Oleh: Ahmad Rizal (Indonesia Justice Monitor)
Mendikbud Muhadjir Effendi menggelar nonton bareng (nobar) film ‘Dilan’ dan ‘Yowis Ben’ dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Acara nobar itu diharapkan dapat membuat masyarakat lebih mengapresiasi film nasional.
“Memang benar ini sebagai salah satu rangkaian peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2018, yaitu nonton bareng film Indonesia, untuk lebih mencintai dan menghargai film karya anak bangsa dengan cara nobar film Indonesia,” kata Kasubbag Layanan Informasi Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud Anandes Langguana dalam keterangannya, Kamis (19/4/2018). https://news.detik.com/berita/d-3980831/hardiknas-mendikbud-gelar-nobar-dilan-dan-yowis-ben)
Hmm…
Apa ajaibnya fiksi Dilan 1990 dan film Yowis Ben kok segitunya digelar nobar Mendikbud? Apakah pemerintah kehabisan stok lagi ide-ide cerdas yang mampu meningkatkan kecerdasan anak bangsa sehingga menjadikan film fiksi romantisme sebagai objek peringatan Hardiknas? Hadeuh…
Yes, now wabah dan demam Dilan masih melanda setelah booming film Dilan 1990 selama sebulan terakhir. Para remaja mendadak disuguhkan sosok Dilan, dengan segala ‘gombalan lucu’ bagi remaja yang dimabuk virus pacaran. Padahal jika kita mencermati fenomena pacaran saat ini berpotensi tumbuhnya perbuatan-perbuatan yang dilarang Islam. Kita dapat melihat bahwa bentuk pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan pandangan mata terlebih dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Kemudian timbul hasrat untuk jalan berdua. Lalu berani berdua-duaan di tempat yang sepi. Setelah itu bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman. Akhirnya, terkadang sebagai pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. Inikah model pendidikan ideal yang ingin diaktualisasikan Mendikbud dalam program nobar kedua film tersebut?
Soal budaya pacaran dan seks bebas yang menjadi problem negeri ini, Islam telah mengatur perilaku yang berkaitan dengan tata pergaulan pria dan wanita. Di antaranya Islam melarang tabarruj (berhias berlebihan di ruang publik), ber-khalwat (berdua-duaan) dengan wanita bukan mahram (apalagi berpelukan dan berciuman), ber-ikhtilât (bercampur-baur antara pria-wanita), dan segala perbuatan yang dapat mengantarkan pada perzinaan. Ketentuan itu berlaku umum. Seni budaya, adat istiadat, dan ritual tradisional tidak termasuk dalam alasan yang dibenarkan syar’i untuk membolehkan pornografi dan pornoaksi dilakukan di tengah kehidupan masyarakat. Perkecualian hanya disandarkan pada ketentuan syariah, seperti dalam kesaksian dalam pengadilan dan pengobatan. Konsep ini jauh bermartabat daripada konsep mengenai pornoaksi.
Tolak Budaya Negatif
Islam tidak mentoleransi berkembangnya pornografi dan pornoaksi di tengah masyarakat. Segala tindakan yang dapat mengantarkan masyarakat pada perzinaan dan hancurnya akhlak masyarakat wajib dienyahkan dari kehidupan. Karena itu, sekali lagi kita perlu mengingatkan kepada penguasa tentang betapa pentingnya negeri ini menerapkan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam tata hubungan pria-wanita (seperti kewajiban menutup aurat di depan umum, keharaman ber-khalwat dan ber-ikhtilât, larangan atas pornografi dan pornoaksi serta segala hal yang bisa mengantarkan pada perzinaan). Hanya dengan syariah Islamlah masyarakat akan menjadi baik, beradab, bermartabat dan diridhai Allah SWT.[]