Apakah Karena Ini, Radikal Tidak Didefinisikan Secara Jelas Dalam Survei?
Mediaumat.news – Istilah radikalisme sengaja tidak didefinisikan secara jelas oleh pihak yang melakukan survei agar masyarakat menolak ajaran Islam tanpa sadar.
“Jadi seharusnya mereka menjelaskan apa itu radikal atau memberikan contoh apa itu radikal, ceramah-cermah atau tema yang bersifat radikal seperti apa itu harusnya diberikan penjelasan. Jangan membuat kekhawatiran masyarakat bahwa tempat-tempat Islam (seperti masjid) itu jadi tempat ujaran kebecian” ujar Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ustadz Rokhmat S Labib kepada Mediaumat.news, menanggapi hasil survei yang menyebut _’41 masjid di kantor pemerintah terkait radikal’, Kamis (12/7/2018).
Ustadz Labib, begitu sapaan akrabnya, mencurigai ketidakjelasan definisi tersebut sengaja dibuat karena bila didefinisikan secara gamblang, justru umat akan menolak istilah radikalisme itu.
“Istilah itu dibuat tidak jelas sehingga orang kemudian menolak radikalisme tetapi sebenarnya mereka khawatir kalau mereka menjelakan secara jelas apa itu radikalisme maka akan mendapatkan penolakan dari masyarakat,” ungkapnya.
Ia memberikan contoh ada satu survei tentang sikap radikalisme di tengah masyarakat lalu di situ ada poin-poin pertanyaan tentang sikap pernikahan beda agama, lalu ada kolom “setuju” dan “tidak setuju”. Maka jika “tidak setuju” itu disebut radikal, sama halnya dengan memilih pemimpin beda agama ada yang setuju dan tidak setuju, yang tidak setuju disebut radikal.
“Kemudin peran-peran seperti ini kalau dijelaskan akan ada reaksi penolakan dari umat Islam sebab apa yang disebut radikal itu adalah ajaran Islam itu sendiri. Pernikahan beda agama jelas dalam Islam itu dilarang serta memilih pemimpin yang bukan Islam atau kafir itu dilarang oleh Islam itu sendiri,” bebernya.
Sehingga, lanjut Ustadz Labib, sengaja tidak dijelaskan sebab jika dijelaskan akan menimbulkan penolakan dari umat Islam, karena yang disebut radikal oleh pihak yang melakukan survei itu ternyata ajaran Islam itu sendiri.
Pihak yang melakukan survei pun, lanjutnya, di media massa memberikan batasan ajaran Islam yang harus disampaikan yaitu Islam yang ramah yang sejuk, santun dan toleran. “Kalimat-kalimat itu menjelaskan bahwa Islam itu dibatasi jadi orang tidak boleh menyampaikan Islam apa adanya,” ungkapnya.
Ajaran Islam lainnya, tegas Ustadz Labib, mereka anggap radikal dan tidak boleh diterangkan dan tidak boleh disampaikan.
“Bagaimana bisa masjid yang milik Allah SWT, ulama menyampaikan ajaran Islam kepada umat Islam sendiri yang beriman kepada Al-Qur’an tetapi itu sudah dibingkai dan dibatasi sesuai dengan selera mereka? Dan ini tentu sangat berbahaya,” pungkasnya.[] Ghifari Ramadhan/Joy