Aparat Bunuh Pemuda Asal Aceh, Pengamat: Hubungan Masyarakat Sedang ‘Sakit’

Mediaumat.id – Dilihat dari persoalan yang melatarbelakangi, aksi penculikan disertai penyiksaan hingga menewaskan pemuda asal Aceh beberapa waktu lalu, menunjukkan kondisi sosial masyarakat di negeri ini dalam keadaan ‘sakit’.

“(Ini) menunjukkan bahwa masyarakat dalam keadaan ‘sakit’,” ujar Pengamat Politik Islam Dr. Riyan, M.Ag. kepada Mediaumat.id, Kamis (31/8/2023).

Artinya, di antara individu-individu terdapat kerusakan hubungan yang berkaitan dengan interaksi sosial di masyarakat, lebih-lebih di era modern seperti saat ini yang menurut Riyan, seperti hidup di bawah pemberlakuan hukum rimba.

Sebutlah dikarenakan hak mendapatkan perlindungan dari negara terkesan telah hilang, pihak yang lemah bakal cenderung disingkirkan oleh yang lebih kuat.

Dikabarkan sebelumnya, adalah Imam Masykur (25), pemuda asal Aceh yang ditemukan tewas usai hanyut di sungai. Kondisi mayat, seperti keterangan kekasihnya, Yuni Maulida (23), sangat mengenaskan.

“Kalau waktu yang saya lihat, kondisi jenazah waktu di Karawang, itu posisi kepala almarhum ada luka. Terus, di sini ada juga luka di badan (dada) sebelah kiri,” kata Yuni saat ditemui di Jakarta Utara pada Selasa, (5/9/2023).

Lantas, penculikan terhadap Imam pun viral setelah beredar adanya dugaan pemerasaan yang dilakukan anggota TNI dan paspampres kepada keluarga Imam, dengan meminta biaya tebusan Rp50 juta.

Kasus ini juga terungkap dengan total ada enam tersangka, di antaranya tiga anggota TNI yang ditangani Pomdam Jaya/Jayakarta. Yakni, Praka HS dari satuan Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dirtopad) dan Praka J dari Kodam Iskandar Muda, Aceh yang sedang berada di Jakarta, serta Praka RM anggota Paspampres.

Kemudian tiga tersangka sipil yang ditangani Polda Metro Jaya, adalah inisial AM dan Heri merupakan penadah dari hasil kejahatan. Lalu, tersangka Zulhadi Satria Saputra alias MS yang merupakan kakak ipar anggota Paspampres, Praka RM alias Riswandi Manik.

Sekularisme

Terlepas dari itu, lebih lanjut Riyan juga menilai, kenyataan ini tidak bisa dilepaskan dari penerapan sekularisme di tengah-tengah masyarakat berikut sistem demokrasi yang notabene rusak dan merusak.

“Sistem sekuler-kapitalisme-demokrasi, membuat rakyat terabaikan hak-hak publiknya termasuk hak keamanan, di samping hak pendidikan dan kesehatan yang makin mahal,” urainya.

Tengoklah kasus Sambo dan komplotannya terkait pembantaian Brigadir J. Pun demikian kasus Km 50, dengan pembantaian 6 orang laskar FPI pengawal IB HRS, yang justru dilakukan oleh aparat penegak hukum sendiri.

Tak ayal, Riyan pun mengatakan, apa yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut dan tindakan lain semacamnya, terkategori di antara perilaku kebiadaban.

Karenanya, dari sudut pandang hukum Islam, kata Riyan memaparkan, tidak ada balasan setimpal kecuali hukuman mati. Pasalnya, perbuatan menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan syar’i, merupakan kejahatan tingkat tinggi.

Apalagi ketika dikaitkan dengan alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh para pelaku.

Ditambah, efek pembunuhan itu berkepanjangan sehingga cenderung menimbulkan dendam kesumat antara keluarga terbunuh dengan keluarga atau pembunuh itu sendiri.

Solusi

Karenanya pula, untuk mengatasi berbagai persoalan, termasuk pembunuhan, di tengah masyarakat yang kata Riyan, ‘sakit’, setidaknya membutuhkan dua hal.

“Kita membutuhkan dua hal sekaligus,” cetusnya. Pertama, sistem yang baik, yaitu berasal dari Dzat yang Maha Baik, Allah SWT. Sebagaimana dikenal sebagai sistem Islam yang kaffah (menyeluruh).

“Bukan sistem yang buruk dan merusak, seperti sistem kapitalis-demokratik ataupun sistem komunisme-sosialis,” terangnya.

Kedua, terdapatnya pemimpin yang juga baik, yakni pemimpin yang hanya mau taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. “Bukan pemimpin yang berkhianat dan abai dalam melayani rakyat,” imbuhnya.

Maka berkenaan dengan hal ini, kata Riyan lebih lanjut, mau tidak mau, mengharuskan upaya dakwah berjamaah, lebih-lebih untuk memastikan tiga pilar untuk tegaknya Islam bisa terwujud.

Di antaranya, individu-individu yang bertakwa, masyarakat yang sama-sama menjaga dalam bentuk saling beramar makruf nahi mungkar.

Serta, keberadaan daulah Islam (khilafah) yang akan melindungi dan menutup semua celah terjadinya tindak pidana berikut penerapan syariah Islam secara menyeluruh.

“Termasuk memberikan sanksi hukuman mati tanpa pandang bulu kepada pelaku pembunuhan berencana,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: