Mediaumat.id – Penentangan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa atas sikap Perserikatan Bangsa-Bangsa yang meloloskan sebuah resolusi tentang kebencian agama, termasuk mengutuk pembakaran Al-Qur’an di Swedia, menunjukkan bahwa ide hak asasi manusia (HAM) memang bertentangan dengan Islam.
“Ide HAM yang diusung oleh Barat itu memang merupakan ide yang bertentangan dengan Islam,” ujar Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi kepada Mediaumat.id, Rabu (19/7/2023).
Lebih dari itu, tambahnya, ide HAM merupakan ide busuk. “Dan ide ini sesungguhnya merupakan ide busuk,” sambung Farid lebih lanjut.
Pasalnya, ide ini tak bisa membedakan kebolehan berpendapat yang menurut Farid, hal itu memang tidak bisa dibatasi ketika menyampaikan kebenaran, dengan apa yang disebut dengan kebebasan untuk menghina.
Artinya, atas nama kebebasan berekspresi, ide HAM justru membenarkan kebencian-kebencian terhadap agama.
Untuk diketahui sebelumnya, Dewan HAM PBB, Rabu, 12 Juli 2023, menyetujui resolusi kontroversial yang mendesak negara-negara untuk “mengatasi, mencegah, dan menuntut tindakan dan advokasi kebencian agama”, setelah insiden pembakaran Al-Qur’an di Swedia.
Namun, resolusi yang diusulkan oleh Pakistan, mengatasnamakan 57 negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) ini, sangat ditentang oleh AS dan Uni Eropa, lantaran dianggap bertentangan dengan pandangan mereka tentang HAM dan kebebasan berekspresi.
Ditambahkan, meski turut mengutuk insiden pembakaran Al-Quran di Swedia, AS dan Uni Eropa berpendapat inisiatif OKI hanya dirancang untuk melindungi simbol-simbol agama, daripada HAM.
Tak ayal, hasil pemungutan suara di Dewan HAM PBB mengenai resolusi ini, dinilai oleh banyak pihak, menandai kekalahan besar bagi negara-negara Barat.
Karenanya, lanjut Farid, ide ini tak layak diadopsi oleh umat manusia, terlebih kaum Muslim. “Sehingga ide HAM ini sesungguhnya tidak layak untuk diadopsi oleh umat manusia, apalagi diadopsi oleh umat Islam,” tandasnya.
Islam versus HAM
Lantas, berkenaan alasan AS dan Uni Eropa yang menyebutkan inisiatif OKI dirancang hanya untuk melindungi simbol agama daripada HAM, malah menunjukkan adanya perbedaan antara Islam dan HAM dengan sangat jelas.
“Islam ada ajaran yang wajib melindungi agama, tidak boleh melakukan penghinaan terhadap agama. Sementara HAM dengan alasan kebebasan berekspresi itu membenarkan penghinaan terhadap agama,” urai Farid, menjelaskan.
Tak hanya itu, ia juga membenarkan betapa rendah peradaban yang diusung AS dan Uni Eropa saat ini. “Iya, jelas ini menunjukkan kebusukan dari peradaban hak asasi manusia ini,” tegasnya.
Tengoklah kerusakan yang timbul akibat perilaku LGBT yang makin masif, kesan bolehnya Muslim untuk murtad, hingga penghinaan terhadap Rasulullah SAW yang tak ada tanda-tanda bakal tak terulang.
“Satu-satunya argumentasi mereka yang sering mereka gunakan, dan itu mereka anggap paling kuat adalah ide HAM,” cetusnya.
Pun demikian dengan liberalisasi atau kebebasan kepemilikan. “Ini juga suatu yang merusak dengan adanya kebebasan kepemilikan itu, maka para pemilik modal itu bisa menguasai apa pun,” terangnya.
Padahal di antaranya, kata Farid, sesungguhnya merupakan harta milik rakyat/kepentingan umum. “Para pemilik modal itu memiliki legitimasi untuk melakukan apa pun, asal itu untuk kepentingan para pemilik modal,” pungkasnya.[] Zainul Krian