Mediaumat.info – Artikel di situs web surat kabar Al-Arab yang memuat kampanye memusuhi khilafah dan Hizbut Tahrir, menggambarkan penulisnya tak memiliki pemahaman yang cukup tentang Hizbut Tahrir.
“Sangat jelas bahwa ia tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang Hizbut Tahrir,” ujar Aktivis Hizbut Tahrir Yordania Khalifah Muhammad dalam keterangan tertulis yang diterima media-umat.info, Selasa (25/2/2025).
Adalah Muhammad Ma’mun Ar-Rasyid yang telah menulis artikel berjudul Hizbut Tahrir Indonesia, Gaza, dan Politik Islam Global: Solidaritas atau Eksploitasi yang ditulis pada Rabu, 19 Februari 2025.
Terlepas sebagai anggota komisi pemberantasan ekstremisme dan terorisme di Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat, serta surat kabar Al-Arab yang tengah memainkan peran utama dalam memerangi Islam politik dan segala sesuatu yang terkait dengannya, kata Khalifah, setidaknya ada lima tuduhan tak tepat mulai dari judul hingga seluruh paragraf artikel dimaksud.
Pertama, mengenai Hizbut Tahrir itu sendiri yang menurutnya, penulis tak memahami bahwa Hizbut Tahrir adalah partai bagi seluruh umat Islam, bukan hanya di Indonesia.
Atau dalam hal ini penulis memang sengaja mengadopsi sudut pandang nasionalisme sempit dan menganggap bahwa Hizbut Tahrir hanyalah partai lokal. Padahal faktanya tidaklah demikian.
“Hizbut Tahrir adalah partai politik dengan Islam sebagai asasnya, yang bertujuan menyatukan umat Islam dalam satu entitas politik, yaitu khilafah yang telah diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya,” jelasnya.
Demikian juga dengan tuduhan kedua, bahwa Hizbut Tahrir mengandalkan emosi publik untuk menguatkan legitimasi ideologi, dinilai telah menunjukkan kebohongan besar.
Sebab, Hizbut Tahrir justru mendasarkan legitimasi ideologi pada Al-Qur’an dan sunah. “Dan hendaklah di antara kalian ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung,” demikian asas yang notabene perintah Allah SWT di dalam QS Ali ‘Imran: 104.
Di sisi lain, Rasulullah SAW telah mewajibkan umat Islam untuk melakukan kontrol terhadap penguasa. Tengoklah perkataan Abu Bakar ash-Shiddiq sesaat setelah diangkat menjadi Khalifah, “…Jika saya baik maka bantulah saya dan jika saya salah maka Iuruskanlah. Taatilah saya selama saya menaati Allah dan Rasul-Nya dalam memimpin kalian…”.
Begitu juga Khalifah Umar bin Khaththab ra berkata, “Barang siapa di antara kalian melihatku bengkok maka hendaklah dia meluruskannya.”
Seketika terdengar jawaban seorang Arab, “Demi Allah wahai Umar, jika kami melihatmu bengkok maka kami akan meluruskannya dengan tajamnya pedang kami.” Umar pun percaya kepada perkataannya dan memuji Allah karena senang dengan jawaban itu dengan mengatakan, “Alhamdulillah yang telah menjadikan dalam umat Muhammad orang yang akan meluruskan Umar dengan pedangnya.”
Artinya, seorang pemimpin umat semestinya rela kebengkokannya diluruskan dan kesalahannya dibenarkan dengan pedang. Tak seperti para penguasa dan pembantunya saat ini tidak mau diluruskan walaupun hanya dengan perkataan. Justru para ulama yang dengan tulus mengoreksi penguasa justru disematkan stigma.
Sementara, Hizbut Tahrir selama ini tidak bergerak kecuali berdasarkan kewajiban syar’i dalam mendakwahkan hukum Islam dan menjelaskan status Palestina, misalnya, dalam perspektif syariat.
Terkait tuduhan ketiga, yakni Hizbut Tahrir berusaha menghidupkan proyek khilafah, penulis dinilai tak memahami bahwa khilafah bukanlah sekadar ‘proyek’ Hizbut Tahrir, melainkan sistem pemerintahan Islam yang diwajibkan adanya.
Para ulama seperti Al-Mawardi, An-Nawawi, Al-Juwayni, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Al-Haitami, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Al-Qurthubi, dan banyak lainnya telah menegaskan wajibnya menegakkan khilafah.
“Seharusnya, penulis merujuk pada pendapat mereka sebelum menentang khilafah secara membabi buta,” tutur Khalifah Muhammad.
Lantas tuduhan keempat, terkait Hizbut Tahrir menyalahgunakan isu Palestina untuk menyerang demokrasi berikut negara-negara nasional, ia menjelaskan bahwa yang terjadi di sana bukanlah sekadar konflik politik biasa, melainkan tanah kaum Muslim yang wajib dibebaskan.
“Jika Hizbut Tahrir menekankan pentingnya jihad dan khilafah sebagai solusi untuk membebaskan Palestina, hal itu justru sesuai dengan ajaran Islam,” tegasnya.
Di saat yang sama, penulis artikel justru mendukung solusi dua negara yang jelas-jelas merupakan pengkhianatan terhadap hak umat Islam atas Palestina. Bahkan, ia pun tak mengutuk pengkhianatan para penguasa Muslim yang menjalin hubungan dengan entitas penjajah Yahudi.
Sedangkan tuduhan kelima, seputar Hizbut Tahrir memiliki agenda khusus yang dianggap salah, kata Khalifah Muhammad, bahwa setiap individu, kelompok, bahkan negara pasti memiliki agenda.
Terkait itu yang terpenting adalah agenda dimaksud benar dan tak bertentangan dengan Islam. “Agenda Hizbut Tahrir sangat jelas, menghapus sistem kufur dan menegakkan khilafah islamiah. Mengapa ini dianggap sebagai kesalahan?” lontarnya kembali.
Tak ayal artikel di situs web surat kabar Al-Arab yang memuat kampanye memusuhi khilafah dan Hizbut Tahrir, pun dinilai mencerminkan sudut pandang sekuler dan nasionalistik yang bertentangan dengan Islam.
“Ia mencerminkan sudut pandang sekuler dan nasionalistik yang bertentangan dengan Islam,” tandasnya.
Lebih jauh, penulis artikel benar-benar tak memahami esensi khilafah, jihad, dan solusi Islam untuk Palestina. Justru lebih menyibukkan diri membela demokrasi kufur dan penguasa yang berkhianat terhadap Islam.
“Sudah jelas bahwa artikel ini adalah bagian dari kampanye untuk menghalangi kembalinya Islam sebagai sistem kehidupan,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat