Sebuah laporan penting menyebutkan bahwa delapan puluh tiga persen Muslim di Skotlandia telah mengalami Islamofobia, di mana perempuan yang lebih mungkin untuk menghadapi pelecehan tersebut.
Lebih dari tiga perempat Muslim yang disurvei mengatakan sentimen anti-Islam semakin memburuk, sementara 75 persen mengatakan Islamofobia adalah masalah biasa di Skotlandia. Hasilnya muncul setelah penyelidikan publik pertama tentang perlakuan terhadap Muslim di negara itu, yang diselenggarakan oleh komite lintas partai anggota Parlemen Skotlandia dengan laporan yang ditulis oleh akademisi Universitas Newcastle, Prof. Peter Hopkins.
Sebanyak 447 orang – 78 persen di antaranya “mengidentifikasikan diri dengan agama Islam” – dan 15 organisasi dan lembaga memberikan tanggapan.
Pemimpin Partai Buruh Skotlandia Anas Sarwar, yang mengepalai kelompok proses multi-pemangku kepentingan (MSP) yang menyusun laporan tersebut, mengatakan temuan itu “sungguh hasilnya sangat memalukan kita semua”.
“Ada orang-orang di Skotlandia yang merasa takut untuk meninggalkan rumah mereka karena takut akan serangan fisik secara verbal, sehingga mereka menarik diri dari layanan publik dengan konsekuensi yang menghancurkan masa depan kesehatan dan pendidikan mereka, serta mereka merasa sebagai orang asing di negaranya sendiri,” katanya.
Sarwar—yang ayahnya bernama Mohammad adalah gubernur wilayah Punjab Pakistan—menyerukan upaya yang lebih besar dan serius “untuk menantang dan mengatasi kebencian dan prasangka”.
“Ini semua membutuhkan para politisi untuk bersatu yang berbasis lintas partai, karena perang melawan kebencian adalah perjuangan kita semua,” katanya.
Sarwar mengatakan bahwa dirinya dibesarkan di Glasgow, dan dia “menyaksikan rasisme menjijikkan yang ditujukan pada keluarganya, teman-temannya, dan komunitas Asia Skotlandia”.
Berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan bahwa jalan adalah tempat di mana pelecehan paling mungkin terjadi.
Tiga puluh satu persen responden melaporkan insiden kebencian anti-Muslim di tempat kerja, 18 persen di sekolah, dan 13 persen di perguruan tinggi atau universitas.
Sebuah jajak pendapat menyimpulkan bahwa pelecehan verbal dan fisik dirasakan meningkat, seperti serangan terhadap masjid dan bangunan keagamaan. Para wanita mengatakan bahwa mereka sangat takut jika jilbab mereka dilepas atau dilecehkan karena memakainya (thenationalnews.com, 29/06/2021).
Kebenaran dari masalah ini adalah bahwa Islamofobia tak terkendali di seluruh Eropa. Pemerintah Eropa sengaja memicu hasutan untuk melawan Islam, dan secara terbuka mendukung serangan media Barat terhadap kaum Muslim yang tinggal di Barat. Bahkan situasi ini kemungkinan akan memburuk di tahun-tahun mendatang (hizb-ut-tahrir.info, 2/7/2021).