Bagaimana Islam Memastikan Tata Kelola Negara yang Baik?

Oleh Abo Khaled Alhijazi

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (Terjemahan QS Al-‘Ankabut 29:41)

Kita semua menyaksikan realitas penduduk di negara-negara Muslim dan juga penduduk di negara-negara lainnya. Kita menyaksikan ketidakadilan yang dirasakan oleh penduduk, baik Muslim maupun non-Muslim secara global saat ini. Ketidakadilan dalam semua aspek: ekonomi, pendidikan, hak-hak dan lainnya juga.

Situasi yang sama juga dirasakan secara global.

Sistem demokrasi itu sendiri telah gagal dalam membuat kehidupan rakyat menjadi lebih mudah. Sebagai seorang Muslim dan kita sebagai Muslim harus mengerti bahwa Allah

“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Terjemahan QS An-Nahl: 89)

Dalam kenyataannya, di mana media barat dan para politisi telah menyerang Islam sebagai sistem represif, penuh kekerasan dan totaliter, penting bahwa kita menempatkan Islam dalam konteks yang benar dan mengungkap sistem demokrasi sekuler.

Agar bisa membuat catatan yang tepat, penting untuk memiliki gambaran yang jelas tentang solusi Islam atau sudut pandang Islam terhadap realitas-realitas ini.

Saya akan mengevaluasi solusi Islami untuk masalah-masalah berdasarkan kriteria tertentu yang harus dimiliki oleh masyarakat yang beradab.

Pemimpin di setiap masyarakat harus dipilih dan bertanggung jawab atas semua tindakannya. Partai politik yang mematuhi konstitusi harus diizinkan bekerja di dalam sistem itu.

Para pemimpin politik harus mewakili kepentingan semua orang bukan hanya segelintir kaum elit. Harus ada lembaga peradilan yang independen dari eksekutif, yang dapat meminta pertanggungjawaban eksekutif.

Warga negara dari setiap agama, ras atau jenis kelamin – baik yang sehat maupun cacat – harus memiliki hak yang sama di bawah perlindungan negara.

Tidak ada individu atau kelompok yang berada di atas hukum. Penangkapan yang sewenang-wenang, penyiksaan dan tindakan luar batas terhadap kelompok kriminal asing harus benar-benar dilarang.

Nilai-nilai dan institusi-institusi politik Barat tidaklah universal dan sepenuhnya gagal dalam standar pemerintahan yang baik. Sekularisme Barat tidak memiliki hak untuk membual bahwa mereka memiliki hak bagi warga negara mereka karena terdapat realitas hari ini  dengan sebagian besar ekses yang terjadi dalam sistem demokrasi, di mana penyiksaan dikenakan sanksi, masyarakat hidup di bawah intimidasi dan pengawasan dan hak-hak mereka terkikis habis. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pemerintahan demokratis sekuler menjadi lebih seperti rezim yang menindas di dunia Muslim.

Mari kita bahas sistem Islam. Saya pertama-tama ingin membuat pernyataan bahwa “Karakteristik pemerintahan yang baik terdefinisi, rinci dan diimplementasikan dalam sistem Pemerintahan Islam itu sendiri”

Jadi apakah Sistem Pemerintahan Islam? “Ini adalah sistem pemerintahan dengan struktur dan aparat pemerintahan yang jelas di mana Khalifah (penguasa) dipilih untuk mewakili rakyat dalam mengurus urusan mereka oleh Syariah Islam”.

“Pemerintahan ini akan menjadi salah bagi siapa saja untuk mulai berpikir bahwa Khilafah atau apa yang saya bicarakan di sini adalah apa yang diklaim oleh kelompok-kelompok seperti ISIS sebagai ‘Negara Islam atau apa yang mereka sebut sebagai ‘daulah Islam’,  karena mereka telah membajak label dan menyisipkannya pada proyek mereka sendiri yang hampir tidak memiliki hubungan dengan Islam.

Sistem politik Islam memiliki sejumlah prinsip utama; dua yang mendasar adalah:

Legislasi ini berasal dari sumber ilahi yaitu Al-Qur’an dan Sunnah, Ijma para sahabat (konsensus dari para sahabat Nabi) dan Qiyas (analogi).

