Apa Maunya Nadiem?

Oleh: Agung Wisnuwardana (Indonesia Justice Monitor)

Dikutip dari cnnindonesia (03/02/2021) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memberikan ultimatum kepada seluruh pemerintah daerah dan sekolah negeri agar mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

“Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang atribut tersebut (kekhususan agama) paling lama 30 hari sejak SKB ini ditetapkan,” katanya dalam konferensi pers daring yang disiarkan dalam YouTube Kemendikbud, Rabu (3/2).

Perintah tersebut diungkapkan berdasarkan surat keputusan bersama yang ditandatangani oleh Nadiem bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas siang ini.

Melalui SKB itu, ketiganya melarang semua sekolah negeri di penjuru daerah, kecuali Provinsi Aceh, membuat aturan yang melarang atau mewajibkan siswa dan guru memakai seragam dengan kekhususan agama.

Catatan:

Apa yang menjadi keputusan pemerintah adalah bentuk pesan bernuansa Islamophobia. Tiap muslimah mendapatkan taklif hukum syara’ untuk mengulurkan jilbab dan khimar. Menyikapi ultimatum kepada seluruh pemerintah daerah dan sekolah negeri agar mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama, apakah berarti pemerintah melarang sekolah yang mewajibkan jilbab yang dilakukan oleh individu atau institusi sebuah lembaga pendidikan yang bernaung di bawah pemerintahan? Juga sebaliknya tidak cukup pemerintah hanya mengecam atau meminta agar sekolah mencabut larangan pemakaian busana muslimah kemudian siswi diperbolehkan memakai jilbab.

Ini sebuah ironi masyarakat yang tinggal di negeri mayoritas muslim. Persoalan ini bukan sekedar apa yang dilakukan oleh oknum, tetapi persoalan yang mendasar adalah karena konstitusi dan perundang-undangan yang diterapkan di negeri ini bukan aturan atau perundang-undangan yang bersumber dari syariat Islam.

Kasus ini seharusnya bisa menjadi pelajaran bahwa kita membutuhkan pelaksanaan syariat Islam bukan hanya untuk pelaksanaan masalah ibadah dalam lingkup domestik tapi juga butuh dalam pengaturan masalah publik.

Meski kita saat ini kelompok mayoritas tapi karena syariat Islam tidak dipakai sebagai aturan publik maka kelompok minoritas dalam hal ini beberapa daerah misalnya di Bali bisa semena-mena kepada kaum muslim, kepada syariat Islam dan melecehkan terhadap pelaksanaan syariat Islam.

Ada banyak kasus yang seharusnya bisa dijadikan sebagai pelajaran bagi kau muslim. Momentum ini harus menjadi pelajaran bahwa penerapan aturan berbusana syar’i (misalnya) dan penerapan syariah secara kaffah tidak bisa hadir dalam wajah pemerintahan sekuler. Adapun pelecehan selalu terjadi, pelecehan terhadap Islam akan kembali terjadi dan pelecehan terhadap kaum muslim akan berjalan terus dan simbol-simbol perlawanan terhadap Islam akan terus muncul dari banyak pihak ketika syariat Islam tidak ditempatkan sebagai posisinya sebagai konstitusi dan perundang-undangan yang dilaksanakan untuk mengatur masyarakat. Islam adalah rahmat, bukan hanya kebaikan bagi umat Islam tapi juga rahmat bagi semuanya[]

Share artikel ini:

View Comments (1)