Mediaumat.id – Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroki melihat bandul politik Indonesia arahkan semakin ke sistem pemerintahan yang lebih diktator.
“Tahun 2022 dari awal hingga akhir dan memasuki 2023 itu kita menyisakan suatu arah bandul politik pemerintahan yang bergeser menuju ke sistem pemerintahan yang lebih otokrasi, lebih otoriter atau lebih diktator,” ujarnya dalam Islamic Lawyers Forum: Analisis Kebijakan Hukum, Politik, Ekonomi, Pendidikan, dan Dakwah Islam Tahun 2023, Ahad (15/1/2023) di kanal YouTube Rayah TV.
Sekadar diketahui, kediktatoran merupakan bentuk pemerintahan yang dikuasai secara absolut oleh satu orang atau sekelompok kecil tanpa batasan konstitusional yang efektif.
Diktator biasanya menggunakan kekerasan atau penipuan untuk mendapatkan kekuatan politik despotik, yang mereka pertahankan melalui penggunaan intimidasi, teror, dan penindasan kebebasan sipil dasar. Ditambah mereka juga dapat menggunakan teknik propaganda massa untuk mempertahankan dukungan publik mereka.
Wahyudi pun menyampaikan, indikasi yang menunjukkan rezim saat ini sedang mengarah ke sana sangatlah banyak. “Apa indikasinya? Banyak aturan atau undang-undang yang mengarah ke sana termasuk kebijakan yang dibuat rezim saat ini,” katanya.
“Termasuk pembatasan orang yang ingin bersuara, para aktivis maupun orang-orang yang bersuara kritis dikriminalkan di sepanjang 2022,” imbuhnya, yang sekaligus menyebutkan di tahun 2023 upaya itu juga akan makin masif dilakukan oleh rezim.
Dengan kata lain, di tahun 2023, pemerintah semakin berani mengeluarkan kebijakan yang mengarah ke arah otokrasi atau model-model pemerintahan kerajaan yang diktator.
Sebutlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang baru saja dikeluarkan pemerintah pada akhir 2022.
Disinyalir, Perppu itu untuk menghidupkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat pada 25 November 2021 agar kemudian dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak keputusan itu.
Karena itu, kata Wahyudi, dengan dikeluarkan perppu tersebut, menunjukkan bahwa pemerintah dalam hal ini presiden, terkesan telah mengambil alih kewenangan lembaga legislatif sebagai perwakilan rakyat.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah dalam hal ini presiden mengambil alih kewenangan (legislatif) untuk membuat hukum sendiri,” terangnya.
Celakanya, tambah Wahyudi, apabila dalam menyusun suatu regulasi sudah berani secara otoriter, tindakan selanjutnya yang bahkan lebih dari itu pun bakal mudah dilakukan. “Kalau kita mengukur seperti itu maka gejala di tahun 2023 ini justru semakin akan mengarah kepada pemerintah yang semakin diktator,” ucapnya.
Oleh karena itu, tutur Wahyudi, ketika melihat demikian umat tidak boleh ‘diam’ tetapi harus optimis di dalam melakukan perubahan. “Kita (harus) optimis bahwa 2023 itu akan ada titik terang,” selanya.
Terlebih, sebagai Muslim wajib memperbesar terang dimaksud menjadi terang benderang dan bercahaya, sehingga akan mendapatkan perubahan yang lebih besar.[] Zainul Krian