Kekuasaan ada pada rakyat.

Prinsip sebelumnya bertentangan dengan prinsip utama demokrasi sekuler, sementara prinsip kedua melemahkan fitur kunci kediktatoran.

Ini berarti bahwa rakyat adalah orang-orang yang memegang otoritas memerintah dan mereka mengontrak penguasa (Khalifah) untuk memerintah sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Kontrak atau bay’ah itu menetapkan bahwa penguasa diizinkan untuk memerintah rakyat selama dia memerintah sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Karena itu, pengangkatan penguasa harus melalui persetujuan rakyat melalui proses pemilihan.

Seorang penguasa harus memiliki mandat dari rakyat atau jika tidak akan dianggap tidak sah. Jadi dia tidak bisa memaksakan dirinya pada rakyat. Negara Khilafah bukanlah negara kediktatoran agama yang dipaksakan kepada rakyat melalui agama.

Mari kita mengevaluasi Sistem Pemerintahan Islam pada 7 poin ini.

Pemimpin di setiap masyarakat harus dipilih dan bertanggung jawab atas semua tindakan mereka.
Kepala negara di Negara Islam dipilih dalam pemilihan terbuka yang transparan dan bertanggung jawab secara langsung atas semua tindakannya kepada rakyat.

Bagaimana Anda mempertahankan pertanggung jawabannya?

Pertanggungjawaban ini dipertahankan dengan memiliki masyarakat terbuka yang dinamis dan partai-partai politik, kehadiran lembaga-lembaga yang kuat termasuk pengadilan independen serta adanya nilai-nilai yang kuat.

Ada banyak bukti-bukti Islam yang mashur yang mengharuskan memerintahkan tindakan amar ma’ruh nahi munkan kepada para penguasa.

Nabi (ﷺ) bersabda, “Tidaklah suatu kaum yang dikerjakan ditengah-tengah mereka berbagai kemaksiatan yang mampu mereka mencegahnya namun tidak mereka cegah, melainkan Allâh pasti akan menurunkan hukuman kepada mereka semua. Lalu kamu berdoa dan doa kamu tidak akan diterima.” [At-Tirmidhi]

Dalam Negara Khilafah ada lembaga khusus yang disebut Mahkamah ul Madhalim, yang memiliki kekuatan wajib untuk melihat pada setiap keluhan terhadap Kepala Negara, para penasihatnya, asisten atau gubernur di provinsi-provinsi. Pengadilan sendiri memiliki hak untuk menyelidiki ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak eksekutif bahkan jika tidak ada yang mengajukan keluhan.

Partai-partai politik yang mematuhi konstitusi diizinkan bekerja di dalam sistem Islam.

Bagi banyak orang, gambaran sistem politik Saudi dan Iran adalah apa yang menyerupai proses politik Islam. Namun, mari kita pahami bahwa negara-negara itu tidak Islami kecuali bahwa penduduknya adalah Muslim. Saudi adalah monarki dan Iran adalah negara demokrasi dan teokratis sekuler semu.

Seperti kebanyakan negara bagian, struktur pemerintahan Islam mengamanatkan bahwa negara akan memiliki konstitusi tertulis yang mengatur masyarakat dan oleh karena itu memungkinkan individu dan partai politik untuk beroperasi dalam konstruksi konstitusional tersebut. Tentu saja konstitusi Islam akan berbeda dengan konstitusi yang mendorong kapitalisme pasar bebas dan liberalisme sosial. Namun, konstitusi itu, baik tertulis maupun tersirat, dalam negara demokratis juga membatasi individu dan partai untuk memastikan bahwa setiap orang beroperasi dalam aturan dan sistem politik yang sama. Sistem Islam dalam pengertian ini tidak berbeda.

Seseorang mungkin bertanya apakah partai-partai politik dan orang-orang tidak diperbolehkan mempertanggungjawabkan pemerintah di Barat. Jawabannya adalah Ya dan Tidak. Mari kita lihat situasi di Barat, karena sejak peristiwa 911 kita melihat intoleransi yang lebih besar terhadap orang-orang yang menantang ide-ide fundamental. Lihatlah, bagaimana AS mencontohkan siapa saja yang ingin melawan aturan represif mereka seperti Edward Snowden dan Julian Assange.

Di dalam sistem politik Islam, para pemimpin diminta pertanggung jawabannya dan keputusan mereka tidak hanya didorong – tapi itu wajib!

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Terjemahan QS Al-Imran: 104)

– artinya pada setiap saat, harus ada kelompok-kelompok dalam umat yang meminta pertanggung jawaban para penguasa. Kita juga tahu bahwa sejarah Islam memiliki catatan panjang tentang pertanggung jawaban para penguasa, perdebatan, dan diskusi.

Seorag Arab Badui memasuki markas Sulaiman Bin Abdul Maailk dan berkata: ‘Hai Amirul Mukminin, saya akan berbicara kepada Anda dengan suatu cara maka bersabarlah, bahkan jika Anda tidak menyukainya, karena di balik itu ada sesuatu yang Anda akan suka jika Anda menerimanya ‘. Sulaiman Bin Abdul Maalik berkata: ‘Bicaralah’. Lalu orang Badui itu berkata:

‘Wahai Pemimpin orang-orang beriman, Anda telah dikelilingi oleh orang-orang yang telah membeli Dunia dengan mengorbankan akhirat dan telah membeli kesenangan Anda dengan mengorbankan kemarahan Rabb mereka, mereka lebih takut kepada Anda dari pada kepada Allah SWT, mereka telah menghancurkan akhirat dan membangun Dunia dan mereka memerangi akhirat dan berdamai dengan Dunia. Jadi jangan mempercayakan mereka dengan apa yang Allah SWT telah percayakan kepada Anda karena mereka tidak akan meninggalkan kepercayaan kecuali kerugian dan tidak akan menyelamatkan umat yang tenggelam. Ini karena Anda bertanggung jawab atas kejahatan yang mereka lakukan sementara mereka tidak bertanggung jawab atas kejahatan Anda. Jadi jangan membuat Dunia dengan menghancurkan Akhirat Anda karena orang yang paling tidak adil adalah orang yang menjual Akhiratnya untuk Dunia orang lain.

Sulaymaan berkata: ‘Sementara untuk Anda, maka Anda telah membiarkan lidah Anda bebas berkata dan lebih tajam dari pedang’. Dia menjawab: “Ya, Amirul Mukminin, tetapi buat Anda dan bukan untuk melawan Anda”. Sulaymaan lalu bertanya: ‘Apakah Anda memiliki sesuatu yang Anda inginkan untuk diri Anda sendiri dalam masalah ini?’ Dia menjawab: ‘Selain manfaat umum untuk semua orang saya tidak memiliki hal khusus yang saya inginkan untuk diri saya sendiri’. Dia lalu berdiri dan pergi.

Sulaymaan kemudian berkata: ‘Kepada Allah SWT semua kemuliaan untuk orang-orang seperti ini. Betapa mulia asalnya dan betapa murni hatinya, betapa tajam lidahnya dan betapa murni niatnya dan betapa hebatnya ruhnya !! ”

Para pemimpin politik harus mewakili kepentingan semua orang bukan hanya segelintir elit.
Percampuran uang dan politik Barat telah menyebabkan masalah besar yang menyebabkan korupsi, degenerasi nilai-nilai masyarakat dan ketidakstabilan dalam perdamaian global dan keamanan saat sumber daya dunia terus-menerus diperebutkan.

Sistem Islam akan mengeluarkan uang dari politik modern.

Mari kita lihat pemilu; setiap empat atau lima tahun (setiap dua tahun untuk Dewan Perwakilan di Amerika Serikat) dalam demokrasi mendorong pertumbuhan uang dalam politik sehingga memaksa para politisi untuk menaikkan jumlah uang dengan cara aneh agar terpilih kembali atau memaksimalkan kekayaan sendiri sebelum mereka berhenti berkuasa.

