaum perempuan) dengan Islam.
Mubalighah berarti orang yang menyampaikan tabligh yang berasal dari kalangan perempuan. Sama dengan para pengemban dakwah yang lain, para mubalighah siang hari senantiasa membina umat dan membentenginya dari kekufuran, kezaliman dan kefasikan. Adapun pada malam harinya mereka duduk, sujud bersimpuh, lalu bertafakur dalam doa bagi kemuliaan umat Muhammad ini. Karena keilmuannya, mereka juga adalah para ulama pewaris para nabi. Rasullah saw. bersabda:
«وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ»
Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan sesunguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. (namun) mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mendapatkan bagian yang melimpah (HR Abu Dawud, Ibnu Majah at-Tirmidzi, Ahmad, dan al-Darimi dari Abu Darda’).
Maka dari itu, keberadaan para pengemban dakwah, termasuk mubalighah, laksana penerang dalam kehidupan. Mereka selayaknya memiliki karakter para ulama yang menjadi waratsatul anbiya’ (pewaris para nabi).
Para mubalighah adalah para ibu tangguh yang mendidik anak-anaknya, para istri shalihah yang taat kepada suaminya dan para pengatur rumah tangga yang menata tempat tinggalnya. Mereka juga bergerak di tengah umat (kaum wanita) seperti halnya para ulama dari kalangan pria. Mereka berada di garda terdepan dalam membina umat (kaum wanita dan generasi di rumahnya) dalam memperjuangkan Islam. Mereka, karena keilmuan dan keulamannya, laksana bintang-gemintang yang menjadi penerang dan penunjuk arah. Rasulullah saw. bersabda:
«إِنَّ مَثَلَ الْعُلَمَاءِ فِي الْأَرْضِ كَمَثَلِ النُّجُومِ فِي السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ فَإِذَا انْطَمَسَتْ النُّجُومُ أَوْشَكَ أَنْ تَضِلَّ الْهُدَاةُ»
Sesungguhnya perumpamaan para ulama di muka bumi laksana bintang-bintang yang ada di langit yang menjadi petunjuk pada gelapnya daratani dan laut. Apabila hilang bintang-gemintang itu hampir-hampir tersesatlah yang tertunjuki itu (HR Ahmad).
Sebagai pihak yang mewarisi karakter ulama waratsatul anbiya’, para pengemban dakwah, termasuk di dalamnya para mubalighah, adalah orang-orang yang tak akan berdiam diri seraya memberi dukungan dan menyetujui kemungkaran dan kezaliman yang terjadi.
Para pengemban dakwah, termasuk di dalamnya para mubalighah, menyadari bahwa kezaliman yang menimpa umat, khususnya persoalan perempuan dan generasi, hanya bisa dituntaskan dengan menegakkan kembali syariah Islam. Untuk itu para pengemban dakwah dan para mubalighah akan senantiasa berupaya sungguh-sungguh mengoptimalkan potensi dan kedudukan yang dimiliki untuk meraih tujuan mulia tersebut.[]