Antara Piagam Makkah dan Piagam Madinah
Oleh: Al-Ustadz Khalid Al-Asyqar (Abu Al-Mu’taz Billah)
Lebih dari empat belas abad yang lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama menulis Piagam Madinah. Ia merupakan langkah pertama yang beliau lakukan setibanya di Madinah, mengingat Beliau bukan hanya seorang Nabi dan Rasul, namun juga sebagai penguasa dan pemimpin. Piagam tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Tabatabai merupakan konstitusi pertama yang ditulis dalam sejarah. Klausulnya sekitar lima puluh dua pasal, setengahnya atau hampir separuhnya mengatur hubungan orang-orang beriman yang tinggal di Madinah satu dengan yang lainnya, dan separuh lainnya membahas hubungan antara orang-orang beriman di satu sisi dan ahlu dhimmah (warga negara non-Muslim), serta siapa saja yang menjadi warga bagi negara yang baru ini.
Hari ini, setelah lebih dari empat belas abad, Organisasi Konferensi Islam, mengejutkan kami, dengan melibatkan sekitar seratus empat puluh negara untuk menulis apa yang disebut Piagam Makkah dan mengadopsinya untuk negara mereka. Piagam yang telah ditandatangani ini, melibatkan lebih dari seribu dua ratus cendekiawan di antara ulama kaum Muslim. Sementara Arab Saudi di bawah pengawasan Putra Salman menyiapkan tujuh halamannya, setahun lalu, sebelum ditandatangani dan disetujui beberapa hari lalu, karena akan disosialisasikan ke lembaga pendidikan di sekolah, institut, universitas, serta di lembaga kebudayaan dan penelitian.
Konten yang paling menonjol yang terkandung dalam Piagam Makkah, yang mungkin menjadi alasan penulisannya, dan alasan untuk mengumpulkan sejumlah ulama dan negara di sekitarnya, adalah (memerangi terorisme) dan menyerukan (prinsip-prinsip toleransi dan saling pengertian antara orang-orang dari budaya dan hukum yang berbeda). Jadi, tema Piagam yang paling menonjol adalah “Bersatu Melawan Terorisme Demi Perdamaian”. Dengan demikian, seolah-olah penyebab keterbelakangan ekonomi dan politik adalah terorisme, dan seolah-olah kaum Muslim di bawah rezim-rezim ini, mereka telah menjalani kehidupan yang makmur sebelum adanya terorisme yang diciptakan oleh kaum kafir Barat, dua dekade lalu.
Piagam Madinah (Konstitusi Madinah) adalah konstitusi yang klausulnya disusun oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama, dalam kapasitasnya sebagai kepala negara. Sementara bangsa Romawi, Persia, atau Yahudi Madinah tidak dilibatkan dalam penyusunannya, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama yang menyusunnya sendiri, agar agama Islam adalah yang tertinggi, dan sistem Islam beserta hukum-hukumnya yang mendominasi atas semua aturan hukum dan agama. Inilah di antara klausul-klausul yang ada di dalam Piagam Madinah: “Orang-orang mukmin yang taqwa harus (bersatu) menentang setiap orang yang berbuat zalim pada mereka”, “Perdamaian orang-orang mukmin adalah satu, dan perang mereka juga satu”, “Apabila kalian berselisih tentang sesuatu, maka penyelesaiannya dikembalikan pada (ketentuan) Allah dan Rasul-Nya”, …. Ini di antara klausul Piagam Madinah, tidak ada di dalamnya klausul tentang kontra-terorosme, wajibnya hidup berdampingan antara agama-agama, atau penerimaan yang lainnya. Kekuatan tertinggi dan undang-undang yang berlaku telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama, agar diterapkan oleh kaum Yahudi dan lainnya yang ada di bawahnya. Piagam tersebut adalah konstitusi tertulis yang bertujuan untuk meletakkan hukum dan peraturan yang mengatur hubungan negara yang baru lahir dengan warganya, baik Muslim dan non-Muslim, dan tidak ada satupun penduduk non-Muslim di Madinah yang berpartisipasi dalam penyusunan dan penulisannya. Inilah konstitusi untuk sebuah negara Islam, yang pemimpinnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama. Piagam tersebut bukanlah kontrak sosial yang semua orang berpartisipasi dalam penyusunannya, dan bukan pula konstitusi untuk negara sipil yang membuat setara antara Allah subhānahu wa ta’ala dengan manusia.
Pertemuan yang berlangsung setahun yang lalu di Makkah, serta klausul-klausul yang telah disetujui beberapa hari yang lalu, dengan restu lebih dari seribu ulama, sehingga membebankan kewajiban pada lembaga, institut, universitas, pusat penelitian dan budaya, sama sekali tidak menyerupai Piagam Madinah, dan tidak ada hubungannya dengan konstitusi, sedang motif serta alasannya adalah normalisasi dan bentuk hubungan baru dengan Entitas Yahudi dan Perjanjian Ibrahimi, yang diberlakukan Amerika pada para penguasa, atau untuk pengalihan, karena apa yang diberlakukannya mulai terungkap, jika tidak, ia tidak lagi menjadi topeng yang menutupi keburukan para penguasa. Sekarang, Amerika ingin menghilangkan semua topeng, dan semua pekerjaan tidak lagi diizinkan di bawah meja, bahwa perang melawan terorisme, normalisasi dan apa yang disebut perjanjian emansipasi wanita, maka semua ini harus terbuka dan dipublikasikan di saluran satelit, dengan suara dan gambar. Jika tidak demikian, apa hubungan Piagam yang ditandatangani di Makkah dengan Piagam Madinah?! Yang kedua, ketentuannya dibuat untuk menjadi konstitusi bagi sebuah negara. Sedangkan yang pertama, justru bertentangan sama sekali, karena dibuat untuk memerangi (terorisme) padahal kedua pihak yang berpartisipasi dalam konferensi, yaitu negara dan ulama, mereka mengetahui bahwa terorisme dalam terminologi negara sekarang identik dengan Islam. Piagam Makkah juga berbicara tentang hidup berdampingan antara agama, budaya, adat istiadat dan sekte yang berbeda. Bukankah di negeri Islam selama tiga belas abad terdapat banyak agama, sekte dan kepercayaan yang berbeda, dan hal ini tidak ada masalah? Mengapa sekarang untuk masalah ini dibuatkan piagam, melalui konferensi dan dukungan ulama, yang ditandatangani di Makkah, yang kemudian disebut Piagam Makkah?! Ini tidak akan terjadi pada saat ini, kecuali setelah Amerika memerintahkan sejumlah negara dan penguasa, lalu memerintahkan mereka untuk normalisasi. Jadi, mereka seperti kawanan hewan yang berjalan beriringan, yang dikawal oleh binatang buas menuju tempat penyembelihan.
Sesungguhnya para penguasa itu tidak melakukan apapun, justru kami terkejut dan mengecamnya. Sungguh hati kami hancur dan mata kami berlinang air mata melihat para ulama yang menghabiskan hidup mereka antara puasa, sholat dan ibadah lainnya, justru kemudian Anda menemukan mereka menandatangani apa yang disebut Piagam Makkah, padahal seharusnya mereka berdiri pada posisi yang mendatangkan ridha Allah subhānahu wa ta’āla, mereka dapat hidup di antara Al-Qur’an dan Sunnah, hingga bersuara sekencang-kencangnya, apakah Islam yang menegakkan nilai-nilai toleransi dan saling pengertian menurut Piagam itu, tidak memuat ketentuan yang mendesak umat Islam untuk membebaskan negerinya serta merebut kembali negeri dan hartanya? Apakah tidak ada ketentuan yang mewajibkan para penguasa untuk menerapkan Islam dan memerintah berdasarkan syariahnya?
Lalu siapa yang mengatakan bahwa kita membutuhkan seorang ulama untuk menjelaskan kepada kita hukum-hukum seputar ahlu dzimmi (warga negara non-Muslim), padahal mereka sudah ada sebelumnya, bagaimana mereka hidup dalam naungan negara Islam, bahwa negara Islam sangat adil kepada mereka melebihi bangsa dan kelompoknya mereka sendiri? Para ulama sebagai pewaris para nabi, seharusnya mengatakan di Baitullah al-Haram ini tentang kesucian darah seorang Muslim yang lebih besar daripada kesucian Baitullah al-Haram. Lalu atas dasar apa darah yang disucikan itu ditumpahkan di Syam, Afghanistan dan Irak …? Dan mengapa para penguasa mengulurkan tangan mereka kepada orang-orang yang menghisap darah kaum Muslim, siang dan malam? Anda seharusnya memberitahu para penguasa bahwa jika Islam adalah hukum tertinggi, maka pertemuan itu adanya seperti tidak adanya, karena topik penelitian pada saat itu tidak akan relevan. Adapun hukum Islam telah diabaikan seabad yang lalu. Sementara hukum kufur yang merusak kaum Muslim, mengelilingi mereka bagaikan gelang di pergelangan tangan?! Sebelum membandingkan apa yang disebut Piagam Makkah yang diklaimnya dengan Piagam Madinah, seharusnya para ulama mengatakan bahwa perdamaian kaum Muslim adalah satu, dan perang mereka juga satu. Hal ini hanya dapat terjadi jika negara mereka satu dan bendera mereka juga satu.
Ada perbedaan besar antara Piagam yang dibuat berdasarkan wahyu dengan Piagam yang dibuat oleh Amerika! Ada perbedaan besar antara konstitusi yang dibuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama, yang membuat negaranya setelah itu menjadi negara terbesar yang diketahui umat manusia, dengan konstitusi buatan negara-negara yang namanya tidak dianggap, seperti katak dalam tempurung, dan bagaikan meludah ke langit! []
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 25/12/2020.