Misalnya, kampanye Obama dalam pemilu tahun 2012 menghabiskan dana sebesar $ 1 miliar yang dibiayai oleh perusahaan-perusahaan dan usaha-usaha bisnis. $ 1 milyar adalah jumlah yang sangat besar. Ada 10 negara di dunia yang GDP tahunannya $ 1 milyar bahkan kurang.

Sistem Islam, meskipun tidak kebal dari godaan yang ditawarkan, berusaha untuk secara aktif melepaskan keuangan dan kepentingan korporasi dari politik dengan cara menghindari sirkus pemilu yang tetap.

Selain itu, saat kapitalisme dan demokrasi menyatu di Barat, sehingga menciptakan kelas politisi yang secara pribadi korup atau terikat dengan kelas korporat, tidak ada pengaruh seperti itu yang diperbolehkan dalam model politik Islam di mana diterapkan pembatasan yang kuat pada hubungan dan pengaruh.

Sistem ekonomi Islam menempatkan masalah rakyat jelata di atas bisnis besar.

Selain itu, catatan tindak korupsi menjadi masalah yang akan melanggar ketentuan kontrak bagi seorang Khalifah – yang berarti orang semacam itu tidak akan diperbolehkan untuk menduduki jabatan, atau akan diberhentikan dari kekuasaan.

Harus ada lembaga peradilan yang independen dari eksekutif, yang dapat meminta pertanggungjawaban eksekutif.
Hakim dan pengadilan sepenuhnya independen dari kepala negara dan eksekutif dan merupakan bagian penting dari lembaga-lembaga Negara Khilafah. Selain itu, seorang hakim yang sedang duduk dan sedang menyelidiki masalah yang berkaitan dengan eksekutif tidak dapat diberhentikan hingga mendapatkan kesimpulan dari penyelidikan itu.

Tidak ada individu atau kelompok yang berada di atas hukum

Tidak seorang pun – termasuk kepala negara, keluarga mereka, atau pakar agama apa pun – yang berada di atas hukum. Tidak ada yang kebal hukum, dan berbeda dengan sistem Politik Sekuler di mana keadilan condong kepada orang-orang yang lebih kuat dan lebih kaya, pengadilan Islam secara historis – dan juga akan melakukannya di masa depan – melaksanakan keadilan bagi yang orang-orang yang lemah, kelompok minoritas dan orang-orang yang kurang mampu.

Ini karena hadis Nabi ﷺ yang disebutkan dalam kitab Bukhari dan Muslim saat beliau mengajukan permohonan untuk menengahi seorang wanita bangsawan yang telah melakukan pencurian:

“Bangsa-bangsa sebelumnya telah hancur karena jika seorang pejabatnya melakukan pencurian, mereka membiarkannya, tetapi jika orang lemah di antara mereka yang melakukan pencurian, mereka menjatuhkan hukuman kepadanya. Demi Allah, jika Fatimah, putri Muhammad, mencuri, Muhammad akan memotong tangannya! ”

Warga negara dari setiap agama, ras atau jenis kelamin – baik yang berbadan sehat maupun cacat – harus memiliki hak yang sama di bawah perlindungan negara.

Islam tidak mendiskriminasikan warga negaranya berdasarkan keyakinan, ras, jenis kelamin, atau disabilitas. Muslim tidak diutamakan secara khusus

Ini adalah tuduhan yang umum tetapi tidak pada kenyataannya tidak memiliki landasan. Negara Khilafah diamanatkan oleh hukum ilahi untuk memperlakukan warga non-Muslim dengan baik; melindungi hak-hak mereka atas keyakinan agama mereka dan melindungi tempat-tempat ibadah mereka. Negara dilarang membeda-bedakan di antara individu-individu dalam hal pemerintahan, peradilan dan pengaturan urusan atau yang serupa denganya. Sebaliknya, setiap individu harus diperlakukan sama tanpa memandang ras, keyakinan, warna kulit atau apa pun.

Allah SWT berfirman,

وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ

” Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil” (QS al Nisa 4:42)

dan dalam ayat yang lain,

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.” (Al-Maida 5: 8)

Juga Rasulullah ﷺ bersabda

“Orang yang membunuh orang yang berada dalam perjanjian dengan cara tidak adil tidak akan mencium aroma surga; dimana arumanya tercium dari jarak seratus tahun perjalanan.

Secara historis, orang-orang Yahudi dan Kristen
dilindungi dengan baik dan contoh-contoh Islam di Spanyol dan perlindungan yang diberikan kepada orang-orang Yahudi oleh Istanbul pada saat Inkuisisi merupakan contoh yang terdokumentasi dengan baik.

Dalam satu kasus terkenal pada periode awal pemerintahan Islam, seorang non-Muslim mengajukan kepala negara ke pengadilan karena sengketa harta benda dan dia memenangkan kasus tersebut.

Non-Muslim dari setiap agama (atau tidak ada agama) tidak memiliki rasa takut pada sistem Islam dan bagi banyak orang yang melihat masyarakat Barat semakin terperosok dalam materialisme dan korupsi politik mungkin tampak terkejut ketika melihat model alternatif Islam.

Penangkapan,  penyiksaan, dan penahanan sewenang-wenang harus benar-benar dilarang.

Islam tidak percaya pada penangkapan sewenang-wenang atau penyiksaan atau rendisi (penahanan sewenang-sewenang). Setiap orang berhak atas azas praduga tak bersalah, hak atas privasi, dan hak atas peradilan yang adil. Demokrasi sekuler tidak memiliki monopoli untuk menghormati hak-hak warganya.

Sebuah contoh dari sejarah Islam tentang Khalifah Sayidina Umar (RA) yang kedua: Suatu hari berita sampai kepadanya tentang seorang Amil-nya (ubernur kota) atas Homs, Umayr Ibnu Saad, yang mengatakan saat di atas mimbar Homs, “Islam akan tetap kuat selama otoritas itu kuat. Dan kekuatan otoritas tidak terjadi lewat pembunuhan dengan pedang atau cambuk, tetapi dengan menilai kebenaran dan menegakkan keadilan. ”Setelah mendengar ini ‘Umar berkata,“ Saya berharap saya memiliki seorang pria seperti Umayr Ibnu Saad untuk membantu saya dengan urusan kaum Muslim. ”

Sesuatu yang sangat endemik di dunia Muslim dan termasuk Barat adalah tindakan mata-mata.

Islam melarang Negara untuk memata-matai warga negaranya – Memata-matai umat Islam adalah tindakan haram sebagaimana diatur dalam ayat ini. Allah berfirman:

“Dan janganlah memata-matai satu sama lain” (Terjemahan QS 49:12)

Ini adalah larangan umum untuk tindakan memata-matai …  seperti yang dibenarkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud yang diriwayatkan dari Al-Muqdad dan Abu Umamah ketika mereka mengatakan: “Rasulullah bersabda:

“Jika seorang amir itu mencari kecurigaan di antara penduduk, dia akan melemahkan mereka.”

[Abu Dawud, Sunan, # 4889 dan al-Haythami, Majma ’al-Zawa’id, vol.5, hal. 218]

Ada juga larangan Islami yang secara konstitusional diabadikan mengenai penyiksaan dan perilaku kasar di antara hal-hal lain – yang diterapkan kepada polisi, angkatan bersenjata dan layanan keamanan serta penduduk secara umum – sebagai perlindungan dari aturan yang begitu keras; karena pada awalnya, seseorang tidaklah bersalah. Tidak ada yang harus dihukum tanpa keputusan pengadilan. Penyiksaan terhadap siapapun adalah benar-benar dilarang dan siapa pun yang melakukan hal ini akan dihukum.

Kesimpulannya, Sistem Pemerintahan Islam adalah struktur yang abadi, unik, praktis, dan pasti, di mana ciri-ciri tata pemerintahan yang baik didasarkan pada sumber-sumber ilahi dan hanya sistem inilah yang dapat menghadirkan keadilan bagi umat manusia.

Abo Khaled Alhijazi

Share artikel ini: