Mediaumat.id – Pemerintahan Joe Biden pada Jumat (6/5/2022) yang mengutuk keras rencana Israel untuk membangun pemukiman baru di wilayah Palestina dengan dalih menghambat solusi dua negara dinilai Pengamat Politik Internasional Umar Syarifudin hanya kamuflase. “Kutukan tersebut sebagai kamuflase,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Senin (9/5/2022).
Menurutnya, strategi Amerika atas Israel adalah strategi politik yang berdimensi militer. Kenyataannya pemerintah Amerika Serikat sebagai pendukung utama terhadap negara ilegal Israel. “Biden telah menyatakan janji dan dukungannya terhadap negara ilegal tersebut,” tegasnya.
Umar mengungkap, rezim zionis Israel memanfaatkan semua peluang dan menggunakan segala cara untuk memajukan kebijakan ekspansionisnya. Jika rezim ini memiliki kemampuan yang diperlukan, maka Israel tentunya tak akan segan-segan untuk menggelar perang baru di kawasan.
“Dari sisi ekonomi dan ketahanan energi, AS yang didominasi pengusaha Yahudi jelas terus mencari semua peluang demi merampas SDA dan pasar yang dimiliki dunia Muslim. Jelas hubungan dagang dianggap paling masuk akal sebelum menganeksasi sektor lainnya,” jelasnya.
“Apapun bisa dilakukan AS demi menguntungkan sekutu terdekatnya Israel. AS terus memantik trigger untuk mengesahkan berbagai keputusan politik yang menguntungkan Israel. Anehnya, negeri-negeri Muslim mengikuti tabuhan yang dimainkan AS, bukan menentang AS,” tambahnya.
Imperialistik
Umar menilai, solusi dua negara adalah solusi imperialistik, solusi yang bertentangan dengan Islam. “Solusi dua negara itu adalah solusi Amerika. Dengan solusi itu, Israel dilegalkan untuk terus menjajah dan merampas tanah Palestina,” bebernya.
Ia mengatakan, menyerahkan urusan Palestina kepada PBB dan Amerika jelas salah alamat. Bagaimana mungkin menyerahkan urusan umat Islam kepada lembaga yang menjadi alat kepentingan bagi Amerika dan negara-negara penjajah lainnya. Itu sama halnya dengan menyerahkan leher umat kepada musuh.
“Sementara penguasa dunia Muslim tidak serius dalam menyelesaikan konflik Palestina. Bertahun-tahun mereka melakukan hal yang sama: berseru, mengutuk, mengadakan forum, membantu perundingan, mengirimkan bantuan, dan dana, namun tak satu pun upaya itu menggentarkan Israel. Israel tetap jumawa, tetap menindas penduduk anak-anak dan perempuan jika mereka tersinggung dengan perlakuan para pemuda dan mujahid Palestina. Padahal Allah SWT dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an memerintahkan Muslim yang mukmin untuk balas menyerang musuh yang jelas-jelas telah menghinakan darah para syuhada dan Muslim lainnya,” ungkapnya.
Menurutnya, masalah Palestina adalah masalah politik yang berdimensi militer. Oleh karena itu, tidak mungkin menemukan solusi yang sebenarnya, melalui forum-forum internasional, atau resolusi-resolusi internasional. “Dan tidak pula dengan berjalan terengah-engah dalam koridor Perserikatan Bangsa-Bangsa hingga menjadi sekadar serangan-serangan romantis “donquichotisme” dari mereka yang bergelar pemimpin yang bukan pada tempatnya,” tandasnya.
Solusi Batil
Umar menganggap, solusi atas Palestina tentu bukan solusi dua negara. Tawaran solusi ini adalah tawaran batil. Solusi tersebut sama saja artinya dengan mengakui keberadaan negara Israel di tanah wakaf milik kaum Muslim. Ibaratnya, ada perampok yang ingin mengambil sebidang tanah; lalu datanglah pihak lain yang mendamaikan dengan memberikan solusi sebidang tanah tersebut dibagi dua, yakni separuh untuk si perampok dan separuhnya untuk si pemilik asli tanah tersebut.
“Jelas solusi ini tidak mungkin karena batil. Pasalnya, status tanah Palestina adalah milik kaum Muslim sampai hari kiamat berdasarkan Perjanjian ‘Illiya. Sikap penguasa negeri kaum Muslim yang turut menyetujui usulan solusi dua negara tersebut hakikatnya merupakan sebuah sikap pengkhianatan terhadap kaum Muslim sendiri,” ungkapnya.
Ia mengatakan, Islam sudah menetapkan metode dan tuntunan dalam menghadapi atau mengatasi berbagai persoalan. Metode itu merupakan bagian dari hukum syariah yang harus diikuti. Metode syar’i untuk menghadapi invasi musuh adalah dengan jihad. Metode mengatasi penjajahan adalah dengan mengusir penjajah.
“Demikian pula dengan persoalan Palestina. Persoalan yang terjadi adalah adanya invasi dan penjajahan oleh zionis Israel terhadap Palestina. Karena itu metode syar’i untuk menghilangkan segala bentuk invasi dan penjajahan Israel adalah dengan jihad, bukan dengan metode yang lain. Caranya adalah dengan mengirimkan tentara-tentara dari negeri-negeri kaum Muslim untuk melakukan jihad fii sabilillah,” terangnya.
Secara logis, kata Umar, di sinilah relevansi dan sekaligus pentingnya Khilafah. Khilafah adalah institusi pemersatu umat Islam di seluruh dunia. Dengan semangat jihad fi sabilillah, negeri-negeri kaum Muslim kemudian mengerahkan tentaranya untuk mengusir entitas Yahudi dari tanah Palestina. Bersatunya tentara-tentara dari negeri kaum Muslim tersebut akan membuat gentar entitas zionis Israel yang hanya berpenduduk sekitar 7,7 juta jiwa tersebut.
“Tanpa Khilafah, umat Islam akan tetap tercerai-berai, tersekat atas nama nation state (negara bangsa). Akibatnya, mereka sulit untuk bersatu-padu mengusir Israel. Selain itu, para penguasa di negeri kaum Muslim saat ini memang enggan mengirimkan tentaranya untuk membantu bangsa Palestina, kecuali hanya berani mengutuk dan mengecam serta mengirimkan bantuan dana dan obat-obatan saja,” katanya.
Dulu, lanjutnya, Theodore Herzl merasa putus harapan untuk menguasai Palestina karena ketegasan penguasa Muslim kala itu, Khalifah Abdul Hamid II. Beliau tidak mau berkompromi sedikitpun dengan Theodore Herzl. Namun kini, Israel tidak merasa gentar kepada Dunia Islam.
“Padahal negerinya besar-besar dan penduduknya lebih dari 1,6 miliar. Mengapa? Sebab, kaum Muslim terpecah-pecah dan penguasanya tidak tegas seperti Khalifah Abdul Hamid II. Israel pun sadar dan paham, bahwa penguasa di negeri-negeri kaum Muslim hanya berani mengecam. Karena itu mereka berani untuk terus melakukan pembantaian terhadap kaum Muslim Palestina sampai sekarang,” ungkapnya.
Selama zionis Israel masih berada di tanah Palestina, menurut Umar, selama itu pula penderitaan kaum Muslim akan terus terjadi.
“Oleh karena itu, tidak ada solusi yang bisa menuntaskan masalah Palestina selain dengan pengerahan tentara dari negeri-negeri kaum Muslim hingga zionis Israel keluar dari tanah wakaf milik kaum Muslim tersebut,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it