Apakah Penguasa Demokrasi Memiliki Keberanian dan Moralitas Untuk Memerangi Miras Secara Totalitas?
Oleh: Ainun Dawaun Nufus
Jatim darurat miras? Berdasarkan laporan liputan6.com (27/4/18), terhitung sejak Jumat, 20-25 April 2018, jumlah korban meninggal usai menenggak miras oplosan sebanyak 15 orang. Berdasarkan data yang dihimpun Suarasurabaya.net, korban meninggal di beberapa tempat. Di Kediri, berdasarkan laporan tribunnews.com (26/4/18) terungkap pabrik minuman keras milik Agung Priyono (58) di Desa Purwokerto, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri omzetnya mencapai Rp 180 juta sebulan. Rata-rata dalam sehari mendapatkan order penjualan miras senilai Rp 6 jutaan. Wakapolres Kediri, Kompol Danu menyebutkan dari bukti kuitansi, harga miras dalam satu dus mencapai Rp 225.000. Rata-rata sehari menjual sekitar 40 dus dengan nilai Rp 6 jutaan. (http://www.tribunnews.com/regional/2018/04/26/omzet-pabrik-miras-di-kediri-mencapai-ratusan-juta-perbulan.)
Selama tujuh tahun belakangan ini terjadi peningkatan luar biasa konsumsi minuman keras (miras) di kalangan remaja. Jika pada 2007 berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan jumlah remaja pengonsumsi miras di Indonesia masih diangka 4,9%, tetapi pada 2014 berdasarkan hasil riset yang dilakukan Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) jumlahnya melonjak drastis hingga menyentuh angka 23% dari total jumlah remaja Indonesia yang saat ini berjumlah 63 juta jiwa atau sekitar 14,4 juta orang.[1]
Pemberitaan terkait korban tewas maupun kritis akibat meminum minuman keras (miras) oplosan, santer didengar beberapa hari terakhir DKI Jakarta. Kawasan Jawa Barat justru menempati posisi tertinggi korban tewas akibat miras oplosan. Sedangkan Provinsi DKI Jakarta berada di nomor ke-3 setelah Jawa Tengah yang menempati posisi runner-up.[2]
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Senin (12/5/2014), menyatakan, alkohol membunuh 3,3 juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Angka kematian akibat konsumsi alkohol ini jauh di atas gabungan korban AIDS, TBC, dan kekerasan. Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) pernah melaporkan setiap tahun setidaknya terdapat 18 ribu nyawa melayang baik efek langsung dan tidak langsung dari minuman keras (miras).
Polemik Itu…
Perdebatan mengenai legalitas bir pun akhirnya semakin meruncing. Budaya mengkonsumsi minuman beralkohol memang bukanlah ‘budaya’ Indonesia. Sebelumnya di tahun 2016 muncul isu Kemendagri akan mencabut 3.266 peraturan daerah (Perda) yang dianggap menghambat investasi dan pembangunan. Mendagri Tjahjo Kumolo mengakui bahwa di antara Perda tersebut, ada Perda yang berisi pelarangan terhadap minuman beralkohol. Meski demikian, kata Tjahjo, dengan pencabutan Perda-perda itu bukan berarti Pemerintah mendukung peredaran minuman beralkohol.
Peraturan yang dimaksud, yakni Peraturan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. Pemerintah ingin minuman beralkohol tidak dilarang sepenuhnya, melainkan hanya perlu diatur peredaran penjualannya. Perda-Perda itu akan berorientasi pada prinsip itu (Kompas.com, 20/5/2016).
Setelah ramai di media dan mendapat banyak tanggapan, Mendagri Thahjo Kumolo melalui siaran pers, Sabtu (21/5) membantah telah membatalkan Perda tentang Larangan, Pengawasan, Penertiban Peredara dan Penjualan Minuman Beralkohol di daerah. Justru, menurut Tjahjo, setiap daerah harus memiliki Perda yang berisi pelarangan minuman beralkohol yang tegas. Hal itu mengingat peredaran minuman beralkohol yang sudah sangat membahayakan generasi muda. Peredaran miras, menurut Tjahjo, adalah pemicu tindak kejahatan (Tribunnews.com, 22/5).
Kabar heboh tahun ini ketua MPR Zulkifli Hasan, saat berbicara pada acara Tanwir I Aisyiyah di Universitas Muhammadiyah Surabaya, mengungkapkan bahwa terdapat delapan partai di DPR yang setuju minuman keras (miras) dijual bebas. “Sekarang ini sudah ada delapan partai politik di DPR RI yang menyetujui minuman keras dijual di warung-warung,” ucap Zulkifli sebagaimana dilansir Antara, Sabtu (20/1/18).
Namun demikian, Ketua Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol DPR RI, Arwani Thomafi, membantah pernyataan Zulkifli Hasan tersebut. Menurut Arwani, pihaknya masih melakukan pembahasan RUU ini. Menurut dia, semua fraksi dan Pemerintah secara bulat setuju untuk melarang penjualan minuman beralkohol di tempat-tempat bebas. “Saya tegaskan seluruh fraksi dan Pemerintah sepakat untuk menertibkan penjualan minuman beralkohol,” tandas Arwani (news.okezone.com, 21/1/2018).
Jika RUU di atas benar-benar disahkan, berarti Pemerintah dan DPR memberikan legalitas dan jaminan kepastian hukum bagi produksi, distribusi, penjualan dan konsumsi miras. Padahal melegalkan peredaran miras, apapun alasannya, sama saja dengan mengundang bahaya (dharar) besar bagi masyarakat. Fakta-fakta yang ada jelas membuktikan bahwa miras menjadi sumber berbagai kejahatan dan kerusakan seperti pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, kecelakaan dan kejahatan lain yang nyata-nyata terjadi akibat pelakunya dalam pengaruh minuman keras.
Selanjutnya jika alasannya Perda Miras menghambat investasi, maka investasi yang melibatkan miras merupakan investasi berbahaya. Hasil yang didapatkan tidak akan sebanding dengan besarnya bahaya yang harus ditanggung oleh masyarakat, misalnya mereka yang menjadi korban kejahatan yang dipicu oleh miras seperti dalam banyak kasus kekerasan seksual, pembunuhan, penyiksaan yang banyak terjadi selama ini. Investasi yang melibatkan miras juga tak sebanding dengan risiko finansial, sosial dan moral yang harus ditanggung oleh Pemerintah dan masyarakat secara luas. Jika alasannya demi pariwisata, maka itu hanya menunjukkan kemalasan berpikir mencari inovasi dan terobosan.
Pelonggaran peredaran miras, apapun alasannya, sama saja dengan bunuh diri, mengundang datangnya bahaya besar bagi masyarakat. Fakta-fakta yang ada jelas membuktikan bahwa miras menjadi sumber berbagai kejahatan dan kerusakan seperti kasus pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, kecelakaan, dan kejahatan lain yang nyata-nyata terjadi akibat pelakunya dalam pengaruh minuman keras.
Ironi Demokrasi
Perang anti miras di Indonesia dijalankan dengan dilema, di satu sisi ada pabrik dan peredaran yang legal, dan dibatasi. Ini dampak ideologi kapitalis yang mengatur dunia saat ini dibangun atas dasar kepentingan, di mana semuanya ditentukan oleh kriteria itu. Selain itu, politik dalam sistem demokrasi dibiayai oleh kapitalis yang dalam banyak kasus adalah pemangku kepentingan utama perdagangan miras. Jadi jelas bahwa perang melawan maksiat mengalami sejumlah tantangan.
Selanjutnya, sistem liberal mempromosikan dan membangun masyarakatnya tentang pemikiran jahat dan berbahaya tentang ‘kebebasan pribadi’ yang mendorong kebanyakan orang untuk menggunakan miras sebagai bagian dari kenikmatan kebebasan mereka. Dengan demikian, konsumsi miras memiliki hubungan langsung dengan gagasan kebebasan yang merupakan ide penting dalam demokrasi.
Ideologi kapitalis terutama sistem ekonominya yang bangkrut mengorbankan manusia ke dalam penderitaan berat yang menuntun mereka ke dalam depresi karena reaksi yang sulit dan keras, akhirnya mendorong beberapa orang untuk menganggap bahwa mengumbar obat-obatan dapat menghilangkan penderitaan mental mereka atau memperoleh kenyamanan sementara. Kapitalisme tidak memiliki solusi spiritual untuk menenangkan manusia selama masa-masa sulit.
Selain itu, sistem demokrasi dalam meningkatkan kepentingan ekonomi mendorong masyarakat untuk tunduk dan menuju duplikasi sikap selebritisme sebagai teladan mereka, yang sebagian dari mereka terjerat kasus penggunaan narkoba. Sebagai akibatnya, kebanyakan pemuda yang tergila-gila jatuh ke jurang miras dan narkotika.
Sistem Demokratis dengan pendekatan sekuler dalam pembuatan hukum buatan manusia tidak akan pernah dapat mengatasi masalah miras, karena standar gandanya yang melegalkan beberapa jenis alkohol dan melarang yang lain. Padahal pada kenyataannya semua bentuk alkohol berbahaya bagi manusia. Bagaimana penguasa memiliki keberanian dan moralitas untuk memerangi miras oplosan misalnya, sementara mereka mengizinkan jenis miras lain?
Refleksi
Ada begitu banyak masyarakat yang terpengaruh oleh masalah ini diantaranya wanita dan anak-anak. Ada banyak masyarakat yang putus asa tertarik mengonsumsi miras dan narkoba dan bersembunyi dari dunia untuk melupakan setiap masalah dalam hidup mereka. Penyebaran kecanduan miras dan narkoba di Indonesia bukan hanya hasil dari kebobrokan masyarakat yang tidak hidup di bawah konsep Islam dan hukum Syariah, ini juga merupakan hasil dari invasi kolonial, perang ideology dan kejahatan kapitalisme yang merubah keluarga dan generasi menjadi kecanduan miras.
Banyak pecandu miras diantaranya usia remaja, dan alasan utama kecanduan adalah konsekuensi budaya dan sistem kapitalisme yang dipimpin oleh kekuatan sekuler. Peningkatan kecanduan narkoba adalah realitas tragis lain yang dihadapi masyarakat Indonesia. Pandangan yang mendalam menunjukkan bahwa para kolonialis abad ke-21 menghancurkan masa depan umat demi langkah dan melemahkan generasi muda kaum muslim. Barat membawa semua kehancuran dan bencana ini di negara-negara Muslim dan umat menuai hasil eksploitasi dalam bentuk kecanduan narkoba, depresi, gangguan psikologis dan kehidupan yang benar-benar tidak berarti dimana Allah SWT telah memberikan kepada umat manusia makna hidup yang sesungguhnya. Namun, beberapa umat telah menjadi lelah karena semua bencana ini, dan berusaha untuk memenuhi makna kehidupan yang sesungguhnya.
Penulis tegaskan bahwa kita bertanggung jawab untuk generasi masa depan kita sehingga kita perlu mengambil tanggung jawab ini dengan serius dan tidak menonton dengan diam-diam ketika budaya kapitalisme tanpa ampun menghancurkan negeri-negeri muslim dan Identitas kita. Adalah komitmen kita untuk bekerja dengan segenap kekuatan kita untuk membangun kembali negeri yang menerapkan syariah secara kaffah untuk mengakhiri semua kehancuran ini di atas bumi Allah SWT. Inilah kondisi kita, dengan segenap masalah termasuk generasi pecandu miras yang tersesat di negeri-negeri Muslim dan terlibat dalam kebingungan karena ketidakberdayaan dan masa depan yang tanpa harapan. Oleh karena itu, kita tidak boleh lalai dalam mematuhi tugas mengangkat seorang pemimpin yang tulus dan adil untuk berkuasa yang akan menjadi pelindung dan penyelamat dari umat.
Sekali lagi, Islam adalah satu-satunya ideologi yang memiliki kekuatan dalam iman dan hukum untuk melindungi masyarakat dari narkoba; dan memberikan solusi secara radikal dengan melarang semua jenis alkohol. Sudah saatnya khususnya bagi non-Muslim untuk menghargai keadilan Islam melalui penerapan syariah Islam dengan bekerja tanpa lelah untuk melindungi kemuliaan seluruh manusia.
[1] https://news.detik.com/berita/d-2852915/23-persen-remaja-indonesia-pernah-konsumsi-miras
[2] https://kriminologi.id/lapor-waspada/peta-kejahatan/korban-tewas-miras-oplosan-2017-2018-jabar-tertinggi-dki-nomor-ke-3