Apa Yang Terjadi di Balik Hubungan Rahasia Israel-Saudi?

Mediaumat.news – Para analis Timur Tengah mengatakan bahwa hubungan rahasia baru-baru ini antara Israel dan Arab Saudi disebabkan oleh paradigma regional yang baru.

Israel dan Arab Saudi mungkin tampaknya tidak mungkin bersekutu dalam politik regional namun perkembangan terakhir telah mendorong Riyadh dan Tel Aviv untuk lebih dekat bersama-sama, untuk membuat panggung bagi mereka di Timur Tengah.

Hubungan rahasia antara Israel dan Arab Saudi, yang didasarkan pada sebuah aliansi untuk melawan “ancaman bersama” yakni Iran, merupakan bagian dari paradigma regional baru, kata para analis.

Dimasukkannya Israel sebagai mitra potensial mencerminkan terputusnya tatanan di Timur Tengah yang terfragmentasi, di mana sejak awal 2000an Amerika Serikat berusaha menciptakan suatu sistem hegemoni untuk mendominasi negara-negara Barat yang bersahabat, yang diakibatkan oleh pemilu atau pergantian jabatan.

Arab Saudi, yang memanfaatkan kedudukan religiusnya di dunia Arab, menerobos barisan untuk mendirikan suatu ‘ordo’ sendiri, termasuk untuk menjalin hubungan dengan Israel berdasarkan tanah untuk perdamaian.

Menurut Ofer Zalzberg dari International Crisis Group, tatanan politik yang bergeser ini harus mengacu pada parameter proses perdamaian Israel-Palestina, yang oleh para pemimpin AS dan Saudi dilihat sebagai syarat penting untuk memungkinkan kerja sama regional semacam itu.

Zalzberg mengatakan bahwa lahirnya aliansi Saudi-Israel yang terlihat yang akan menghalangi Iran dalam banyak hal merupakan alasan yang sangat penting untuk memajukan perdamaian antara Israel-Palestina di Washington dan Riyadh.

Gedung Putih, di bawah upaya penasihat senior dan menantu presiden, Jared Kushner, sibuk merancang sebuah rencana baru untuk memecahkan kebuntuan proses perdamaian itu, yang oleh Presiden Donald Trump digambarkan sebagai “kesepakatan akhir”.

Orang-orang Saudi mengerti dengan baik bahwa inilah saat yang tepat untuk berteman baik dengan Israel.

Harapan mereka bergantung pada dukungan dari pusat kekuatan regional Arab Saudi, yang juga bergantung pada upaya membangun hubungan yang lebih erat antara kerajaan yang kaya minyak itu dan Israel – meskipun keduanya tidak memiliki hubungan diplomatik yang jelas.

Motif Arab Saudi, kata Kobi Michael, seorang peneliti senior di Institute for National Security Studies di Universitas Tel Aviv, berdasarkan pada kepentingan strategis bersama dengan negara-negara lain di kawasan ini, yang dia sebut sebagai “kamp Arab Pragmatis”.

“Mesir, Yordania, negara-negara Teluk – kecuali Qatar – memiliki dua ancaman strategis: Iran dan kaum Salafi atau terorisme Islam radikal,” kata Michael.

“Israel dianggap sebagai sekutu potensial yang paling andal,” lanjutnya.

“Oleh karena itu, orang-orang Saudi mengerti dengan baik bahwa inilah saat yang tepat untuk menjadi teman baik dengan Israel.”

Menurut Michael, Arab Saudi telah menyadari bahwa dukungannya terhadap proses perdamaian Palestina telah menjadi beban baginya dan bahwa ada lebih banyak isu yang memiliki kepentingan strategis.

Saudi sekarang bersedia untuk mendorong rakyat Israel dan Palestina untuk menerima rencana perdamaian Kushner, kata Michael.

“Orang-orang Saudi tidak merasa tidak wajib (membantu) orang-orang Palestina daripada sebelumnya dan bersedia menyetujui kesepakatan sementara – yang merupakan interpretasi saya terhadap inisiatif AS,” kata Michael.

Rakyat Palestina akan tertekan untuk memasuki proses politik dengan serius, Michael menambahkan. Peningkatan hubungan antara Saudi dan Israel akan terjadi di mana hal itu akan melampaui hubungan rahasia tersebut.

“Hal ini akan menjadi semacam insentif bagi kepemimpinan Israel untuk melakukan langkah lebih lanjut dalam proses perdamaian dengan Palestina yang akan mereka lihat sebagai sesuatu yang dapat mereka manfaatkan  untuk melakukan normalisasi hubungan,” kata Michael.

“Tapi penting untuk disadari bahwa pencairan hubungan antara negara-negara Arab dan Israel tidak terkait dengan hubungan bilateral.”

Israel memiliki kemampuan militer, nuklir dan hi-tech yang tidak dapat diimbangi negara-negara lain di kawasan ini, tambahnya.

Penyesuaian beberapa negara Arab dengan kepentingan Israel adalah untuk mempertahankan kontrol mereka di bawah pengaturan hegemonik.

“Penurunan kekuatan AS di Timur Tengah telah mengakibatkan Israel dalam mengisi kekosongan yang sebelumnya dilakukan oleh kebijakan luar negeri AS,” Shaheen menjelaskan.

Meskipun para pejabat Saudi diam dalam hubungan itu, rekan-rekan mereka di Israel tidak berusaha menyembunyikan pertemuan antara kedua negara, dengan menyampaikan undangan untuk berkunjung di kemudian hari.

Pekan lalu, Menteri Komunikasi Israel Ayoub Kara mengundang Mufti Agung Arab Saudi Abdul Aziz al-Sheikh untuk mengunjungi Israel, dan dua hari kemudian, kepala staf Israel Gadi Eizenkot memberikan wawancara resmi yang pertama kepada outlet berita Saudi, Elaph, dengan mengatakan bahwa Israel siap untuk berbagi data intelijen dengan Arab Saudi mengenai Iran.

Pergolakan dalam negeri baru-baru ini di Arab Saudi, yang mengakibatkan penangkapan terhadap beberapa pangeran, menteri dan pengusaha papan atas yang dilakukan oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman dipandang sebagai tanda untuk menghancurkan perbedaan pendapat dengan berkedok memberangus korupsi. []Riza

Sumber: aljazeera.com

Share artikel ini: