Bagaimana Islam Menangani “Licinnya” Minyak Goreng?

 Bagaimana Islam Menangani “Licinnya” Minyak Goreng?

Oleh: Muhammad Taufik

Hingga sekarang minyak goreng masih “licin”; susah dicari dan dibeli. Jika pada akhir tahun 2021 harganya sempat meroket, hingga tembus 40 ribu rupiah per kilogram,[1] setelah dipatok harganya menjadi 14 ribu rupiah per kilogram dia malah menghilang. Bagaimana sebenarnya solusi masalah ini?.

Solusi yang tuntas perlu memperhatikan akar masalahnya, apakah karena kelangkaan, problem distribusi, monopoli ataukah ada pihak yang memang merusak kondisi ekonomi.

1.      Problem Kelangkaan

Problem kelangkaan bisa saja terjadi baik dalam sistem Islam ataukah tidak. Jika ini akar masalahnya, bagi rakyat perlu untuk bersabar, sementara penguasa perlu mencari jalan keluar untuk mengatasi kelangkaan tersebut.

Salamah bin Dinar (w. 140 H) pernah ditanya: “Wahai Abu Hâzim, tidakkah engkau perhatikan bahwa harga-harga melambung tinggi?” Maka beliau menjawab:

وما يُغِمُّكم من ذلك؟ إن الذي يرزقُنا في الرُخْصِ هو الذي يرزقنا في الغَلاء

“Lalu apa yang membuat engkau galau dengan hal tersebut? Sesungguhnya Yang Memberi Rizki kepada kita saat harga murah, Dia pula yang memberi rizki kepada kita saat harga-harga naik.”[2]

Bumi Allah itu luas, jika di satu daerah kekurangan sesuatu, kemungkinan besar di daerah lain kelebihan sesuatu tersebut. Pada akhir tahun 17 H, di Madinah dan sekitarnya terjadi musim paceklik parah yang dikenal dengan sebutan ‘âm ramâdah. Di Madinah memang kekurangan pangan, namun di daerah-daerah lain saat itu kelebihan. Imam at-Thabari menyatakan:

كَتَبَ عُمَرُ إِلَى أُمَرَاءِ الأَمْصَارِ يَسْتَغِيثَهُمْ لأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهَا، وَيَسْتَمِدَّهُمْ، فَكَانَ أَوَّلُ مَنْ قَدِمَ عَلَيْهِ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي أَرْبَعَةِ آلافِ رَاحِلَةٍ مِنْ طَعَامٍ

“Umar r.a telah menulis surat kepada penguasa-penguasa daerah, meminta bantuan dari mereka untuk penduduk Madinah dan sekitarnya. Bantuan pertama datang dari Abu Ubaidah bin Al-Jarrah sebanyak empat ribu unta yang dimuati makanan.”[3]

Dengan demikian, selesailah problem kelangkaan tersebut.

2.      Pembatasan Harga Bukan Solusi

Pembatasan harga, jika dikenakan untuk barang-barang milik individu, alih-alih menjadi solusi, justru ia adalah sumber masalah. Secara ekonomi akan menyebabkan orang menahan barangnya karena tidak sesuai dengan harga yang diinginkan, atau dia akan menjual ke pasar gelap baik di dalam atau luar negeri. Karena itulah tak heran jika setelah pemerintah membatasi harga minyak goreng, justru minyak gorengnya menghilang.

Di sisi lain, pembatasan harga barang milik individu adalah kezaliman. Dari Anas bin Malik r.a  ia berkata, “Pernah terjadi kenaikan harga pada masa Rasulullah saw, maka orang-orang pun berkata, “Wahai Rasulullah, harga-harga telah melambung tinggi, maka tetapkanlah standar harga untuk kami.” Mendengar hal ini Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ، إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى رَبِّي وَلَيْسَ أَحَدٌ يَطْلُبُنِي بِمَظْلَمَةٍ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ

“Sesungguhnya Allah lah yang menentukan harga, yang menyempitkan dan melapangkan, dan Dia yang memberi rizki. Sungguh, aku berharap ketika berjumpa dengan Allah tidak ada seseorang yang meminta pertanggungjawaban dariku dalam hal darah dan harta.”[4]

Imam As-Sindi menyatakan:

وَفِيهِ إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّ التَّسْعِيرَ تَصَرُّفٌ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ بِغَيْرِ إِذْنِ أَهْلِهَا، فَيَكُونُ ظُلْمًا

“Dalam hadis ini ada isyarat bahwa pembatasan harga adalah merupakan tasharruf terhadap harta manusia tanpa izin pemiliknya, maka jadilah ia sebagai kezaliman.”[5]

Para fuqaha empat madzhab sepakat bahwa penetapan harga hukum asalnya adalah haram.[6] Dari Sa’id bin Al-Musayyib diriwayatkan bahwa ‘Umar r.a  bertemu Hathib bin Abi Balta’ah r.a yang sedang menjual kismis di pasar dengan harga yang dalam pandangan Umar terlalu murah. ‘Umar lalu berkata:

إِمَّا أَنْ تَزِيدَ فِي السِّعْرِ وَإِمَّا أَنْ تَرْفَعَ مِنْ سُوقِنَا

“Kamu tambah harganya atau kamu pergi dari pasar kami.”[7]

Setelah Umar kembali, beliau merenungi dirinya, kemudian mendatangi Hathib di rumahnya, lalu berkata:

إِنَّ الَّذِي قُلْتُ لَيْسَ بِعَزْمَةٍ مِنِّي، وَلَا قَضَاءٍ، إِنَّمَا هُوَ شَيْءٌ أَرَدْتُ بِهِ الْخَيْرَ لِأَهْلِ الْبَلَدِ، فَحَيْثُ شِئْتَ فَبِعْ، وَكَيْفَ شِئْتَ فَبِعْ

 “Sesungguhnya yang kukatakan tadi bukanlah ketetapan dariku, bukan pula keputusan, sesungguhnya itu adalah sesuatu yang ingin dengannya ada kebaikan bagi penduduk negeri, maka sekarang juallah seperti apa yang engkau mau.” [8]

3.      Monopoli dan Penimbunan

Jika penyebab kelangkaan adalah adanya monopoli dan penimbunan, negara tidak boleh berpangku tangan, wajib segera menindak dan memberikan hukuman yang setimpal kepada pelakunya. Allah SWT berfirman,

كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ

“… Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. al-Hasyr 7)

Adapun terkait menimbun (ihtikar) yang diharamkan adalah tindakan menyimpan harta dan enggan menjual dan memberikannya kepada orang lain, yang mengakibatkan melonjaknya harga pasar secara drastis disebabkan persediaan terbatas atau stok barang hilang sama sekali dari pasar. Terkait ini Rasulullah saw bersabda:

مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ

“Barang siapa yang menimbun maka dia adalah orang yang berbuat dosa/kesalahan.”[9]

4.      Buruknya Distribusi dan Pendataan

Perlu juga ditelusuri tentang pendataan antara supply dan demand. Jika jumlah produksi berlebih dibandingkan jumlah kebutuhan normal masyarakat, sebagaimana yang diklaim oleh Khofifah bahwa produksi minyak goreng surplus 4 ribu ton,[10] namun kenyataannya minyak goreng langka di pasaran, maka ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama datanya keliru, laporan yang diberikan hanya sekedar menyenangkan majikan semata. Kemungkinan kedua datanya benar, namun distribusinya yang macet atau ditahan oleh tangan-tangan tertentu.

Masalah inipun bisa mudah ditangani jika ada kemauan dan keberanian untuk menindak pihak-pihak yang ‘memacetkan’ distribusi tersebut atau melakukan ‘pengelabuan’ data. Problemnya adalah jika pihak-pihak tersebut adalah “pihak sendiri”, tentu akan terjadi tarik-ulur kepentingan; hal yang lumrah dalam sistem kapitalisme. Jika masalahnya di sini, maka solusinya tidak sesederhana itu, pergantian sistem, menjadi sistem yang menjalankan semua aturan Islam mutlak diperlukan. Rasulullah saw bersabda:

وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

“…Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka.”[11]

 


 

[1] “Harga Minyak Goreng Melambung Tinggi – Koran-Jakarta.Com,” diakses 21 February 2022, https://koran-jakarta.com/harga-minyak-goreng-melambung-tinggi?page=all.

[2] Abu al-Qâsim ‘Ali bin al-Husain bin Hibatullâh Ibnu ‘Asâkir, Târîkh Dimasyq, Pentahkik. ’Amr bin Ghuromah (Beirut: Dâr al-Fikr, 1995), Juz 22, h. 60.

[3] Abu Ja’far At-Thabari, Târîkh Al-Thabari, Cet. II. (Beirut: Dâr al-Turâts, 1387), Juz 4, h. 100.

[4] Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats As-Sijistani, Sunan Abu Daud, Pentahkik. Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid (Beirut: Maktabah al-’Ashriyyah, tt), Juz 3, h. 272; Ibnu Majah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, Pentahkik. Muhammad Fuad Abd al-Baqi (Kairo: Dâr Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, tt), Juz 2, h. 741; Ahmad bin al-Husain Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra, Pentahkik. Muhammad Abdul Qadir Atha, Cet. 3. (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), Juz 11, h. 411, Ibnu Hajar dalam at-Talkhis menyatakan sanadnya shahih menurut syarat Muslim.

[5] Muhammad bin Abdul Hadi As-Sindi, Kifâyatu al-Hâjah fî Syarh Sunan Ibn Mâjah (Beirut: Dâr al-Jîl, t.th), Juz 2, h. 20.

[6] Al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (Kuwait: Wuzarât al-Awqâf wa al-Syu-ûn al-Islâmiyyah, 1427), Juz 11, h. 302.

[7] Malik bin Anas, Al-Muwaththa’, Pentahkik. Muhammad Mushthafa al-A’dzami (Abu Dhabi: Mu’assasah Zayid bin Sulthan, 2004), Juz 4, h. 942; Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra, Juz 6, h. 48.

[8] Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra, Juz 6, h. 48.

[9] Muslim bin Hajjâj, Shahih Muslim, Pentahkik. Muhammad Fuad Abd al-Baqi (Beirut: Dâr Ihyâ al-Turâts al-Arabi, t.th), Juz 3, h. 1227.

[10] “Produksi Surplus, Khofifah Heran Minyak Goreng Masih Langka,” diakses 22 February 2022, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220221035612-92-761672/produksi-surplus-khofifah-heran-minyak-goreng-masih-langka.

[11] Al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, Juz 2, h. 1332.

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *